MENCARI
SURGA DALAM KELUARGA
Membaca buku ini kita seakan
diingatkan kembali tentang bagaimana seharusnya membangun rumah tangga. Lebih
tepat lagi ini dibaca oleh yang akan berumah tangga. Namun belum terlambat pula
untuk yang sudah berkeluarga. Buku ini berisi catatan si penulis dalam
mengarungi rumah tangga yang sudah berusia 20 tahun lebih. Sebuah rentang waktu
yang memang panjang, namun usia rumah tangga juga tanpa batas.
Buku ini terdiri dari 10 catatan.
Namun kesemuanya bisa dibagi dalam dua catatan, sebelum menikah dan sesudah
menikah. Membacanya bisa dimulai dari mana saja kita mau. Kesemuanya memiliki
motivasi di dalamnya.
Pernikahan sejatinya bukan hanya
ikatan menyatukan dua sosok berlainan jenis dalam sebuah keluarga. Namun
pernikahan berarti penyatuan visi, misi, perasaan, dan gerak langkah. Bahkan
pernikahan merupakan sebuah langkah membangun peradaban. Keluarga merupakan
bagian kecil dari sebuah negara. Menyiapkan keluarga menjadi sebuah lingkup
interaksi yang harmonis akan menciptakan negara yang kokoh. Negara yang rukun
tersusun dari keluarga yang rukun pula.
Membangun sebuah keluarga ibarat
membangun sebuah rumah. Fondasi keluarga menentukan kekokohan keluarga. Untuk
membuat rumah bambu mungkin diperlukan fondasi yang sederhana saja. Namun untuk
membangun gedung besar dan bertingkat diperlukan fondasi yang kokoh. Fondasi
terbuat dari bahan yang berkualitas dan pilihan. Fondasi yang mampu bertahan
dari segala hal yang dapat merusak atau merobohkan bangunan itu.
Menikah juga bukan untuk waktu
yang sebentar. Pernikahan bukan pula peristiwa coba-coba atau sekedar
menyalurkan hasrat kemanusiaan. Pernikahan adalah amanat illahi, maka ada
tanggung jawab kita terhadap pasangan hidup hingga generasi baru keturunan yang
lahir dari pernikahan itu. Itu sebabnya, akad dalam ijab kabul menjadi sakral
karena mengandung tanggungjawab disebaliknya.
Menikah bukan pula seperti
memakai sepatu. Mudah berganti kapan saja tergantung selera. Ketika sudah bosan
dengan satu jenis sepatu, maka ia akan membuang sepatu itu dengan alasan sudah
kuno. Ketika sudah tidak suka dengan satu model sepatu, ia akan mengganti
dengan sepatu yang lebih menarik. Ketika pernikahan dipahami seperti membeli
sepatu maka kejadiannya tidak jauh berbeda. Maka banyak kita lihat orang-orang
yang menggelar pesta pernikahan secara besar-besaran, biaya mahal dan
mengundang banyak orang, namun usia pernikahannya tidak bertahan lama. Terutama
yang terjadi di kalangan artis dan pejabat. Kerap kali layar kaca memberitakan
kasus nikah-cerai mereka. Namun tidak menampik kejadian ini terjadi di kalangan
bawah menengah ke bawah pula.
Membangun sebuah keluarga adalah
ibadah. Maka beribadah harus penuh kesungguhan, tidak boleh memandang remeh dan
kecil. Pernikahan diatur oleh agama dan negara. Maka pernikahan tidak boleh
dianggap sekedar selera. Ketika seseorang memutuskan menikah maka dia tengah
melaksanakan misi ketuhanan, sedang menunaikan risalah kenabian, dan berupaya
menjalankan tugas kemanusiaan.
Jika menikah dilandasi karena
materi, maka tidak bertahan lama. Harta bisa habis, usaha bisa bangkrut, dan
jabatan bisa lengser. Jika memilih pasangan hidup berdasarkan fisik, maka tidak
bertahan lama. Cantik bisa memudar. Usia tidak muda selamanya. Jika membangun
keluarga didasarkan popularitas, maka tidak bertahan lama. Tokoh dan artis
terus bermunculan. Hari ini sedang naik daun, besok akan muncul orang lain yang
lebih ngetop. Akan selalu muncul
pembanding yang lebih tinggi.
