Minggu, 30 Juli 2017

Tuhan Maha Asyik


Gambar terkait



Banyak orang yang beragama, namun tidak ber-Tuhan. Agama hanya diperlakukan sebagai status sosial untuk menegaskan bahwa seorang individu berada pada golongan tertentu. Esensi beragama tidak dipahami oleh semua orang. Kenapa kita harus beragama?

Orang-orang atheis percaya pada sesuatu kekuatan besar yang mengatur alam semesta. Berdasarkan logika manusia yang dituangkan dalam sebuah Hukum Kekekalan Energi dikatakan bahwa “Energy tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, namun hanya bisa berubah bentuk”. Energi yang besar dan tidak terbatas itu dipercaya oleh orang beragama sebagai Tuhan, dengan berbagai nama berdasarkan agama yang dianut. Elemen, zat, kekuatan, atau energi yang luar biasa tersebut tidak dapat dijangkau secara harfiah melalui akal manusia yang dangkal.

Buku ‘Tuhan Maha Asyik’ berisi tentang pemahaman tentang Tuhan secara general melalui kejadian-kejadian yang dialami beberapa anak kecil yang menjadi tokoh dalam buku ini dan penjelasan terhadap kejadian tersebut dengan ringan dan mudah dipahami.

Mungkin banyak orang mempercayai bahwa Tuhan itu jauh, bahkan percaya bahwa pertemuan dengan Tuhan terjadi setelah kematian. Ada juga yang percaya bahwa ‘Tuhan itu ada’ dan ada yang ‘percaya pada Tuhan’. Tuhan seharusanya tidak diumpamakan dengan apapun kerena memang tidak ada yang mampu diserupakan dengan-Nya. Namun analogi sederhana yang bisa menjelaskannya sebagai berikut: Sebuah robot merefleksikan penciptanya, robot itu adalah manifestasi dari hasil pemikiran penciptanya, jadi ada ‘zat’ penciptanya didalam robot tersebut. Dalam konteks Tuhan, maka apabila kita percaya apapun didunia ini adalah ciptaan tuhan, maka segala sesuatu itu juga merupakan refleksi absolut keberadaan Tuhan, bahkan atom terkecilpun merefleksikan adanya Tuhan.

Beriman kepada Tuhan seharusnya tidak hanya diwujudkan dengan ritual formal yang diwajibkan Tuhan melalui anjuran dalam kitab suci-Nya, namun lebih luas pada pemahaman bahwa Tuhan meliputi segala sesuatu, yang pada akhirnya akan menjadikan seseorang menjadi manusia yang baik. Dalam agama islam, manusia diperintahkan sholat untuk mencegah perbuatan keji dan munkar, maka seharusnya tanda yang ditunjukkan orang yang rajin sholat adalah perilakunya yang baik, bukan hanya sekedar tanda yang menghitam disekitar dahi karena terlalu sering sujud.

Disebutkanlah bahwa ilmu itu adalah cahaya. Tuhan sudah sedemikian rupa memberikan cahaya kepada hamba yang berada pada kegelapan. Dalam keadaan gelap, akal menangkap wujud-wujud potensial, dengan adanya cahaya dalam bentuk pengetahuan maka wujud potensial tersebut berubah menjadi wujud aktual yang dapat dipahami manusia, dimanifestasikan dalam bentuk penemuan yang nantinya akan bermanfaat bagi manusia itu sendiri.

Disebutkan bahwa “ciri utama manusia mengenali Tuhan adalah bahwa dia memiliki kearifan dan kebijaksanaan. Dalam praktiknya dia akan memperlihatkan kecerdasan spiritual dalam menghadapi apapun di dunia ini. Dan fungsi agama secara esensial adalah membimbing umat manusia mengalami transformasi spiritual, agar nama-nama (yang merujuk pada sifat) Tuhan termanifestasi dalam dirinya” (Hal 223)


Judul                  : Tuhan Maha Asyik
Pengarang          : Sujiwo Tejo dan MN Kamba
Tahun terbit       : 2017
Penerbit             : Imania
Peresume           : Khairisa

RAFILUS



“Rafilus mati dua kali. Kemarin dia mati. Hari ini, tanpa pernah hidup kembali, dia mati lagi. Dia berkaki dua, berjalan seperti manusia biasa, akan tetapi langkah-langkah kakinya menimbulkan derap bagaikan kendaraan berat.”

Pasti akan menemukan sepenggal kalimat pada back cover buku penulis legendaris ini. Budi Darma meminjam suara Tiwar untuk memunculkan sebuah ruang baru. Menjungkar-balikkan ruang.

Rafilus mati dua kali, kemarin mati. Sekarang mati lagi. Manusia besi yang berbalut daging. Benar-benar menemui masanya.

Budi Darma pandai bermain dengan diksi dengan gaya surealisme. Tiwar adalah tokoh yang menciptakan bayangan Rafilus. Melalui cerita opas pos tua yang sering mengirimkan sepucuk surat Pawestri.

Usianya 65 tahun, Munandir namanya. Sering bercerita tentang sosok Rafilus. Baik menemuinya saat mengirim surat dari redaksi. Pun hanya sekedar lewat rumahnya. Tak ayal, tanda tangan Rafilus selalu membuat kertas sobek.

Melalui surat Pawestri, gadis yang dicintainya. Ternyata mencari sosok Rafilus. Pawestri yang sehari-harinya dalam tekanan orangtuanya. Tersiksa oleh sikap bejat ayahnya. Pun ibunya hanya ikut-ikutan saja. Pawestri merajuk ingin bertemu dengan Rafilus.

Pada suatu hari, Tiwar menghadiri acara hajatan salah satu hartawan di Surabaya. Jumarup, namanya. Memiliki banyak pabrik kaos oblong. Mengundang hampir semua masyarakat. Dikenal atau tidak. Termasuk Rafilus turut hadir.

Tiwar melihat sosok Rafilus yang berdiri di dekat patung, rumah Jumarup yang megah. Tapi, tak ada tuan rumah. Ada beberapa orang kesal, karena tamunya diundang lantas dibiarkan. Hanya kamera CCTV, yang seolah mengintai kelakuan tamunya.

Lantas lelaki yang kesal melempar gelas yang disuguhkan pelayan. Gelas terlempar tanpa arah, mengenai kepala Rafilus. Hingga terdengar suara kelontang.

Tiwar, semakin yakin. Rafilus benar-benar manusia besi.

Opas Pos yang sudah uzur, sering bercerita pengalaman semasa menjadi kurir. Dia bertemu dengan seorang keturunan Belanda yang belum pindah ke asalnya, sejak kedatangannya ke nusantara. Bukan orang yang berkulit putih, lelaki yang sering sendiri ini berkulit gelap, rambut yang keriting mengembang.

Van Der Klooning namanya, barangkali dia ayah Rafilus. Mampu memusnahkan nyawa orang dengan satu kali hantaman.

