Jumat, 13 Februari 2015

History of Java

Kategori         : Buku
Judul               : History of Java (Bab II)
Penulis            : Thomas Stamford Raffles
Penerbit         : Narasi (Jogja)
Peresume       : Wawan (IM1)




            “I believe there is no one possessed of more information respecting Java than myself…” (Aku percaya bahwa tiada seorang pun yang memiliki informasi mengenai Jawa melebihi diriku).
            Itulah kalimat yang diucapkan oleh Raffles untuk membuka buku yang ia tulis ini. Hariini, dimana orang-orang yang tinggal di Jawa dan keturunan dari orang-orang yang tinggal di Jawa yang berani mengucapkan demikian? Belum pernah terdengar. Berapa lama anda hidup di tanah Jawa? Atau berapa lama anda mengenal ada pulau bernama Jawa di Indonesia?.
            Raffles memerintah Jawa sebagai pulau, bukan sebagai entitas suku; hanya selama lima tahun. Namun dalam kurun waktu yang sangat singkat itu ia berusaha membuat terobosan - terobosan yang kelak akan dikenang sepanjang masa, di antaranya adalah buku dan peta. Buku yang dimaksud adalah buku ini, History of Java, sebuah dokumentasi mengenai kondisi Pulau Jawa baik mengenai alam, daya dukung lingkungan, corak budaya, kerajaan-kerajaan yang memerintah disana, perilaku manusia, interaksi pulau ini dengan pulau lain, infrastruktur, perpolitikan dan lain sebagainya. Membaca buku ini akan membuat kita tersenyum dan tersentuh, betapa peradaban manusia jawa telah dimulai sejak saat itu, dengan kata lain pulau telah ada yang mengurus sejak dahulu kala, hingga tak heran, pulau ini menjadi sentral bagi NKRI.
            Resume kali ini hanya akan membahas sebagian bab II. Bukunya setebal 904 halaman, hingga layak untuk diresume berkali-kali agar tiada informasi terbuang. Pada Bab II, Raffles bercerita tentang Manusia Jawa dan Perilakunya, setelah sebelumnya pada Bab I, ia memaparkan kondisi alam Jawa.
            Asal usul penduduk Pulau Jawa dikisahkan oleh Raffles adalah berasal dari Asia Timur, lebih tepatnya bangsa Tartar. Bentukfisiknya adalah pendek (menurut Raffles yang berasal dari Eropa), kekar, tegap, berotot. Wajah persegi dengan dahi dan dagu tajam. Tulang pipi sangat lebar, alis tipis, mata kecil dan masuk ke dalam. Hidung kecil namun tak seperti milik orang Negro dengan lubang hidung hamper bulat dan lebar. Septum Narium adalah bagian tertebal dari wajah mereka, hingga membuatnya tidak rata. Mulut biasa, rambut kasar, lurus hitam. Mereka yang hidup di tempat panas tak sehitam Negro dan mereka yang hidup di tempat dingin tak seputih Eropa.
            Terdapat tiga suku bangsa besar waktu itu yakni Jawa, Melayu dan Bugis. Dari ketiganya, hanya Jawa yang jarang merantau karena mereka mempunyai lahan sangat subur bahkan mampu mengundang Melayu, Bugis dan penjajah dating ke tanah mereka. Walaupun orang asing banyak hadir ke pulau ini, masyarakat Jawa akan bertindak sopan karena memang itulah cirri mereka. Sopan, sederhana, cenderung tunduk, tidak pernah berbuat dan berkata kasar, sabar dalam keterasingan, tenang, tak senang mengurusi urusan orang lain, berjalan dengan lambat dan tidak tergesa, namun akan menjadi sangat tangkas apabila diperlukan. Seperti itu pemaparan Raffles. Adakah kesamaan dengan orang Jawa hari ini?
            Penyakit yang sangat banyak mendera masyarakat pulau ini adalah gondok. Raffles menyebutnya sebagai dampak dari air yang mereka minum dan udara yang dihirup. Namun tidak jelas kenapa, mengapa dan bagaimananya. Sensus penduduk pada 1815 oleh pemerintah Inggris menyatakan bahwa Jawa dan Madura didiami oleh sekitar 2 juta orang dengan konsentrasi terbanyak adalah di sekitar Batavia dan Preangen (Priangan, red.) yakni sebesar 200 ribu orang. Berarti, sudah sejak dulu hingga hari ini DKI dan kota-kota satelitnya merupakan wilayah padat penduduk.
            Rumah orang Jawa dinamai sebagai umah limasan. Dibangun di atas tanah dengan tempat tidur terletak sedikit lebih tinggi dari tanah namun sangat sederhana. Dinding terbuat dari bamboo demikian pula penyekatnya. Atap dari sirap. Ruangan terbagi dua, untuk orang tua dan untuk anak-anak. Rumah ini tak berjendela dan cahaya mataharihanya masuk dari pintu. Di daerah berhujan lebat, tiang dan atap diperkuat dengan jalinan bamboo. Rumah yang ditempati masyarakat kelas rendah namanya che-bluk/joglo. Rumah bagi masyarakat kelas atasa dalah rumah tumpang dengan pembagian ruangan lebih beragam, di sini biasa tinggal Asisten Gubernur. Terkadang juga ada rumah bertembok batu atau disebut umah gedong. Itulah beberap informasi mengenai orang jawa dan rumahnya.
--Bersambung—