Masa depan ada pada
pemimpin yang mampu mengubah tantangan menjadi kesempatan. Dinamika
kepemimpinan selalu ada. Berubah dan berkembang. Modal kepemimpinan tidak bisa
tetap. Banyak seorang pemimpin yang hebat melakukan perubahan yang bermanfaat
bagi masyarakat banyak. Namun tidak selalu selesai hingga akhir. Sebab
kehidupan terus berjalan. Pemimpin yang baik pun tidak selalu selesai
mengakhiri kepemimpinannya.
Inilah yang dimaksud oleh Rhenald Kasali, melaluibukunya “Change
Leadhership Non-Finito”. Secara ringkas artinya kepemimpinan yang tidak
selesai. Yah. Karya-karya atau mimpi-mimpi pemimpin yang tak selesai
(non-finitp) karena beragam alasan diantaranya kekurangan biaya, kurangnya
dukungan pemerintah pusat, hambatan dari parlemen ketidakpastian perekonomian
dunia, atau habis waktu.
Di buku ini Rhenald Kasali memaparkan contoh beberapa pemimpin yang
hebat namun pekerjaannya belum selesai.
Pertama, Tri Rismaharini. Pernah mengungkapkan mimpinya yang belum
selesai. “Saya masih ingin semua warga Surabaya dapat mandiri secara ekonomi.
Di hari tua seharusnya warga tidak bergantung pada orang lain karena sudah
mempunya uang pensiun. Apapun usaha warga, saya ingin mereka dapat uang
pensiun. Ini sedang saya kerjakan, tetapi butuh proses. Salah satunya dengan membangun
sentra PKL”. (halaman 25)
Kedua, Sutiyoso pernah berangan-angan Jakarta bebas macet. Jakarta
mempunyai sistem transportasi massal terintegrasi untuk mengatasi kemacetan.
Ada empat moda transportasi massal: busway, monorel, mass rapid transit (MRT),
dan water way. Tetapi sejak jabatannya berakhir hingga hari ini, hanya bus way
yang beroperasi. Sementara yang ditunggu warga, monorel, malah mangkrak.
Sudah habis biaya banyak. Pekerjaan tidak rampung. Jerih pembangunan
tiang-tiang monorel masih mangkrak. Benar. Kalau kita berjalan-jalan ke Jakarta
bisa kita saksikan tiang-tiang jalan layang dan tiang-tiang beton yang
menjulang kesepian.
“Perubahan” adalah kata yang sering diucapkan oleh hampir setiap calon
pemimpin baik itu pemimpin partai, pemimpin daerah, pemimpin institusi dan
pemimpin organisasi. Menggeluti sebagai change leader sudah pasti ada risiko
yang harus dihadapi. Celakanya kita hidup di era serba instan dimana semua
orang ingin pemimpin bisa memberi hasil yang instan. Ingin segera mendapatkan
hasil berupa rupiah menguat, ekonomi membaik, kemiskinan pupus, dan
prestasi-prestasi meningkat.
Perubahan orientasi change leader perlu dilakukan untuk kepemimpinan
yang berhasil. Beralih dari program-program yang membuahkan hasil dengan cepat
dan terlihat publik kepada orientasi jauh ke depan. Beralih dari kebijakan
populis kepada proses dan perjuangan. Beralih dari mengharapkan pujian dan
kekaguman kepada menghadapi tekanan dan cemoohan.
Beralih dari kepemimpinan yang tidak banyak tantangan kepada kepemimpinan
yang berliku dan penuh hambatan. Dari kepemimpinan yang penuh kepastian kepada
kepemimpinan yang menghadapi persoalan ketidakpastian.
Buku ini juga menjelaskan bahwa kepemimpinan jangka panjang belum tentu
memberikan hasil yang menyenangkan dalam jangka pendek. Terutama Indonesia yang
sedang berada dalam kondisi krisis, tidak bisa mengandalkan perubahan dengan
lompatan-lompatan jangka pendek.
Sepulun Tahun, Dua Perubahan
Dalam buku ini Rhenald Kasali membandingkan antara dua presiden
Indonesia, yakni Gus Dur dan SBY. Dimana keduanya terdapat 2 perbedaan besar.
Gus Dur memerintah hanya 2 tahun. Tapi menghasilkan 10 perubahan
(membubarkan departemen Penerangan dan Departemen Sosial, membangun kementerian
HAM, mereformasi TNI, menggilir jabatan panglima TNI, mengganti nama Irian
menjadi Papua, menghapus larangan tradisi budaya Tiongkok, dan menjadikan imlek
sebagai hari libur Resmi). (Dua lainnya
tidak saya tulis, karena memang saya tidak sepakat dengan itu).
SBY memerintah 10 tahun, tapi hanya menghasilkan 2 perubahan
(perdamaian di Aceh dan konversi minyak tanah ke LPG). Sebenarnya SBY banyak
program yang bisa digulirkan, tetapi banyak yang mendapat tantangan dan reaksi
dari publik seperti pengurangan subsidi BBM.
SBY lebih memilih mengalah dan kompromi. “Saya tidak ingin konflik
semakin menjadi-jadi. Benturan politik dapat membawa kita persis 10, 11, 12, 13
tahun yang lalu...”.
Ancaman Bagi Pemimpin
Perubahan
Seperti Gus Dur, pemimpin perubahan selalu mendapat ancaman baik dari
kalangan internal maupun kalangan eskternal. Umumnya mereka terdiri dari 2
kelompok. Pertama, yang sejak awal menjadi lawan politiknya. Kedua, kelompok
yang merasa posisi atau kenyamanannya bakal terganggu akibat adanya perubaan
yang dilakukan oleh sang pemenang.