Rafilus tinggal terletak sekitar Jalan Margorejo. Sebelum menuju kediaman Rafilus, terdapat jalan yang menghubungkan ke kota Malang dan Jember. Perlintasan kereta api pun terletak di sana. Jangankan becak, sepeda roda dua enggan sekedar melewati. Lampu peringatan yang jarang berfungsi. Kereta sudah sering melahap kendaraan.

Suatu ketika Tiwar berhasil mempertemukan Pawestri dengan Rafilus. Mereka berkumpul dalam satu mobil yang dikemudikan oleh Rafilus. Tak tahu siapa pemilik mobil itu. Jok mobil sudah usang dan jebol.

Mereka melintas di rel Kereta api yang menanjak. Mobil macet. Sudah banyak orang berusaha mendorong bokong mobil. Namun, tak mampu maju pun tak bisa mundur.

Suara kereta sudah meraung pada rel. Pawestri dan Tiwar menyelamatkan diri. Mobilnya terseret 300 meter. Rafilus ikut tergilas. Badannya utuh. Hanya kepalanya yang menggelinding.

Tak ada yang kenal dengan sosok Rafilus. Tidak ada identitas. Hingga warga menyarankan memakamkan pada kuburan yang murah.

Tetapi muncul sosok tak dikenal, mengurus pemakamannya. Akhirnya Rafilus dibawa ke rumah sakit. Menjalani ritual akhirnya. Akan dimakamkan di pemakaman orang kaya.

Di hari yang sama Jumarup meninggal. Banyak pelayat yang hadir. Ratusan anak yatim yang pernah disantuni oleh Jumarup turut menyemut. Menyulitkan ambulans yang membawa Rafilus untuk bergerak.

Ambulan yang mengangkut mayat, menjadi macet tepat di rel kereta. Kereta kembali melintas. Semua isi ambulans keluar kecuali Rafilus.

Rafilus mati untuk kedua kalinya. Hancur remuk ambulans sementara Rafilus tetap. Hanya kepalanya yang menggelinding. Seolah tak ingin menyatu dengan jasadnya.

~*~

Beberapa catatan Budi Darma, salah satunya mengenai kaum musyrik terhadap hari kebangkitan. Buku ini pertama kali diterbitkan dengan judul yang sama oleh Penerbit Balai Pustaka pada 1988. Kemudian Penerbit Jalasutra, Mei 2008. Terakhir Noura Book Publishing pada Mei 2017.

Bahasanya sederhana, alurnya runtut. Tetapi saya menemukan banyak kebingungan. Novel ini nyaris tanpa dialog.

“Ketidaktahuan adalah siksaan, dan siksaan adalah obsesi. Setiap obsesi mengalami masa inkubasi yaitu saat meledak.” Budi Darma, Juli 1985.

Situbondo, 19 Juli 2017


Judul : RAFILUS 
No. ISBN: 9786023852291
Penulis : Budi Darma
Penerbit: Noura Book Publising
Tanggal terbit: Mei - 2017
Jumlah Halaman: 388
Peresume : Baiq Cynthia

Minggu, 16 Juli 2017

FIQIH POLITIK HASAN Al BANNA

Hasil gambar untuk FIQIH POLITIK HASAN Al BANNA


Politik sejatinya merupakan suatu hal yang melekat pada keseharian setiap manusia, baik disadari ataupun tidak. Sedangkan fiqih yaitu berbicara mengenai hukum-hukum atau ketentuan. Tidak dapat dipungkiri apabila kita berbicara tentang fiqih, maka pasti yang kita dapati yaitu perbedaan pendapat. Maka dari itu perbedaan pendapat dalam hal fiqih, apalagi fiqih politik merupakan hal yang wajar dan harus kita maklumi. Fiqih berarti pemahaman atau kecerdasan. Makna Fiqih tidak hanya mengetahui tetapi pemahaman yang mengharuskan pemakaian akal, menggunakan pikiran, serta mencapai kepada pemahaman itu setelah melalui usaha yang keras. Menurut istilah, Fiqih tidak bisa didapat oleh sembarang orang, hanya dia yang memiliki kemampuan akal yang tinggi, memiliki tingkat keimanan yang tinggi dan memiliki keshalihan yang spesifik. Menurut hukum syara’, fiqih berarti menggali hukum-hukum syara’ yang praktis dari dalil-dalil yang rinci.

Oleh karena pentingnya politik itu sendiri, disini syaikh Hasan Al Banna berusaha untuk membuat suatu tulisan dalam bentuk buku yang membahas mengenai pendapat beliau tentang fiqih politik itu sendiri yang tentunya merupakan suatu hasil kristalisasi dari berbagai sumber dan pemikiran beliau. Hasan Al-Banna sangat mengerti problematika ummat Islam dan mengikuti kejadian-kejadian politik yang terjadi di dunia Islam serta di luar dunia Islam. Karenanya beliau sangat mengerti mengenai kolonialisme barat yang gencar pada waktu itu.

Di dalam buku ini, Hasan al Banna menerangkan bahwa sumber Fiqih politik adalah Al-Qur’an, Sunnah Rasulullah SAW, serta Kitab-kitab Fiqih. Al-Qur’an memberikan penjelasan yang luar biasa mengenai berbagai kebutuhan kita sebagai manusia. Karenanya Al-Qur’an merupakan manual book  bagi manusia. Di dalamnya terkandung pula ketentuan-ketentuan tak terkecuali tentang politik. Sedangkan dalam Sunnah Rasulullah SAW diterangkan mengenai hadits-hadits yang bermacam macam rupanya, tak terkecuali tentang politik. Dan yang terakhir dalam kitab-kitab fiqih. Tentunya para ahli fiqih memiliki pandangan yang sangat mendalam mengenai islam dan tentunya juga mengenai politik.

Di dalam bab islam dan kolonialisme barat, Hasan Al  Banna menyadari dan selalu mengingatkan umat islam akan adanya serangan yang membabi buta dari barat terhadap agama ini dengan berbagai cara-cara busuk.  Hasan Al  Banna telah memunculkan kembali kesadaran berpolitik melalui buku fiqih politik tulisanya ini. Berdasarkan fiqih ini, ia mendirikan suatu gerakan jihad yang meyakini bahwa islam datang untuk mengatur semua sisi kehidupan seorang muslim. Islam harus berkuasa dan islam harus memimpin.

Hasan Al  Banna menjelaskan dengan buktu bukti yang kuat bahwa islam datang untuk membahagiakan umat manusia secara keseluruhan. Hasan Al  Banna juga melalui buku ini menyerukan bahwa ikhwanul muslimin merupakan gerakan yang berprinsip bahwa islam adalah agama yang mengatur segala segi segi kehidupan muslim, tak terkecuali tentang politik. Selain itu, beliau juga menyerukan beberapa tuntutan tuntutan politik kepada para pemimpin negara negara arab, para raja dan para pangeranya.

