Judul Buku : Ketika Diam Menjadi Asing
Penulis :
Abu Ridha
Penerbit :
Ain Publishing
Halaman :
294 Halaman
Kali ini saya
ingin meresume buku tentang energi positif dalam diam. Buku ini saya dapatkan
dari seorang ustad yang memberikan kepada saya sekitar 2 minggu lalu, dan baru
sempat dibaca.
Buku ini ditulis
oleh Ust Abu Ridha, salah satu penulis yang cukup sering membuat buku
bertemakan keislaman dan pikiran-pikiran, dan beiau salah sati pemateri dalam
acara Malaysian Islamic Study Group.
Buku ini diawali
dengan kaidah dalam berfikir, kaidah dalam berdiam. Bahwa salah satu bagian
dalam diam itu adalah ada perenungan, terhadap segala sesuatu ciptaan Allah
swt, terutama yang berkaitan dengan dinamika sang diri, dan bagian diam ini
akan memajukan spritual dan kemanusiaan seseorang.
Sejatinya, orang
yang bertafakkur akan menemukan rahasia yang menakjubkan terutama mengenai
segala rahasia yang melekat dalam dirinya. Membaca dan ber-iqro’ dalam setiap
aktivitas, dan segala yang ada dalam dirinya itu.
Aktivitas diam
tidak sekedar tidak berbicara dan tidak bergerak melainkan menjadi ibadah tanpa
harus bersusah payah dalam arti mengerahkan potensialitas lidah dan tangannya.
Dalam momentum tertentu, sikap diam justru mengandung banyak hikmah, walau tak
semua orang bisa menikmati atau mancicipi manisnya hikmah tersebut.
Rasulullah
bersabda “ Diam itu hikmah, tapi sedikit yang melakukannya”. Juga Bersabda
“Kalau kamu menemukan seseorang yang sangat berwibawa dan banyak diamnya,
ketahuilah mungkin ia sudah memperoleh hikmah.
Diam juga
merupakan salah satu adab dalam mendengar pembicaraan. Dalam alqur’an menyimak
dengan penuh perhatian menjadi tanda orang yang bisa menerima peringatan.
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi
orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang
Dia menyaksikan. (Q.S aff : 37).
Dalam kerangka
itulah maka para ahli hikmah dan kaum cendikiawan melukiskan “diam” sebagai
perhiasan tanpa berhias, kehebatan tanpa kerajaan, benteng tanpa pagar,
kekayaan tanpa harta, dan menutupi segala aib2.
Sabda Rasulullah
juga, bahwa “ Barangsiapa yang banyak perkataanya, niscaya banyaklah kelirunya.
Barang siapa banyak kelirunya, niscaya banyaklah dosanya, dan barang siapa
banyak dosanya, niscaya neraka lebih utama baginya (Riawayat Abu Naim). “Diam
adalah suatu kebijaksanaan dan sedikit orang yang melakukannya” (HR. Ibnu
hibban).
Ketika diam
menjadi asing pada seseorang maka muncul kemudian potensi terbuka mengatakan
dan melakukan apa saja. Akibatnya, karena keduanya bergerak liat tak
terkendali, sangat mungkin membuat lidah dan tangan menjadi sumber bencana.
“Barangsiapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata yang baik
atau diam”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam beberapa
syiar orang arab sering dikatakan bahwa “Seseorang bisa binasa akibat lidah
tergelincir. Tak seorang pun binasa karena kaki tergelincir”, Sebanyak-banyak
percakapan yang baik adalah dengan diam. Tidak semua percakapan perlu jawaban,
untuk percakapan yang engkau benci, diamlah jawabannya.
Esensi yang
dapat kita ambil adalah, aktivitas diam sering kali dianggap asing, atau tidak
baik padahal sejatinya diam juga merupakan proses bekerjanya 2 organ besar,
yaitu hati dan pikiran. Dan terkadang kedangkalan dan kekeruhan dalam berfikir
seorang manusia dapat dilihat dari aktivitas perkataannya, karena apa yang ada
dalam pikiran seseorang sejatinya akan menjadi cerminan aktivitas manusia itu
sendiri. Masih banyak bab-bab menarik dan kalimat menarik dari buku ini, find
out in this Book,. Terima kasih. Wassalam.
16 September
2015, Indra Lasmana Tarigan.
0 komentar:
Posting Komentar