Keluarga bahagia merupakan
dambaan semua manusia. Namun ternyata tidak semua orang yang mau menempuh
konsekwensinya. Menciptakan keluarga bahagia bukan tanpa masalah dan tantangan.
Riak-riak yang mengganggu keluarga diantaranya kebosanan, kehambaran, dan
perselingkungan. Jika sudah semakin akut, bisa mengakibatkan perceraian.
Saat masih lajang, banyak orang
yang ingin segera menikah. Masa lajang penuh dengan godaan dan masalah. Namun,
bukan berarti semua masalah terselesaikan dengan menikah. Menikah bukan seperti
slogan sebuah lembaga pegadaian ‘menyelesaikan masalah tanpa masalah’. Menikah
adalah proses menyelesaikan satu masalah untuk menghadapi masalah berikutnya
yang mungkin lebih besar. Menyatukan dua orang dengan karakter, sifat, dan
kultur yang berbeda merupakan sebuah tantangan. Apalagi jika keduanya berangkat
dari suku, daerah, dan adat yang berbeda.
Jadikan ibadah sebagai motivasi
membangun keluarga. Menjadikan Allah SWT sebagai harapan untuk memberikan
kebahagiaan, ketenangan, kekuatan, ketenteraman dalam hidup berkeluarga.
Tulis
kekurangan Pasangan di Atas Pasir Pantai
Ada seorang wanita yang setiap
kali menulis di atas pasir ketika suaminya membuat hatinya terluka. Demikian
dia meluapkan suasana hatinya. Ombak pantai selalu membuat tulisannya terhapus.
Pada hari berikutnya dia kembali dilukai oleh sang suami, kembali dia menuju ke
pantai dan meluapkan perasaannya dengan menuliskannya di atas pasir. “Hari ini
suamiku membuat luka hatiku. Dia memarahiku tanpa sebab”.
Dia juga menulis di atas lempeng
batu setiap suaminya membuatnya bahagia. “Hatiku berbunga-bunga. Suamiku telah
membahagiakanku. Ia bersikap romantis kepadaku”tulisnya. Lempeng batu yang
dipahat membuat tulisan bertahan lama. Tulisan itu tidak mudah hilang karena
angin, panas, atau hujan. Setiap kali dia ke pantai, dia menemukan tulisan di
lempeng batu. Namun tidak menemukan tulisan di atas pasir.
Begitulah. Setiap pasangan kita
bisa membuat kita terluka atau bahagia. Tuliskan kekurangan dan sifat
negatifnya pada pasir pantas dan biarkan ombak menghapusnya. Namun pahatkan
setiap kebaikan dan sisi positif pasangan kita pada lempeng batu, dan biarkan
dia menjadi abadi kenangan indah tak terlupakan.
Pembagian
Peran Keluarga
Prinsipnya, pembagian peran
antara suami dan istri harus dilakukan dengan adil, tidak boleh menzalimi siapa
pun dan tentu saja sesuai dengan ketentuan agama. Pembagian peran dalam
keluarga hendaknya dilandasi saling memahami. Pertama, kita semua sibuk dengan
tugas dan amanah masing-masing. Bahkan mungkin tidak hanya satu dua amanah saja
yang kita emban. Seorang suami bisa bekerja pada sebuah instansi, aktif dalam
kegiatan kemasyarakatan, organisasi tertentu, mengikuti klub olahraga, pengurus
yayasan, dan sebagainya. Begitu juga isteri. Tidak hanya satu dua amanah saja.
Kedua, waktu yang kita miliki sangat terbatas. Rasanya tidak cukup 24 jam untuk
mengurusi semua amanah. Sehari semalam tidak cukup menyelesaikan semua
pekerjaan kita. Satu kegiatan sambung menyambung seolah tiada habis. Ketiga, kita
semua memiliki keterbatasan. Tidak ada manusia yang sempurna. Suami bukanlah
superman yang serba hebat. Isteri bukan superwomen yang serba sempurna. Maka,
pembagian peran menjadi salah satu cara mengatasi keterbatasan itu. Suami dan
isteri hendaknya saling saling melengkapi.