Di buku ini juga dijelaskan bahwa pemerintahan Islam adalah pemerintah yang terdiri dari pejabat-pejabat pemerintah yang beragama Islam, melaksanakan kewajiban-kewajiban agama Islam dan tidak melakukan maksiat secara terang-terangan, melaksanakan hukum-hukum dan ajaran agama Islam. Menurut Hasan Al-Banna, pemerintahan merupakan salah satu dari kewajiban agama ini, tetapi kewajiban mendirikan pemerintahan Islam tidak sama dengan kewajiban-kewajiban agama Islam yang lain. Menurut beliau, islam tidak dapat diralisasikan sebagaimana kehendak Allah kecuali bila ada pemerintahan yang menerapkan semua hukum-hukum islam dalam setiap sisinya, baik politik, ekonomi, hukum, hubungan internasional, maupun yang lainya.  Dijelaskan pula dalam buku ini, yaitu pendapat Hasan Al Banna mengenai fungsi daripada pemerintahan. Kewajiban kewajiban pemerintahan islam, menurut beliau adalah sebagai berikut:

1.               Menjaga keamanan dan melaksanakan undang-undang
2.               Menyelenggarakan pendidikan
1.               Mempersiapkan kekuatan
2.               Memelihara kesehatan
3.               Memelihara kepentingan umum
4.               Mengembangkan kekayaan dan memelihara harta benda
5.               Mengokohkan akhlak
6.               Menyebarkan dakwah

Hasan Al Banna berpendapat bahwa perubahan-perubahan menuju masyarakat yang lebih islami tersebut dilakukan secara bertahap. Harus disusun Strategi secara matang, mempersiapkan kader yang matang baik secara keilmuan maupun secara ruhiyah serta waktu yang tepat. Semua dilakukan dengan terperinci dan matang, tidak tergesa gesa dan tidak pula spekulatif.

Selain itu, pendapat lain dari Hasan Al Banna yaitu mengenai undang undang konvensional. Menurut beliau, segala undang undang konvensional yang menyelisihi hukum syariat maka batal dan tidak boleh bagi seorang muslim untuk menerimanya. Tidak boeh seorang muslim untuk berlindung kepadanya atau menyelesaikan urusan denganya. Dijelaskan pula dalam buku ini mengenai kepemimpinan dalam negara yang isinya antara lain sebagai berikut:

1.               Tanggung jawab kepala negara

Pemimpin patut mendapat evaluasi dari rakyat apabila kerja pemimpin tidak melakukan kewajiban-kewajibannya. Sebab seorang pemimpin telah melakukan kontrak dengan rakyat, maka hak yang patut diperoleh pemimpin adalah mendapatkan dukungan, kekuasaan, dan kepatuhan rakyat. Pendapat pemimpin dan wakilnya dalam sebuah masalah yang tidak ada nash atau masalah yang mengandung berbagai macam kemungkinan dan dalam masalah mursalah (lepas) maka pendapat itu wajib dipatuhi selama tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah syari’at. Dalam hal ini, ummat Islam adalah pemberi mandat, dan pemimpin adalah peenrima mandat. Masing-masing harus melaksanakan kewajibannya dahulu sebelum mendapat haknya.

2.               Kepala negara dan pelimpahan wewenang

Diantara fiqih yang dianut  Hasan Al-Banna yaitu bahwa seorang kepala negara memiliki hak dan kewajiban tertentu. Beliau berpendapat bahwa pelimpahan wewenang dari seorang kepala negara terhadap orang lain yang telah diseleksi dalam pemilihannya untuk ditugaskan membantu mengurus ummat baik dengan pendapatnya sendiri atau hasil ijtihadnya sendiri adalah boleh.

3.               Khilafah

Khilafah adalah sistim pemerintahan yang paling tinggi dalam agama islam. Orang yang menjabatnya disebut khalifah. Ia adalah pemimpin agama islam yan memliki hak serta kewajiban tertentu. Ikhwanul muslimin memiliki pendapat bahwa khiafah adalah simbol persatuan umat. Mereka meyakini bahwa usaha untuk mewujudkan khilafah ini tentunya memiliki proses yang sangat panjang serta dengan berbagai tahapan. Tahapan tersebut antara lain menurut ikhwanul muslimin yaitu adalah terbentuknya hal-hal berikut:

1.               Pribadi muslim
2.               Keluarga muslim
3.               Masyarakat muslim
4.               Pemerintahan muslim

Di dalam buku ini juga menerangkan tentang berbagai hal. Diantaranya yaitu kaidah konstitusional bagi ikhwanul muslimin, peran wanita dalam politik, sistem pemilihan, dan minoritas non muslim dalam sistem pemerintahan islam. Selain itu disini juga dijelaskan tentang bagaimana kita meminta suatu bantuan terhadap non muslim. Disini dibolehkan dengan beberapa syarat, yaitu ketika dalam keadaan darurat dan tidak pada jabatan jabatan publik

Hasan Al Banna menyadari bahwa dalam realitasnya musuh musuh dakwah adalah sangat banyak. Baik para yahudi maupun kaum barat. Oleh karena itu tidak ada pilihan lain kecuali untuk membentuk suatu badan militer yang terlatih dan disiapkan dengan baik dari segi keimanan, spiritual, fisik, maupun keilmuan untuk menghadapi musuh musuh umat islam dan untuk menghadapi musuh musuh islam.

Jadi pada intinya disini menurut saya, dalam buku ini dijelaskan mengenai pendapat syaikh Hasan Al Banna tentang penjabaran politik, pemerintahan serta hal-hal yang memiliki sangkut paut denganya. Apa yang telah disampaikan oleh syaikh Hassan Al Banna tentang pendapatnya mengenai politik yaitu politik memiliki daya elastisitas sesuai dengan perubahan zaman dan tempat. Karena susungguhnya islam mengatur segala peri kehidupan manusia, termasuk juga tentang pemerinahan dan politik.




Judul Novel                    : Fiqih Politik Hasan Al Banna
Penulis                            : Dr. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris
Penerbit                          : Media Insani Publishing
Tahun Terbit                 : 2011
Jumlah Halaman          : 217 Halaman


Bandung, 11 Juli 2017
Muhammad Insan Aulia

API SEJARAH (Jilid 2)


Hasil gambar untuk api sejarah


Api Sejarah 2 melanjutkan kupasan sejarah di Indonesia yang telah dituliskan dalam Api Sejarah 1. Jika dalam Api Sejarah 1 kita akan merasakan perubahan sudut pandang secara drastis terhadap Sejarah Indonesia, maka di sekuel keduanya ini rasa kepenasaran terhadap kebenaran sejarah indonesia akan tuntas, terutama dalam era pasca 1942 hingga orde reformasi.

