Judul buku : Sheila, Luka Hati Seorang Gadis Kecil
Penulis : Torey Hayden
Penerbit : Qonita, kelompok Mizan
Jumlah hal : 475 hal
Genre : Novel Psikhologi
Torey
Hayden adalah psikolog pendidikan dan guru pendidikan luar biasa yang
menghabiskan waktunya untuk mengajar anak anak yang mengalami gangguan
mental. Novel beliau mengisahkan tentang perjuangannya di ruang kelas.
Namun, bukan untuk menggugah rasa kasihan, ataupun pujian bagi seorang
guru. Tidak pula untuk mengundang rasa sedih orang yang hidup dalam
kedamaian dan kebahagiaan sebuah keluarga. Apa yang ingin beliau
sampaikan adalah bahwa di dalam setiap jiwa manusia, sepahit apapun
hidupnya, selalu ada nyanyian kehidupan yang membuat mereka berani
menghadapi tantangan hidup. Nyanyian kehidupan yang membuat mereka mampu
bertahan.
Kenalan dulu sama murid murid Torey ya..
Murid
pertama, Peter, 8 thn, tubuhnya kuat dan tegap, sangat menyukai
kekerasan dan suka menyerang. Dan juga sangat membenci sekolah.
Murid
kedua, Tyler, 8 thn, perempuan, walaupun sikapnya sangat pemalu,
ternyata dia pernah melakukan 2 kali percobaan bunuh diri. Dan di
tubuhnya menunjukkan banyak sekali luka bekas parutan yang menjadi saksi
ketrampilan aksinya.
Anak ke3 dan ke 4 adalah Max 6 thn dan
Fredie 7 thn, keduanya mengalami autisme kekanak-kanakan, suka berteriak
teriak sambil mengepak ngepakkan kedua tangannya, atau berbaring di
lantai diam tidak bergerak seperti seonggok daging tak bernyawa.
Anak
ke 5, Sarah 7 thn. Sebagai anak yang menjadi korban penyiksaan fisik
dan seksual, sarah menjadi anak yang pemarah dan pembangkang. dia hanya
bicara pada orang yang sudah dikenal.
Anak ke 6, Susanah Joy, 6
thn, anak yang cantik dan bersih. Hal yang menyedihkan bahwa Susanah
mengidap scizopren kanak kanak, sering mengalami halusinasi visual dan
auditorial, menghabiskan waktunya untuk menangis dan menggerak gerakkan
tubuhnya ke depan dan ke belakang. Susanah jarang bicara, kalaupun
berbicara, sering tidak ada artinya.
Anak ke 7 dan ke 8 adalah
William dan Guilermo, keduanya 9 thn. Mengidap pobia pada air,
kegelapan, mobil, alat penyedot debu, debu di bawah tempat tidurnya. Dan
tambahan untuk Guilermo, dia juga buta dan pemarah.
Terakhir,
Sheila. Murid ke Sembilan. Hadir di kelas Torey sebagai murid tambahan.
Karena tidak ada sekolah dan kelas yang bisa menampungnya.
Sheila
adalah anak perempuan yang mungil, cantik dan cerdas (skor IQ Sheila di
atas 180). Namun, sebuah kejadian di musim dingin, membuat Sheila harus
masuk ke kelas Torey. Kejadian yang sangat memilukan dan diberitakan di
koran lokal. Sheila telah mengikat seorang anak laki laki berusia 3 thn
pada sebuah pohon di hutan kecil untuk kemudian membakarnya. Entah apa
yang ada di kepala Sheila saat melakukan semua rangkaian peristiwa itu.
Bersyukur anak yang dibakar masih bisa diselamatkan walau sempat
menjalani perawatan sangat intensif di rumah sakit. Polisi tidak bisa
memasukkan Sheila ke penjara, sekalipun penjara anak anak, karena usia
nya baru 6 th. Maka kelas Torey adalah pilihan terbaik.Ruang kelas
Torey berbentuk panjang dan sempit dengan jendela di ujungnya. Peraturan
distrik mengharuskan torey mengajar dengan bantuan 2 asisten, hanya
saja, karena anak2 yang diajar torey adalah anak anak yang sangat
istimewa maka torey harus puas dibantu oleh Anton, yang belum pernah
mendapatkan ilmu pendidikan, dan Whitney remaja usia 14 thn. Dan mereka
ber 12 menjalani hari hari yang menakjubkan selama 1 thn pelajaran.