Awang
Faroek pernah mendapat cibiran, “Pikirannya ada di awang-awang. Programnya
tidak bisa dieksekusi. Hanya mimpi”. Kebanyakan orang yang tidak sepaham dan
sepakat dengan pemimpin biasanya malah berbicara ke media. Bukan mengkritisi
langsung ke sang pemimpin. Akibatnya isu semakin meluas. Fitnah semakin
menyebar.
Dekat Dengan Rakyat
Modal sosial yang sangat penting bagi seorang pemimpin adalah kedekatan
dengan rakyat. Jokowi terpilih sebagai presiden ke-7 berkat kedekatannya dengan
rakyat. Melalui blusukan, Jokowi menyapa rakyat. Tidak segan, Jokowi melayani
rakyat yang selfie dengannya. Sebuah fenomena yang jarang dilakukan oleh
pemimpin-pemimpin sebelumnya. Jokowi hadir sebagai antitesa pemimpin yang
eksklusif.
Saat pemimpin menjauh dari rakyat, saat itulah dia menjadi penguasa.
Bukan lagi pemimpin. Penguasa itu berjarak dengan rakyat. Bahkan menjauh. Padahal
seorang pemimpin itu harus dekat dengan
rakyat. Merasa bagian dari rakyat.
Dengan kesiapan sikap dan perilaku, pemimpin akan mampu mengubah
ketidakpastian menjadi peluang. Faktor SDM, manajerial, dan leadership
merupakan faktor krusial dalam pengembangan organisasi. Pemimpin dan SDM adalah
‘bahan bakar’ penggerak organisasi. Menempatkan orang yang tepat akan menjadi
kunci keberhasilan eksekusi.
Pemimpin perubahan juga tidak serta merta menerapkan atau menggunakan
format baru. Ini seperti yang dicontohkan oleh Awak Faroek dengan
mempertahankan pejabat-pejabat karier yang memang kompeten untuk menduduki jabatan
tersebut demi mewujudkan visi besarnya. Begitu juga bila ada lawan politiknya
yang dianggap kompeten, Awang akan merangkul dan memberinya posisi yang pas. Bukan
sekedar asal taruh sebagai ungkapan terima kasih.
Ada
beberapa nama yang sering dibicarakan di dalam buku ini diantaranya Awang
Faroek, Tri Rismaharini, Joko Widodo, Gandjar Pranoto, Basuki Tjahaja Purnama,
dan SBY. Dan banyak teori leadership yang disematkan atau dicontohkan kepada
nama-nama tersebut. Nama Awang Faroek sering disebut sebab ternyata beliau
adalah teman Rhenald Kasali.
“Teman saya memang ada di semua lapisan. Saya berteman ke atas OK. Ke
tengah OK. Bahkan ke bawah OK. Sebab saya tidak pernah membeda-bedakan orang.
Dari latar belakang keluarga mana, suku apa dan apa agamanya. Termasuk apakah
dia kaya atau miskin. Semua teman saya. Alhamdulillah dari dulu sampai sekarang
saya tidak membuat semacam jurang pembatas dengan mereka. Itulah mengapa saya
sering menyebut saya ini pandai bergaul dan mudah akrab dengan siapa saja” urai
Awang Faroek.
Dibagian akhir buku, Epilog Change Leadership Never Stop, Never Quit, beberapa
nama inspirator perubahan dikatakan oleh Rhenald Kasali, diantaranya Galileo
Galilei, Mahatma Gandhi, Nelson Mandela, dan Albert Einstein.
Rhenald Kasali memberikan catatan diakhir bukunya. Pertama, kalau Anda
berpikir dengan matinya tokoh-tokoh tadi berarti mati pula gerakan perubahan
yang mereka tawarkan, salah besar. Sebaliknya, gerakan perjuangan mereka malah
menyebar menjadi virus yang menyebar kemana-mana. Gagasan, pemikiran, dan
semangat mereka masih hidup, bertahan, dan relevan hingga saat ini dan masa
akan datang.
Kedua, kalau Anda berpikir bahwa tokoh perubahan akhirnya harus mati,
Anda salah. Kesannya, perubahan itu berbahaya sekali. Iya perubahan itu
tidakmudah. Tetapi juga tidak benar kalau biaya untuk perubahan harus sebesar
itu.
Membaca buku ini sangat bermanfaat bagi kita yang menekuni dunia
kepemimpinan. Sebetulnya kita semua adalah pemimpin. Rhenald Kasali sangat
menguasai tentang ini. Beliau adalah guru besar Universitas Indonesia yang
sudah berpengalaman dalam merekrut atau melakukan test and proper tes sejumlah petinggi lembaga di Indonesia. Tapi
dengan isi buku yang tebal ini menuntut ketelatenan dan kesabaran untuk
membacanya.
Kisah-kisah para pejabat di Indonesia pada akhir-akhir ini membuat kita
tidak bosan membacanya. Ada pengalaman dan kasus nyata. Menjadikan kita berkaca
pada fenomena kepemimpinan yang terjadi.
Judul Buku : Change Leadership
Non-Finito
Penulis : Rhenald
Kasali
Penerbit : Mizan, Bandung
Jumlah hal : 376 halaman
Tahun Terbit : 2016
Peresume : Supadilah
0 komentar:
Posting Komentar