Buku ini terbagi menjadi 5 bab yang merupakan kelanjutan dari bab pada Api Sejarah 1. Dimulai dari “Peran Ulama Dalam Pembangunan Organisasi Militer Modern”, dilanjutkan dengan “Peran Ulama Dalam Gerakan Protes Sosial dan Pemberontakan Tentara Pembela Tanah Air”. Dua bab awal ini lebih menonjolkan peran ulama pada masa penjajahan Jepang. Pada bab berikutnya, penulis menyajikan kupasan mengenai “Peran Ulama dalam Menegakkan dan Mempertahankan Proklamasi” yang dilanjutkan dengan “Peran Ulama Menegakkan dan Mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia”, dua bab ini menjelaskan tentang pasang surut peran ulama dalam masa revolusi Indonesia dan masa orde lama yang perlahan mulai dikengkang oleh pejabat penting Indonesia. Serta bab “Langkah penyesuaian Ulama dan Santri di Orde Baru dan reformasi” menutup kisah kebenaran sejarah Indonesia yang ditulis pada buku ini.

Sesuai dengan judul buku ini, Api Sejarah 2 ini berhasil memberi sebuah cahaya ditengah kegelapan akan kebenaran sejarah Indonesia yang begitu terasa meragukan dan janggal. Melalui buku ini kita akan tahu begitu penting dan sentralnya peran ulama dan santri dalam penegakkan NKRI sejak awal kedatangan kaum imperialis diawal abad 16 hingga memasuki era modern sekarang ini yang sangat jarang ditampilkan kepublik. Melalui buku ini pula, Ahmad Mansyur Suryanegara membongkar upaya deislamisasi dan depolitisasi ulama penulisan sejarah Indonesia yang sudah berlangsung lama.

Jika ketika melihat buku-buku sejarah pada umumnya, terdapat pembatasan antara rangkaian peristiwa, tokoh dan gagasan yang melatarbelakangi peristiwa dan tokoh sejarah tersebut. Pada pembelajaran sejarah tingkat awal biasanya melakukan pendekatan melalui pengenalan peristiwa-peristiwa sejarah lalu pada tingkat lanjut kita mempelajari sejarah melalui pendekatan gagasan-gagasan yang tercipta dalam sejarah. Namun Api Sejarah ini dengan berani menyajikan ketiga hal tersebut sekaligus dan langsung menuntaskan semua pertanyaan mengenai sejarah-sejarah Indonesia yang terlupakan ini secara gamblang disertai dengan bukti pendukungnya.

Buku ini cukup merepotkan bagi yang belum terbiasa membaca tulisan sejarah yang menampilkan kerumitan antara peristiwa, tokoh dan gagasan. Untuk memahami setiap peristiwa dalam buku ini kita perlu membolak-balik halaman hingga maju mundur dalam membacanya. Selain itu dengan tema yang berloncat-loncat, peristiwa yang dikupas secara singkat, dan penyelipan foto tokoh-tokoh sejarah dengan penjelasan singkat ini masih menimbulkan rasa penasaran bagi para pembacanya. Namun jika dilihat dari ruang lingkup bahasan sejarah pada buku ini yang terbatas pada peran Ulama dalam menegakkan dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik indonesia, maka rasa penasaran tersebut benar-benar sudah terjawab di buku ini.

Secara umum, buku ini benar-benar layak untuk dibaca oleh semua pecinta sejarah Bangsa ini. Bahasa yang ditampilkan secara lugas, cerdas, dan berkualitas telah menyajikan sejarah Islam Indonesia sebagai sesuatu yang patut diingat dan dihargai. Menjadi sebuah api yang menjadi pelita ummat Islam untuk selalu berusaha menorehkan sejarah terbaiknya selama hidupnya di dunia ini.

Ulama dan Santri, walaupun demikian akbar mahakaryanya tetapi tetap tidak sunyi dari adanya lawan. Dengan Deislamisasi penulisan sejarah Indonesia, mereka akan mengubah pikiran bangsa dan memadamkan cahaya Islam. Berhasilkah usaha lawan Islam? Allah dalam Al-Quran menjawab, justru lebih menyempurnakan jalan dan hukum syariat Islam.



Judul Novel                    : Api Sejarah Jilid II
Penulis                            : Prof. Ahmad Mansur Suryanegara
Penerbit                          : PT. Salamadani Pustaka Semesta, Bandung
Tahun Terbit                 : 2010


Bandung, 11 Juli 2017
Muhammad Insan Aulia

API SEJARAH (Jilid 1)

Gambar terkait
Ahmad Mansur Surynegara menceritakan bahwa Islam mempunyai peran yang sangat penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Pengarang ingin mencoba menjelaskan tentang pengaruh Islam dan ulama dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Namun, akan terlalu berlebihan jika menuding buku ini hanya menonjolkan peran satu golongan. Sebab, buku ini mengajak kita untuk bersedia mengoreksi dan meletakkan fakta-fakta yang belum terungkap secara proporsional.

Secara garis besar buku ini dibagi dalam beberapa sub pembahasan berdasarkan pembabakan waktu sejarah. Pembahasan tersebut di kelompokkan dalam 4 bab, yaitu :

Bab Pertama (Pengaruh Kebangkitan Islam di Indonesia)

· Penamaan berbagai tempat dan selat dengan bahasa Arab, karena sudah sejak lama Islam telah banyak melahirkan cendikiawan muslim jauh sebelum Barat tampil sebagai imperialis.

·  Persinggungan yang kuat dengan Islam, maka sampai muncullah kekuatan politik Islam seperti: Leran Gresik, Samodra Pasai, Aceh, Demak, Mataram, Cirebon, Banten, Jayakarta, Sumedang, Pontianak, Ternate, Tidore, Ambon, Malaka, Brunei, dll

Bab Kedua (Masuk dan Perkembangan Agama Islam di Nusantara Indonesia)

· Teori Gujarat dari Prof. Dr. C. Snouck Hurgronje (Orientalis Belanda). Katanya tidak mungkin Islam masuk tanpa melalui ajaran tasawuf di India, dan daerah yang pertama dimasuki adalah Kesultanan Samodra Pasai pd abad ke-13. Dr. Snouck tak mampu membedakan kapan Islam masuk dan kapan Islam berkembang, kemudian mahzab apa? Sungguh sangat lemah pendapatnya ini.

·  Teori Makkah menurut Prof. Dr. Buya Hamka (Medan, 1963), didasarkan pada berita Cina Dinasti Tang, telah ada hunian bangsa Arab Islam di pantai Barat Sumatera pada abad ke-7 Masehi.

· Teori Cina dari Prof. Dr. Slamet Muljana (1968), mengatakan bahwa Sultan Demak adalah peranakan Cina, dan bahkan Wali Songo juga merupakan peranakan Cina. Didasarkan pada Knonik Klenteng Sam Po Kong yang menyebutkan Sultan Demak Penembahan Fatah dg Panembahan Jin Bun, Sultan Trenggana dg Tung Ka Lo, Sunan Ampel dg Bong Swi Hoo, dan Sunan Gunung Jati dg Toh A Bo.