Sejak
awal kedatangannya, Sheila sudah menarik banyak perhatian. Menggunakan
celana denim terusan, berkaos oblong garis garis yang sudah pudar
warnanya, sebenarnya Sheila sangat cantik. Namun sayangnya dia tampak
seperti serangga kecil dengan rambut kusut, mata penuh kebencian dan bau
menyengat.
Walau berusia 6,5 thn, tubuh Sheila sangat mungil,
bahkan tingginya tidak berbeda jauh dengan anak 3 thn yang diikat Sheila
di hutan.
Catatan dari dinas sosial, menyebutkan bahwa Sheila
tinggal berdua dengan ayahnya di sebuah gubug berkamar 1 di perkampungan
migran. Rumah itu tidak mempunyai sarana pemanas, pipa air dan listrik.
Ibu Sheila telah meninggalkan Sheila 2 tahun sebelumnya tetapi membawa
adik Sheila. Ayah Sheila menghabiskan hampir sepanjang masa kanak kanak
gadis kecil itu di penjara atas tuduhan penganiayaan, kecanduan alkohol
dan ketergantungan obat. Pengasuhan Sheila berpindah pindah di antara
keluarga sebelum akhirnya ditemukan ditinggalkan di pinggir jalan. Saat
ditemukan Sheila sedang berpegangan erat pada sebuah pagar pemisah jalur
jalan tol. Saat itu Sheila baru berusia 4 tahun, ternyata punya banyak
bekas luka dan patah tulang, semuanya akibat penganiayaan. Keterangan di
akhir catatan Sheila tertulis: Ketidakmampuan Kronis Menyesuaikan Diri
Dengan Masa Kanak Kanak. Kalau ada anak usia 6 tehun yang harus
melewatkan masa kanak kanak nya dengan seperti itu dan dia mampu
menyesuaikan diri, pasti ada kesalahan yang sangat gila. Saat itu saja
Sheila sudah berhadapan dengan polisi 3 kali. Sebuah catatan kecil
tertulis: Sheila tidak pernah menangis.
Tidak akan mudah
menyayangi Sheila. Perbuatan2 yang dilakukannya telah membuat Sheila
menjadi anak yang tidak mudah untuk disayangi. Dan tidak mudah pula
mengajarinya. Namun bukan tidak mungkin untuk menjangkaunya. Saat
menatap mata Sheila yang penuh kebencian itu, torey melihat seorang
gadis teramat kecil yang telah belajar bahwa hidup sesungguhnya tidak
menyenangkan untuk siapapun, dan cara terbaik untuk menghindari
penolakan lebih lanjut adalah dengan membuat dirinya sebisa mungkin
mengesalkan semua orang sehingga tidak akan mengherankan jika dia tidak
disayang.
Toreypun menuturkan tiap detil kejadian di ruang kelas
yang mereka jalani hari demi harinya. Salah satu hal menarik adalah
saat torey mengajarkan sopan santun pada anak2 istimewa ini, dia
menggunakan metode Kotak Jin. Saat menenangkan anak yang sedang marah,
metode yang dipakai: Kursi Pojok. Kelas diawali dengan nyanyi bersama
dan ditutup dengan ngobrol, diskusi. Metode yang paling disukai Sheila
adalah saat Torey menggunakan media buku cerita untuk membangun jembatan
penghubung ke jiwa Sheila yang sangat kering. Buku ini terus menjadi
pegangan Sheila sampai akhir tahun pelajaran.
Pada akhirnya, saat
tahun ajaran akan berakhir. Torey juga harus menyiapkan anak2 didiknya
untuk berpisah dengan nya dan bersiap bekerja sama dengan guru baru
mereka. Akan selalu ada guru dan sekolah di tiap etape tahun kehidupan
seseorang. Dan semua rangkaian ini menjadi satu bagian dari nyanyian
kehidupan yang dijalani tiap manusia.
Membaca novel ini,
memberikan saya lebih banyak ilham untuk mensyukuri apa yang sudah saya
dapatkan sampai hari ini. Bahwa hidup saya tidak pernah sepahit hidup
Sheila. Mengajari saya bahwa cinta sepenuh hati dapat meluluhkan hati
yang sakit betapapun parahnya. Namun cinta saja tidak cukup dibutuhkan
metode yang tepat, kesabaran luar biasa dan pengendalian diri yang kuat
jika ingin berhasil mengalahkan tantangan hidup.
Kamis, 01 Oktober 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar