Buku : Pengetahuan dan Karakteristik
Bahan Baku Hasil Perairan
Pengaran : Nurjannah, Asadatun Abdullah,
Kustiariyah
Penerbit : IPB Press
Hal : 5-32
Potensi dan
Distribusi
Indonesia
adalah negara maritim, negara dengan wilayah perairannya lebih luas dibandingkan
dengan daratan. Potensi sumber daya hasil perairan cukup besar secara kuantitas
maupun diversitas. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dilakukan pengembangan
potensi sumber daya perairan yang sudah cukup besar diantaranya: perikanan
tangkap, budidaya ikan, budidaya air payau, budidaya air tawar, dan
penegmbangan industri bioteknologi kelautan seperti bahan baku makanan,
industri pangan/pakan, benih ikan dan udang.
Untuk
meningkatkan sektor perairan sebagai “prime mover” pembangunan ekonomi nasional
perlu memacu pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan dengan program nasional
revitalisasi perikanan. Dalam buku ini dijelaskan 3 sasaran komiditas ekonomis
penting yang fokus pada pengembangan program pembangunan ekonomi nasional yaitu
: udang, tuna, dan rumput laut.
1.
Udang
Salah satu komoditas unggul adalah udang. Tahun 2005 pernah
mencapai produksi hingga 300.000 ton. Produktivitasnya terus meningkat setiap
tahun.
2.
Tuna dan Cakalang
Tuna dan cakalang adalah sumber daya perikanan yang produktivitasnya
cukup menjanjikan dan perlu dikembangkan. Total potensi 887,43 ton/ tahun
3.
Rumput Laut
Merupakan komoditas unggul karena teknologi budidaya murah,
daya serap tenaga kerja tinggi, dan masa tanam pendek. Sasaran produksi secara
nasional adalah mencapai 4000 ton pada tahun 2009. Permintaan konsumsi rumput
laut terus meningkat.
Dalam buku ini dijelaskan pula terkait karakteristik
komoditas yang termasuk unggulan seperti poin di atas.
1.
Udang
Potensi dan pemanfaatan udang di Indonesia berperan sebagai
produsen utama yang mana diekspor ke negara jepang dan amerika. Khususnya untuk
jenis udang windu. Udang tersebut dihasilkan melalui proses budidaya yang
mendatangkan banyak devisa negara. Pemerintah melakukan berbagai program
revitalisasi udang diantaranya untuk ekspor, konsumsi masyarakat, dan
peningkatan sumber daya perikanan budidaya.
Pemasaran dan perdagangan udang sendiri terus mengalami
permintaan yang rata-rata meningkat sebanyak 6% per-tahun. Berdasarkan data
yang ditampilkan pada tahun 1999 jumlah produksi 109.651 ton meningkat hingga
137.635 ton pada tahun 2003. Hasil produksi udang yang diekspor ke manca negara
dalam bentuk segar (tidak beku), beku, dan dalam kaleng. Namun terlihat 90%
ekspor udang dalam bentuk block frozen untuk menjaga keutuhan produk.
Negara pengimpor udang terbesar dari Indonesia adalah Jepang,
kedua adalah Amerika. Akan tetapi meskipun Jepang mengimpor terbesar, pasaran
produk ikan Jepang tidak mudah untuk dikuasai oleh negara berkembang. Karena
Jepang memberikan standar mutu dan keamanan produk sejak dari pembenihan,
pemeliharaan, penangkapan, sampai dengan pengolahan hingga pemasaran.
Dalam proses impor ke negara Amerika yang menjadi kendala
Indonesia adalah kewajiban detersifikasi khusus udang yang ekspor ke Amerika,
selain itu adanya dampak Country of Origin Labelling Art di Amerika, Amerika
belum berminat melakukan pengawasan mutu perikanan di Indonesia, dan dampak
kebijakan anti dumping negara eksportir udang terbesar ke Amerika.
Berbeda kondisi untuk ekspor ke Eropa. Pada tahun 2001
setelah pemberlakuan pengawasan ketat sampel udang yang akan dikirim,
ditemukanlah senyawa antibiotika dari udang Indonesia. Tahun 2004 sedikitnya 16
perusahaan yang terancam tidak dapat melakukan ekspor karena melanggar
ketentuan produk yang diberlakukan Eropa. Alhasil kerjasama pengawasan mutu di
Indonesia masih terkendala pada implementasi terutama masalah penerapan
sanitasi.
2.
Tuna
Tuna merupakan potensi perairan yang memerlukan pengelolaan
secara internasional karena berada pada kondisi perairan laut lepas. Sebagian
besar ekspor tuna dalam bentuk utuh segar/beku yang disiangi, steak frozen, dan
bentuk kaleng. Negara pengimpor hampir sama dengan udang. Secara kondisi
pendistribusian hampir sama dengan produk udang.
3.
Rumput Laut
Lima propinsi penghasil rumput laut terbesar di Indonesia
adalah NTB, NTT, Bali, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan. Rumput laut
diproduksi melalui proses budidaya yang cenderung bersifat padat karya dan
dilakukan dalam kawasan yang luas. Banyak ditemukan masyarakat memanfaatkan
sebagai Rumah Tangga Perikanan (khusus rumput laut). Program pemerintah turut
membantu untuk pengembangan budidaya rumput laut. Dalam hal ini permasalahan
yang muncul berkaitan dengan legalitas dan kelembagaan terhadap lokasi izin
untuk budidaya, karena memanfaatkan laut.
Pemasaran rumput laut sendiri dapat dilakukan dalam produk
kering (nilai jual rendah) dan produk setengah jadi yang dikenal dengan istilah
karaginan dengan tingkat pemurnia yang berbeda-beda. Prospek usaha rumput laut cukup
menjanjikan baik yang on farm (budidaya) maupun off farm (perdagangan).
Sejalan dengan isu bahan baku rumput laut sebagai bahan
industri yang ramah lingkungan, prospek usahanya semakin cerah. Baik produk
yang kering maupun yang karaginan. Pasar besar ke Eropa, lalu Asia pasifik dan
Amerika. Di Amerika industri daging dan dairy (susu) meningkatkan permintaan
akan karaginan. Begitu juga di Jepang.
Perlu penguasaan teknologi produksi karaginan, bahan baku,
serta peningkatan kebutuhan pasar baik dalam atau pun luar negeri yang dapat
merangsang pertumbuhan industri pengembangan rumput laut (Eucheuma sp). Padahal
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sebanyak 80% karaginan dari produk impor.
Karena berdasarkan data kebutuhan domestik akan rumput laut 18.000 ton sedang
perkiraan kebutuhan luar negeri mencapai 559.888.073 ton. Produksi di Indonesia
sendiri baru mencapai 47.515 ton. Semoga semakin berkembang hasil perairan
rumput laut Indonesia.
Bersambung...
Woro IM1
0 komentar:
Posting Komentar