·  Teori Maritim menurut N.A Baloch sejarawan Pakistan. Disebutkan bahwa Umat Islam telah memiliki navigator/mualim dan wirausaha muslim yang dinamik dalam penguasaan maritim dan pasar. Karenanya melalui aktivitas tersebut ajaran Islam mulai diperkenalkan di sepanjang laut niaga di pantai-panti tempat persinggahannya pada masa abad ke 1 Hijriah/7 Masehi.

 Bab Ketiga (Peran Kekuasaan Politik Islam Melawan Imperialisme Barat)

·  Wirausahawan muslim yang datang ke Indonesia tidak hanya sebatas bertindak sebagai pelaku pasar semata, namun juga pengaruh pasar juga mengakumulasi kebutuhan ekonominya dan dari pasar tumbuh kebutuhan lain, yakni pendidikan generasi muda dan pesantren maka lahirlah komunitas baru di tengah masyarakat Nusantara Indonesia yang antara lain: 1)Wirausahawan dari pasar dan Bandar pelabuhan; 2)Ulama dari pesantren dan masjid serta pasar; 3)Santri dari masyarakat, putra sultan dan putra wirausahawan; 4)Perkembangan berikutnya komunitas ini, menuntut dibentuknya pemerintahan atau kekuasaaan politik Islam atau Khilafah.

·  Pada abad ke-9 Masehi telah terbentuk kekuasaan politik Islam di Aceh. Abad ke-11 Masehi telah berdiri pula kekuasaan politik Islam di Leran Gresik, Jawa Timur, yang dibangun oleh Fatimah Hibatoellah binti Maimoen jauh sebelum Keradjaan Hindoe Madjapahit dibangun di Trowulan Mojokerto, Jawa Timur 1294 Masehi.

·  Perlawanan kekuasaan politik Islam terhadap Barat adalah karena imperialisme mereka yang hendak menjadikan rakyat Indonesia sebagai budak di tanah sendiri.

·  Muncul berbagai perlawanan kekuasaan politik Islam seperti Kesultanan Demak dan Kesultanan Aceh untuk merebut kembali Malaka, 1512 Masehi yang telah direbut oleh Imperialis Katolik Portoegis, Albuquerque 1511 Masehi. Kesultanan Cirebon oleh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati 1527 Masehi, Kesultanan Banten/Mataram oleh Sultan Agung 1613-1645 Masehi, Sultan Hasanuddin Makasar 1653-1669 Masehi, Pangeran Diponegoro 1825-1830 Masehi, Imam Bonjol Sumatera Barat 1821-1837 Masehi, Si Singamangaradja XII 1872-1907 Masehi.

·  Memasuki abad ke-20, 1900-1939 Masehi muncullah beberapa -Isme yang timbul pada masa kebangkitan kesadaran nasional Indonesia yang dipelopori oleh Nasionalisme Islam diikuti oleh –Isme kontranya: 1)ISLAMISME (memelopori bangkitnya kesadaran nasionalisme Islam seperti Djamiatoel Choir, Al-Irsjad, Sjarikat Dagang Islam, Sjarikat Islam, Persjarikatan Moehammadijah, Persjarikatan Oelama, Matla’oel Anwar, Nahdlatoel Oelama, Nahdlatul Wathan, Persatoean Moeslimin Indonesia dan Persatuan Islam; 2)Djawanisme, Tradisionalisme, Kesoendenisme (Boedi Oetomo, Serikat Prijaji, Igama Djawa Pasoendan, Seloso Kliwon-Taman Siswa; 3)Komunisme (Ide komunis internasional yaitu Perserikatan Kommunist di India (PKI) diikuti ide komunis nasional; 4)Marhaenisme (Perserikatan Nasional Indonesia/PNI); dan 5)Kebangsaan Sekuler (Partai Indonesia Radja/Parindra, Gerakan Rakjat Indonesia/Gerindo).

Bab Keempat (Peran Ulama dalam Gerakan Kebangkitan Kesadaran Nasional)

Peran Ulama dalam Gerakan Kebangkitan Kesadaran Nasional (1900-1942). Bab ini dimulai dengan munculnya organisasi pertama yang memelopori perjuangan kemerdekaan, yaitu Serikat Islam yang dipimpin Oemar Said Tjokroaminoto. Karena Belanda terlalu khawatir, sehingga dibentuklah organisasi tandinganya Budi Utomo, Budi Utomo ini organisasi yang eksklusif khusus buat Priyayi saja. Sehingga Budi Utomo tidak lebih merakyat dibandingkan Serikat Islam. Selain Serikat Islam ada juga Serikat Ulama, Muhamadiyah, NU dan lain-lain.



Judul Novel                    : Api Sejarah Jilid I
Penulis                            : Prof. Ahmad Mansur Suryanegara
Penerbit                          : PT. Salamadani Pustaka Semesta, Bandung
Tahun Terbit                 : 2009

Bandung, 11 Juli 2017
Muhammad Insan Aulia

BEAT THE GIANT


Hasil gambar untuk BEAT THE GIANT Strategi Merek Indonesia Menandingi Merek Global dan Menjadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri 


Part 1



McKinsey&Co memprediksi bahwa Indonesia akan menjadi negara ekonomi terbesar ke-7 di dunia pada tahun 2030. Menariknya, ekonomi terbesar ini sebagian besar didorong oleh konsumsi masyarakat yang telah mencapai setengah GDP Indonesia. Menurut Bank Dunia, 60% dari 240 juta penduduk Indonesia adalah kelas menengah dengan pengeluaran perkapita $2-20/hari, merupakan potensi pasar yang sangat besar. Alasan potensi pasar inilah Indonesia menjadi sasaran investor asing terutama dari negara maju.

Ekonomi global mulai bergeser ke arah Asia sejak krisis ekonomi di AS tahun 2008 dan Eropa. Sebut saj Cina dan India yang kini sedang bersinar. Lalu Indonesia. Prediksi ekonomi Indonesia yang berasal dari consumption-driven ini yang dinilai meresahkan. Mandeknya pasar-pasar di Eropa dan AS berakibat pada dialihkannya bidikan pasar mereka ke emerging countries seperti Indonesia. Akibatnya Indonesia menjadi negara comport zone yang cenderung terlena sebagai buyer bukan produsen. Yang menjadi keresahan terbesar adalah jika bangsa Indonesia hanya menjadi “bangsa konsumen” dan “bangsa penikmat” yang tiap pekannya hanya menyemut di mal-mal di pusat kota. Yang ditakutkan adalah pebisnis lokal tak dapat menciptakan nilai dan mencipta merek untuk menandingi pemain asing, resah karena pebisnis lokal tak bisa menjadi tuan di negeri sendiri (p.4).