Kematangan usia bukan jaminan
kelanggengan keluarga. Ada yang menikah di usia muda namun berhasil menjaga
kelanggengan rumah tangga. Ada pula yang menikah di usia yang sudah matang
namun tidak berhasil menjaga keluarga dari keretakan.
Maka, niat menikah menjadi sangat
penting. Menjadi landasan penyelesaian ketika masalah datang. Jika diniatkan
ibadah, serewel apa pun istri, sang suami tetap berusaha sabar. Tetap berada
dalam koridor ibadah.
Menikah ibarat minum kopi, begitu
kata petuah bijak. Kadang terasa manis dengan takaran pas, kadang juga terasa
pahit jika takaran kopi berlebih, atau terlalu manis jika kebanyakan gula.
Manis dan pahit silih berganti. Jika ingin manis terus maka minumlah sirup.
Tidak ada pilihan lain kecuali rasa manis.
Jangan
Pelit Memuji
Penting sekali membiasakan memuji
istri. Wanita pada dasarnya suka dipuji. Wanita sangat peduli dengan ekspresi
verbal. Pujian bisa dilakukan terhadap hal-hal yang sederhana. Misalnya suami
mengucapkan pujian atas masakan yang disajikan, kebersihan rumah, dan pakaian
yang bersih. Wanita juga memiliki keinginan untuk diperhatikan. Pujilah
penampilannya, baikd alam keadaan selesai berdandan atau sedang tidak berdandan.
Namun pujilah dengan jujur dan tidak berlebihan. Jangan sampai justru istri
merasa nyaman dengan pujian orang lain. Kita bisa menjadi juara dengan banyak
memuji istri.
Kata pujian yang sederhana itu
misalnya, “Tentu engkau sangat lelah menyiapkan sarapan pagi ini, namun engkau tetap
tampak ceria. Apa sih rahasianya?”
“Aku senang sekali melihat engkau
pandai mendidik anak-anak kita”
“Terima kasih, telah membuatkan
teh untukku yang sangat enak”
cantik atau sederhananya.
Menjaga
Komunikasi
Salah satu hal yang dapat
merekatkan keharmonisan suami istri adalah dengan komunikasi efektif, yaitu
komunikasi yang berjalan dua arah dengan menggunakan kalimat yang menyenangkan,
disampaikan dengan lembut dan bijaksana. Memilih waktu dan tempat yang tepat
juga sangat menentukan keberhasilan komunikasi. Suami dan istri sering-sering mengobrol. Tentang apa saja. Bahkan
untuk mengungkapkan hal-hal yang sederhana. Milikilah jadwal tetap untuk saling
berkomunikasi tanpa ada gangguan dari apa saja, misalnya gadget. Jangan rusak
suasana bahagia kita dengan kehadiran gadget. Singkirkan gadget atau alat
elektronik lainnya semisal televisi untuk menciptakan momen saling berbicara. Teknologi
tidak akan mampu menuntaskan rindu. Tidak ada yang bisa menggantikan kehangatan
obrolan suami istri.
Memahami
Perbedaan
Meskipun pada
kenyataannya, perbedaan kadang menyebabkan perpecahan. Banyak kekurangan yang
bersifat manusiawi namun memicu pertengkaran. Hanya karena kurang bisa mendengar
dengan jelas membuat suami mengeluarkan kata-kata amarah dan caci maki. Hanya
karena kurang maksimal dalam mengerjakan sesuatu membuat istri mengeluarkan
kata-kata tidak proporsional dan melewati batas. Selalu saja ada titik singgung
yang bisa memicu keretakan rumah tangga.
Tentunya antara suami dan istri
ada perbedaan. Karena laki-laki dan perempuan kenyataannya berbeda. Jangan
mempersoalkan perbedaan. Terimalah realitas perbedaan, dan cari solusinya.
Perbedaan apa saja baik itu suku, bahasa, adat, kebiasaan, cara pandang, dan
latar belakang pendidikan.
Judul buku : wONDERful Family
Penulis : Cahyadi takariawan
Penerbit : Era Adicitra Intermedia
Tahun terbit : 2012
Jumlah hal : xxi + 246 halaman
Peresensi : Supadilah