Judul : 30 Paspor Di Kelas Sang
Profesor
Penulis : J.S Khairen
Jmlh
Hal : 293
Penerbit : Noura Books
Diresume
oleh : Yusuf Enril Fathurrohman
Kawand2
pastilah pernah membaca buku ini. Buku
ringan yang supeeeer keren dengan latar belakang yang simple tapi luar biasa.
Ya buku yang menceritakan bagaiamana mahasiswa FE UI di kelas “Pemasaran
Internasional” yang diasuh oleh Prof. Rhenald Kasali berbagi pengalaman mereka
menghabiskan waktu di Luar Negeri.dalam rangka tugas kuliah mereka. Lebih unik
lagi mereka diwajibkan pergi ke Luar Negeri tidak berkelompok tetapi secara
individu agar merasakan yang namanya TERSESAT.
Loh!?
MELEPAS KODI DAN MENGAJARKAN RAJAWALI
TERBANG
Pada
abad ke-7 seorang pelaut tangguh mengangkat layar menyebrangi lautan yang
bertujuan untuk menemukan tanah sbur di timur nun jauh dari daratan tempat
tinggalnya. Proposal perjalananya di tawarkan kemana-mana. Setelah ditolak raja
Portugis dan Inggris, pria ini berhasil mendapatkan kepercayaan ratu Spanyol
yang pada kemudian hari dia menjelajahi samudra hingga mendarat pada suatu
tempat.
“India!”
Ia berseru pada semua awak kapalnya. “Kita telah mendarat di India”.
Kita
pastilah tau siapa dia. Yups,,,Dia adalah Christopher Colombus. Alih-alih
mendarat di India seperti yang diharapkan ratu Isabel yang membiayai misi
perjalanannya (untuk memperkuat posisi Spanyol dalam perdagangan rempah-rempah
yang dibutuhkan eropa dan terputus akibat perang Saliib), Columbus justru
mendarat di sebuah benua yang kelak dinamai Amerika.
Ini
tentu diluar harapannya. Ia sendiri tak pernah sampai ke tanah India dan malah
sampai di benua lain. Saat ia kembali menghadap ratu, banyak penjelajah dunia
lainnya yang mencemooh, dan kebanyakan mereka mengambil rute sebaliknya hingga
tanjung harapan (lebih dekat dengan India).
Meski
demikian Columbus tidak dihukum, bahkan Ratu Isabel memberikan penghargaan.
Hingga hari ini pun kita mengenal namanya sebagai enemu benua Amerika. Ketika
di cemooh itulah Columbus berfilsafat “Kalau
saya tak pernah mau tersesat, saya tak akan pernah menemukan jalan baru”.
Cerita
Columbus itulah yang menginspirasi Prof. Rhenald Kasali untuk menantang anak
didiknya pada mata kuliah Pemasaran Internasional untuk melakukan hal yang
tidak hanya sebatas teori atau memindahkan pengetahuan dari buku ke otak para
mahasiswa. Beliau menegaskan bahwa saat ini jutaan manusia Indonesia sangat
takut “menjelajahi” dunia baru yang sama sekali belum dikenalinya. Kebanyakan
justru menghindari kegagalan, kesasar atau segala sesuatu yang bakal
menyulitkan hidup. Banyak yang ingin anak-anaknya menjadi juara, lulus cepat
dan mendapat pekerjaan yang baik, serta dimudahkan jalannya. Setiap kali mereka
mengalami kesulitan, persoalan mereka diambil alih (orang tuanya). Padahal
semua masalah itu diberika Allah untuk merubah karakter manusia agar menjadi
“petarung” dalam menghadapi masalah.
Bayangkan
apabila Colombus tidak berani menjelajahi dunia baru dan kesasar, mungkin saja
Benua Amerika baru saja ditemukan beberapa abad kemudian dan sejarah yang kita
jalani hari ini akan berbeda sama sekali. Penjelajahan baru itulah yang
menuntut manusia untuk berpikir, bukan menghafal atau bahkan menjustifikasi.
Ibarat
eksplorasi Colombus, anak-anak muda yang pertama kali pergi ke luar negeri
seorang diri akan berhadapan dengan banyak ketidakpastian, kegundahan,
ketidakberdayaan, dan segala keterbatasan. Mereka akan belajar sambil
berefleksi, bertanya dan bicara hanya pada dirinya sendiri, tidak ada orang
yang dikenal. Melalui latihan “self
driving” yang dijahit ke dalam mata kuliah inilah, manusia belajar
membentuk diri dengan “self talk”, meraih “self confidence”, self discipline,
self creativity, dan melangkah ringan dengan pikiran yang lebih simple.
Prof. Rhenald Kasali
memprovokasi mahasiswanya dengan fakta bahwa TKW di luar negeri yang
pendidikannya tak terlalu tinggi ternyata lebih mampu menangani tantangan dan
ketidakpastian di luar negeri ketimbang para calon sarjana yang hanya duduk
manis di bangku kuliah. Beliau mengatakan “Era jagoan bicara telah berakhir,
kini jagoan hanya akan dihormati kalau mereka punya karya, punya langkah. Dan
TKW adalah manusia terhormat karena mereka punya langkah dan membawa berkah.
Bagaiamana dengan calon sarjana?”.
Latar Belakang inilah
yang membuat Prof. Rhenald Kasali memberikan tugas pada mata kuliah Pemasaran
Internasional supaya setiap mahasiswanya untuk segera mengurus paspor dan dalam
waktu dekat untuk pergi ke Luar Negeri dimana tiap mahasiswa hanya boleh
memilih satu negara dan tidak boleh sama persis, kemudia dilarang berkunjung ke
negara yang masih didominasi oleh rumpun yang sama dengan Indonesia seperti
Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam. Lebih lanjut semua biaya tidak
ditanggung oleh universitas atau ditanggung oleh mahasiswa sendiri.
Bukan tanpa hambatan,
Prof. Rhenald Kasali menghadapi tantangan bertubi-tubi baik dari mahasiswa,
dosen pengajar lainnya hingga protes orang tua mahasiswa. Salah satu pertanyaan
yang sering muncul adalah “Uang untuk membeli tiketnya bagaimana pak?”. Beliau
mengatakan “Saya tidak tahu. Dalam hidup ini, setau saya hanya orang bodoh yang
selalu memupai pertanyaan hidup, apalagi memulai misi kehidupan dan tujuannya
dari uang”.
Pada akhirnya dengan
proses yang mereka (mahasiswa) alami akhirnya mereka dipaksa untuk memutar
otak, apakah dari penggalangan dana ataupun meminta sponsor. Hingga pada
akhirnya masalah biaya tidak menjadi masalah lagi. Pada proses ini mereka
melatih “entrepreneurial leadership-nya”.
Persis seperti kata Alexander Graham Bell, “Ketika satu
pintu tertutup maka pintu-pintu lain akan terbuka. Masalahnya kita selalu
mengetuk pintu yang tertutup sehingga gagal menemukan pintu-pintu lain yang
terbuka untuk hidup kita.
Lebih lanjut pada buku
ini akan dikisahkan bagaiamana penggalaman para mahasiswa yang meNYASARkan diri
ke seluruh penjuru negeri di berbagai belahan dunia dalam menyelesaikan
problematika mereka selama perjalanan mereka. Nice to Read loh gaes ^_^
0 komentar:
Posting Komentar