Perusahaan asing sudah banyak berekspansi di Indonesia. Sebut saja industri Telekomunikasi, semua merek asing kecuali Telkom. Perbankan papan atas dimiliki asing, untung saja BUMN seperti BNI, BRI, Mandiri masih eksis. Coba kita tengok ke kamar mandi atau ke dapur, mulai dari sabun mandi, pasta gigi, sampo, sabun cuci, margarin, kecap, susu, kosmetik, barang elektronik rumah tangga, dll hampir semua merek milik asing.

Lalu bagaimana sebaiknya kita memposisikan diri? Cara terbaik untuk menjadi pemain tangguh di pasar adalah dengan terjun langsung di arena pasar, cerdas membangun strategi dan daya saing, dan kemudian improve all the time, termasuk belajar dari pesaing global (p.6). Buku ini hadir untuk memberikan gambaran startegi bagaimana pemain (brand) asing menguasai pasar.

Judul Buku        : BEAT THE GIANT Strategi Merek Indonesia Menandingi Merek Global dan Menjadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri
Penulis               : Yuswohady, Dyah Hasto Palupi, dan Teguh Pambudi
Penerbit             : Kompas Gramedia
Tahun                 : 2013
Halaman            : 545


Bandung, 5 Juli 2017
-THW-

MAFIA MIGAS VS PERTAMINA Membongkar Skenario Asing di Indonesia


Hasil gambar untuk MAFIA MIGAS VS PERTAMINA Membongkar Skenario Asing di Indonesia

Hampir 85% migas Indonesia berada di tangan asing, namun meski kekayaan migas kita besar, negeri kita tak mampu menyejahterakan rakyatnya (p.iii). Sejak awal Indonesia tidak pernah punya kedaulatan terhadap sumber daya alamnya sendiri. Walaupun Indonesia kaya akan sumber daya alam namun tidak memiliki kapasitas teknologi untuk mengolahnya. Bahkan bilapun Indonesia mampu mengolahnya, ia masih bergantung pada pasar dunia (p.vii).

Sumber minyak yg menjanjikan secara komersil ditemukan di Indonesia sekitar tahun 1880-an dan 1890-an, sejak itu modal asing mulai dipenetrasikan dalam bisnis migas di Indonesia. Mulanya hanya penjajah Belanda yang bermain, namun seiring waktu Inggris, Amerika Serikat, dan Jepang mulai ikut bermain. Dalam catatan sejarah disebutkan bahwa minyak sudah digunakan oleh manusia sejak 6000 tahun lalu untuk menyalakan obor dan api untuk memasak, ramuan untuk mengobati penyakit kulit atau luka, bahkan digunakan untuk alas tidur.

Pasca Revolusi Industri yang dimotori kaum kapitalis (pemilik modal), mereka menemukan bahwa minyak bumi menjadi komoditas yang sangat menguntungkan untuk dunia industri. Revolusi industri yang terjadi di Eropa, khususnya Prancis dan Inggris menandakan tenaga manusia tergantikan dengan tenaga mesin secara revolusioner, misalnya penemuan mesin uap oleh James Watt. Kebutuhan akan minyak ini semakin meningkat ketika musim perang khususnya saat Perang Dunia I dan II. Hal ini memicu para pedagang untuk melakukan pencarian sumber minyak di seluruh dunia (p.16).

Indonesia menjadi salah satu sasaran perburuan sumber minyak bumi. Tahun 1871 dibangun sebuah camp tambang migas pertama di lereng gunung Ciremai, Jawa Barat. Kemudian ditemukan sumber lainnya di Langkat, Sumut. Dari sini mulai terjadi eksploitasi sumber minyak bumi dan mulai masuk berbagai pengusaha minyak asing ke Indonesia. Beberapa perusahaan migas asing yang pernah didirikan antara lain : Standar Oil (AS) milik Rockefeller, Royal Dutch, Shell Transport and Trading yang kemudian fusi menjadi Royal Dutch-Shell (Belanda) yang kemudian mengembangkan banyak anak perusahaan. Dua perusahaan ini bersaing ketat memperebutkan migas di Indonesia.

Ketika Jepang akhirnya menjajah Indonesia dan sistem perbudakan dimulai, kilang-kilang minyak pun mulai dikuasai Jepang meskipun saat itu kondisinya 90% rusak parah karena sengaja dihancurkan oleh pemiliknya sebelum ditinggalkan. Perbudakaan pribumi saat itu dimulai dari pengerjakan kilang-kilang minyak yang rusak. Ketika Hiroshima dan Nagasaki di bom dan tentara Jepang kembali ke negaranya, pebisnis migas Belanda dan AS mulai masuk lagi ke Indonesia hingga kini.

Dalam pandangan pengusaha migas, Pertamina dianggap sebagai penghambat bisnis migas di Indonesia mengingat peran monopoli Pertamina sebagai pemegang kuasa kontrak bagi para penguasa migas asing. Pertamina akhirnya dikriminilisasi untuk menghancurkan Pertamina dengan bergulirnya wacana bahwa Pertamina sebagai BUMN yang memonopoli bisnis migas di Indonesia telah menjadi penyebab terjadinya inefisiensi dan perilaku penyimpang pengelolanya dlm bentuk korupsi. Agar pengelolaan Pertamina efisien harus diprivatisasi dan dibiarkan bertarung dengan pasar bebas internasional.

UU No. 22 Tahun 2001 diberlakukan yang hakikatnya penjelmaan kepentingan asing. Masalah UU ini antara lain : dicabutnya monopoli Pertamina terhadap bisnis migas yang berdampak pada lahirnya berbagai macam pajak baru. Akibatnya produksi migas Indonesia turun dan harga minyak dunia naik. Kedua jebolnya APBN lain karena harga minyak dalam negeri harus mengikuti harga minyak dunia. Jadi sebenarnya pemerintah menaikkan harga BBM bukan untuk mengalihkan subsidi dari orang kaya ke orang miskin melalui BLT, namun merupakan upaya sistematis untuk mendekati harga minyak di pasaran dunia (p.129-130).

Dan pada akhirnya kondisi ini memberikan peluang bagi pebisnis migas asing untuk brsaing di Indonesia. Melalui UU ini juga terjadi pemandulan sistem production sharing contract yang selama ini digunakan dengan perusahaan migas asing di Indonesia. Sistem ini sebenarnya bertujuan untuk melepaskan monopoli Pertamina, namun disisi lain perusahaan asing dapat melakukan monopoli dan oligopoli migas (p.131). Perusahaan asing seperti Standar Oil mislanya terbukti telah mengembangkan banyak anak perusahaan dalam bisnis migas di Indonesia.


