Penulis : Chio
Penerbit :
Anomali - buku unik-
Cetakan : 2009
Tebal : 200 halaman
Harga
: Rp. 27.000,-
Buku kecil dengan
tebal 200 halaman dan cover unik ini membuat penasaran siapapun yang membaca
judulnya termasuk saya. JANGAN SADARIN JILBABER dipilih penulisnya (Chio)
sebagai judul buku. Pemilihan kata yang apik dan cerdik, karena siapapun akan
selalu ingin tahu lebih dalam tentang sesuatu yang menggunakan kalimat negative, yaitu kata JANGAN. Mengapa
jilbaber sebagai objeknya? Kenapa jangan sadarin jilbaber? Chio, sang penulis
pada komunitas Lini Badai Otak, menggunakan bahasa “gaul” yang mudah di pahami
anak muda. Dari bahasa dan pilihan kata buku ini seolah ditujukan pada para akhwat atau mungkin segolongan
komunitas tertentu. Dalam buku ini penulis sering menyampaikan ide dengan
bahasa yang sedikit “nyleneh” , seperti saat ia memposisikan dirinya
sebagai “cowok bejat atau ikhwan genit”
(hal. 30). Jadi buku ini ditulis dari sudut pandang pribadi seorang cowok
“nakal” yang senang melihat habbit yang kurang baik bagi para akhwat dan juga dari
sisi pemikiran dalam sebuah organisasi.
Penulis seolah enggan menyadarkan para akhwat yang hobi
dandan modis, memilih corak jilbab yang warna warni dan cantik-cantik padahal
itu untuk digunakan di luar rumah (hal 26), jangan pakai kaos kaki panjang,
karena para akhwat yang biasanya sibuk dengan mobilitas tinggi dan naik motor
memudahkan lawan jenis melihat hal yang memungkinkan seorang imam besar
kehilangan hafalannya (hal 33). Penulis juga menyoroti penggunaan jaket dengan
tulisan sebuah organisasi dakwah dengan kalimat mutiara, yang dari ukuran
memang sudah baik karena tidak ngepas di badan, tapi dari sisi pemahaman, untuk
niatan apa lambang organisasi tersebut di publish pada jaket yang semua orang
bisa melihatnya? (hal 36). Tentang kebiasaan akhwat yang kurang merawat diri,
seperti rambut sengaja di potong pendek
agar bisa keramas sebulan sekali, mentang-mentang tidak kelihatan orang lantas
tak dirawat dengan baik (hal 50).
Membaca bagian awal saja sudah bikin
“gerah” dan kepanasan entah karena bahasanya banyak yang menyindir atau karena
yang ditulis memang sebuah fakta. Fakta-fakta yang mengatakan bahwa karena
sibuknya sang akhwat yang juga anak kost-an maka makanpun tidak pernah ambil
pusing, dan dipilihlah menu favorit “mie instan” yang mengandung banyak bahan
pengawet. Memilih produk-produk yang mengandung banyak bahan kimia untuk
dikonsumsi seperti pasta gigi berfluoride dan lupa dengan sunah Rasul yang
menggunakan siwak yang sebenarnya non kimia. Para akhwat juga dilenakan dengan
dogma tidur, sebuah doktrin yang mengatakan kita harus tidur 8 jam. Benarkah seperti
itu? Di usia kita yang sedang berada dalam puncak dari energi yang ada di rentang
waktu umur manusia ini? teruskanlah kesia-siaan waktumu agar tertunda dan
semakin lama kebangkitan Islam.
Silahkan gunakan facebook untuk ngetik status yang
tidak penting, pasang foto narsis dengan berbagai pose dan lupakan bahwa si
pembuat facebook adalah pemuda Yahudi yang juga aktivis organisasi Yahudi AEPI (Alpha Epsilon Pi Fraternity). Juga
tentang berapa banyak akhwat yang panas saat seorang da’i negeri ini memutuskan
untuk poligami? Berapa banyak dari mereka yang jadi tidak suka dengan
pendakwah ini? Marilah kita tengok seorang tokoh besar negeri ini, seorang juru
dakwah handal bernama M. Natsir. Dalam masalah poligami M. Natsir dengan tegas
mengatakan boleh, karena ada dalilnya dalam Al-Qur’an, meskipun beliau sendiri
tidak melakukan poligami bahkan seumur hidupnya hanya beristrikan seorang saja.
Berbeda dengan beberapa tokoh besar negeri ini yang semua orang tahu bahwa ia
menentang keras poligami, tetapi istrinya ada dimana-mana dan sejarah
mengatakan bahwa ia dekat dengan banyak perempuan. Ini sikap M. Natsir yang
disebut dengan, meminjam istilah Pramoedya Ananta Toer, adil sejak dalam
pikiran.
Lembar akhir dalam buku ini sekilas membahas tentang
harakah. Ada beberapa tingkatan kesadaran akan agama yang kita anut. (1) mereka
menyadari bahwa dirinya membutuhkan agama sebagai bagian dari kebutuhan akan
Tuhan. (2) kesadaran bahwa agama tidak
sekedar untuk dianut tapi juga dijalankan dalam segala aspek kehidupan ini. (3)
kesadaran bahwa ia harus menyebarkan agama ini kepada yang lain. (4) kesadaran
bergerak dalam sebuah jamaah. Pada tingkatan kesadaran berjamaah ini, banyak
hal yang harus diperhatikan. Berjamaah bukanlah sekedar kumpul-kumpul karena
kenyamanan. Tapi ikutilah dengan pemahaman dan kesadarn apa yang kita ikuti
itu.
(Sumber gambar: jilbablovers.wordpress.com)
0 komentar:
Posting Komentar