Judul buku         : MAFIA MIGAS VS PERTAMINA Membongkar Skenario Asing di Indonesia
Penulis               : Ismantoro Dwi Yuwono
Penerbit             : Galang Pustaka
Tahun Terbit     : 2014
Halaman            : 183

Bandung, 5 Juli 2017
-THW-

Practical Handbook of Graphology






Semua tindakan, termasuk menulis, dimulai dari otak, begitu kata buku ini. Otak sebagai sistem saraf pusatlah yang mendorong kita untuk menulis. Misalnya, garis, kurva, loop, dan titik-titik, hasilnya adalah pencerminan dari alam bawah sadar.

Untuk teman-teman yang pernah/sedang terlibat di dunia psikologi, kita sering dihadapi tes kepribadian mulai dari kuesioner terstruktur (MMPI-II, 16PF, MCMI-III) pada satu ektrem sampai teknik proyektif seperti TAT, Sentence Completion, dan Rorschach di ekstrem lain. Nah, Grafologi termasuk ke dalam proyektif yakni sebagai ilmu yang mempelajari cara menganalis tulisan tangan. Yang pernah saya dengar, biasanya grafologi diterapkan dalam perusahaan besar ketika membuka lowongan kerja atau ketika interogasi kasus kriminal, tes kejujuran, merekam pola perilaku individu atau iseng-iseng baca kepribadian orang lain (seperti yang saya lakukan).

Dari buku ini saya disadarkan tentang tulisan tangan (kaki/mulut) berkaitan erat dengan impuls otak dan hal itu adalah barometer suasana hati, kondisi fisik, kesehatan emosional dan mental penulisnya. Secara garis besar, hal-hal yang dapat dibaca dalam grafologi adalah;

1.      Emosi dan Perasaan (dilihat dari kemiringan tulisan, bentuk huruf, covering strokes, tekanan)
2.      Cara Berpikir (bentuk huruf, koneksi, kecepatan tulisan, 3 zona (atas, tengah, bawah)
3.      Interaksi Sosial (Margin, ukuran huruf, bentuk huruf, 3 zona, spasi)
4.      Cara Pandang Diri (margin, ukuran huruf, Kapital)
5.      Produktivitas (Margin, garis besar, 3 zona)
6.      Pembahasan lebih dalam (Coretan awal pada tulisan, coretan akhir, tanda baca, hal-hal yang ada pada huruf i dan t)

Akan tetapi, kita tidak boleh asal analisis. Ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan sehingga sampel tulisan tetap terjaga keutuhannya dan tidak salah analisis, seperti; Kertas yang digunakan saat menulis sebaiknya tidak terlalu tebal, tidak terlalu tipis dan tidak bergaris (HVS) dan membebaskan dalam memilih alat tulis. Selain itu perlu diperhatikan copybook (standar menulis) tiap orang. Setiap negara punya copybook sendiri. Contohnya, Amerika yang mengajarkan anak-anak menulis condong kanan. Dalam teori grafologi, tulisan yang miring kanan artinya kepribadian progresif, mampu bersosialisasi dengan baik, cenderung independen. Nah, kita tidak bisa langsung memberi penilaian seseorang seperti itu sementara dia tinggal ditempat yang memang copybook-nya seperti itu.

Membaca buku ini, membuat saya sedikitnya membuka halaman-halaman terakhir karena baru baca sampai teori tapi tidak sabar ingin belajar analisis. Dan akhirnya saya sampai di BAB ketika satu persatu kepribadian dijabarkan lewat; Margin (cara orang melihat masa lalu-masa depan dan orang lain disekitarnya), Kemiringan tulisan (ekspresi emosi penulis), Tiga Zona (Fokus hidup si penulis), Ukuran huruf (kemampuan adaptasi penulis), Bentuk huruf (karakter dasar dan cara berpikir penulis), spasi, dan bahkan sampai panjang-pendeknya koma.

Karena selain itu saya juga jadi tahu ternyata kepribadian juga bisa dilhat dari cara dia menulis huruf i dan t. Apakah titik pada huruf i jauh atau dekat? Apakah dengan atau tanpa tekanan? Terus sering ada kan, orang yang suka nulis huruf i, titiknya kayak garis, ada juga yang kayak lingkaran. Nah, buku ini bahas itu juga. Lalu huruf t, gimana cara seseorang meletakkan stem-nya. Apakah tinggi atau rendah? Lalu gimana dengan orang yang suka nulis huruf t dengan loop (ada kayak lingkaran di bagian atas, biasanya ada di tulisan tegak bersambung), ada juga yang buat huruf t kayak tenda, atau malah huruf t nya mirip huruf A kapital. Nah buku ini menjelaskan semuanya.

Bocoran sedikit, ternyata bentuk tulisan yang bulat menunjukkan individu yang ramah, peka terhadap perasaan orang lain dan hubungan pertemanan. Spasi antarhuruf yang sempit menunjukkan individu yang cenderung tertutup sedangkan spasi yang normal-lebar menunjukkan  terbuka, tetapi tidak terlalu membutuhkan kontak dan hubungan sosial yang terlalu sering. Keterbukaanya tidak membuat ia tergantung pada orang lain. Nah, akan beda lagi spasi perhuruf, dengan perbaris, dan karakter orang yang tulisannya tersambung, huruf m dan n yang tajam, huruf yang besar-besar bahkan sampai penulisn huruf g yang seperti angka 8, dan masih banyak lagi yang bisa diidentifikasi jika membaca buku ini.

Oh ya, dikatakan di buku ini, kita tidak perlu khawatir dengan tulisan yang berubah-ubah. Karena yang ditekankan adalah penggunaan grafologi gestalt yakni membaca kepribadian secara garis besar atau melihat secara umum apa yang tersirat. Percaya, saya baca buku ini sambil lihat tulisan tangan saya waktu masih kuliah dan saat SMA. Karena sekarang kalau menulis seperti cakar ayam dan cepat pegal lantaran lebih sering ngetik daripada nulis.

Buku ini seperti judulnya, practical, menerangkan cara-cara membaca tulisan tangan dengan dilengkapi dengan penjelasan apa itu grafologi, dasar-dasar penilaian grafologi, cara baca tulisan beserta contoh-contoh tulisan yang banyak sekali beserta jabaran karakter dari setiap tulisan itu. Bahkan buku ini memanjakan pembaca dengan memberi bonus Grafometer;  semacam penggaris ukur jarak spasi tulisan dan dilengkapi busurnya untuk mengukur tingkat kemiringan tulisan seseorang (salah satu alasan kenapa saya beli buku ini juga).

Mengingat bahwa saya termasuk orang yang susah basa-basi sama orang yang baru kenal, buku ini sengaja saya beli disaat kuliah pada ajang kenalan sama mahasiswa baru (perempuan). Dan sebagai upaya mencoba memberi kesan “I know you so well...” . Buku ini juga cocok buat kamu yang terbiasa dikelilingi orang banyak dan kamu cenderung berminat untuk melakukan penjelajahan kepribadian dan perilaku manusia melalui tulisan tangan.

Terakhir yang bisa saya katakan (terinspirasi dari hadits yang berbunyi, “Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hati kami di atas agama-Mu.”) adalah; manusia bukanlah robot. Manusia adalah makhuk dinamis yang bisa berubah kapan saja bahkan dalam hitungan detik. Pun soal tulisan tangan, bisa saja berubah. Karena meskipun berasal dari perintah kerja otak, kita tetap punya ruang paling misteri bernama hati.  Karena hati juga punya peran penting.

Karena di dunia ini, tidak ada yang lebih kompleks selain manusia.[]





Judul Buku        : Practical Handbook of Graphology
Penulis               : Sapta Dwikardana
Tebal Halaman  : 109  Halaman
Penerbit             : PT Kanisius
Peresume           : Ika

Di Tanah Lada





“Kakek Kia Meninggal”, menjadi bab pertama dari novel ini yang langsung menyedot perhatian, terutama ketika tokoh utama berkisah dengan polos tentang kehidupan keluarganya yang mirip cuaca di benua Australia. Disini, tokoh utama mengungkapkan bagaimana rasanya ditinggal orang yang paling diandalkan tapi versi uraian anak-anak.

Bisa dibilang, ini adalah novel karya Ziggy yang pertama saya baca dan akhirnya nagih untuk membaca karyanya yang lain. Dengan iming-iming dicover novel sebagai “Pemenang II Sayembara Menulis DKJ 2014”, lantas saya langsung membeli buku ini. Sebab saya cenderung suka membaca karya juara-juara dari lomba karena karya itu pasti sudah melalui seleksi ketat dari para kurator dan tentu punya alasan mengapa jadi juara.

Novel ini berkisah tentang Ava, gadis kecil berusia tujuh tahun yang punya kemampuan linguistik yang bagus. Dia suka sekali membawa kamus bahasa Indonesia kemana-mana. Kamus itu adalah satu-satunya kenang-kenangan dari kakek Kia. Masalah Ava sudah ada sejak lama, ketika ayahnya memanggilnya Saliva atau Ludah karena menganggap Ava tidak berguna. Tapi selepas kakek Kia meninggal,kehidupan Ava semakin parah karena tidak ada lagi yang memarahi ayah. Ava sekeluarga harus pindah ke Rusun Nero. Disana, ia berkenalan dengan P, seorang anak laki-laki berusia 10 tahun yang juga memiliki nasib yang sama dengan Ava. P tidak punya nama, P juga punya ayah yang jahat (dalam pembicaraan mereka) tapi P tidak punya mama, Ava punya. Meskipun mamanya sering sibuk sendiri terutama ketika bertengkar dengan ayah. Tapi Bbersama P, Ava akhirnya menjalani petualangan. Mereka berpindah dari satu tempat ke tempat lain hanya karena untuk pergi ke tanah lada, jauh dari ayah mereka. Dan yang sedikit maksa dari novel ini adalah percakapan romantis a la anak-anak. Saya sampai kerut kening dibuatnya. Mungkin saya yang skeptis. Mungkin tidak.

Menurut saya ini novel ironi dan satir, dimana ada banyak sindiran polos dari pihak anak untuk para orangtua. Membaca percakapan antara Ava dan P lumayan bikin nyengir dan kadang-kadang kayak lagi diejek. Terlihat kalau penulis berusaha meletakkan semua pandangannya menjadi pandangan anak kecil yang polos dan kritis. Contohnya begini;

“Kok, mama kamu mau, ya, menikah sama orang yang mau memotong kakinya?” komentarku

“Mama kamu juga sama aja. Kenapa dia mau menikah sama Papa kamu yang jahat begitu? Mama aku, sih, mendingan. Karena Papa jahat, dia kabur. Mama kamu, kok, nggak kabur?”

“Soalnya. Mama sayang aku. Kalau kabur, nanti aku tinggal sendirian sama Papa, dong. Seperti kamu.”

“Iya. Tapi, kalau Mama kamu sayang sama kamu, dia kaburnya bawa kamu.”

Aku memikirkannya sebentar. “Hari ini, Mama bawa aku kabur ke hotel dari Papa.”

“Iya. Kayak gitu, kabur bareng kamu. Seharusnya dia kabur dari dulu.”

“Dulu sih, ada rumah yang bagus. Kalau kabur, sayang rumahnya. Sekarang kan kaburnya dari Rusun Nero, jadi nggak sayang kalau kabur.”

Saya jadi ingat pesan seorang psikolog anak, bahwa dilarang keras bertengkar di depan anak. Kasus Ava dan P, memang mereka berdua tidak jadi anak yang brutal tapi malah hancur dari dalam. Lalu poin berikutnya, lingkungan dan teman sebaya yang cukup memengaruhi psikologis. Saya lumayan syok baca ending novel ini. syok. Ada banyak plot-twist di akhir-akhir cerita dan jangan pernah harap happy ending. Justru endingnya bikin saya termenung dan beberapa saat kemudian bilang, “apaan nih?!” karena saya heran sama pemikiran P dan kepatuhan Ava. Mungkin karena P cuma punya Ava, Ava cuma punya P. Ada rasa percaya dan memiliki yang sulit dijelaskan diantara mereka. Jadi penulis mencoba menghadirkan perasaan “have to always together” padahal kan mereka masih anak-anak.

Buku ini adalah salah satu buku yang mewakili suara hati anak korban KDRT. Baik Ava atau P mereka sama-sama refleksi dari itu semua.  Yang mengganggu saya dari buku ini; karena hobinya bawa kamus kemana-mana, Ava suka mencari kosakata yang baru ia dengar dan menjelaskan arti kata itu kembali. Daripada gemas, saya sedikit mengantuk setiap masuk ke dalam sesi/kalimat ketika Ava menjelaskan arti suatu kata lengkap dengan keterangan kb, kk, dan sebagainya persis seperti di kamus. Mungkin karena saya tahu artinya atau merasa kayak lagi diceramahi anak kecil. Terlebih penulis mengambil sudut pandang pertama. Tidak buruk, karena unik. Tapi bikin pembaca jadi bener-bener harus sabar.

Terlepas dari itu, saya suka kepandaian penulis mengaitkan bab 1 ke bab berikutnya dan menghubungkan cerita dengan penyair termahsyur Chairil Anwar, Lagu Me yang selalu dinyanyikan P, Cuaca di Australia, Cerpen The Egg, The Prince, dan lain-lain. Kelihatan sekali kalau penulis wawasan sastranya luas. Saya jadi banyak tahu juga sekelumit dunia sastra dari novel ini.

Terakhir, buku ini sindiran halus, sehalus Ava ketika mengatakan; malam itu, aku tidur di dalam kamar mandi.

Judul Buku        : Di Tanah Lada
Penulis               : Ziggy Zezsyazeoviennazabarizkie
Tebal Halaman  : 240 Halaman
Penerbit             : GPU
Peresume           : Ika