Being logical. A guide to Good Thinking. Itu lah yang
tertulis pada cover buku keci bersampul biru ini. Being Logical sebenarnya
adalah salah satu buku panduan dalam salah satu mata kuliah saya, Scientific
Discussion. Secara garis besar, di Being Logical, D. Q. McInerny mengajak para
pembaca untuk berpikir logic yang kalau kata Pak dosen “think critically”.
Meskipun bukunya relative tipis , tapi jujur saja, saya
kesulitan mencernanya saat awal membaca kalau saja tidak di-ulik di kelas.
Mungkin karena cara berpikir saya selama ini lebih banyak abstraknya daripada
logic-nya #grin. Selain itu banyak konten filosofis di dalamnya. Tidak serumit
ilmu filsafat memang, belajar logic setingkat lebih mudah meskipun rujukannya
masih Plato, Socrates, dan kawan-kawan. Selain itu ada istilah-istilah latin
yang masih digunakan untuk memberi nama “fallacies” atau kekeliruan logika
berpikir. Saya baru tahu bahwa kekeliruan logika (selanjutnya kita sebut
“fallacies”) itu ada nama-namanya. Dan
berbagai fallacies tersebut memang banyak banyak kita temukan di kehidupan
sehari-hari, bisa jadi fallacies itu disengaja dengan maksud tertentu atau
memang karena ketidaktahuan. Dengan memahami cara berpikir logis ini,
harapannya kita dapat berpikir kritis terhadap argumen-argumen yang kita temui,
bisa membedakan apakah ini argument yang sound (masuk akal) atau hanya sekedar
asumsi atau sekedar emotional engagement, sehingga (kasarnya) agar kita tidak
mudah ‘termakan’ omongan orang terutama dari media-media informasi atau pidato
para politikus (begitu kata Pak Dosen #grin). Kalau di lingkungan akademik,
ilmu ini jelas penting untuk membuat publikasi yang reliable (terpercaya).
Pada bagian pertama dan kedua buku, penulis mengajak pembaca
untuk mempersiapkan pikiran atau mindset tentang apa itu logic contohnya be
attentive (penuh perhatian), komunikasi efektif, match ideas to facts, words to
fact, menganalisa kebenaran, dan seterusnya dan seterusnya.
Argumen sebagai bahasa logic mulai dipaparkan pada bagian
ketiga. Pada bagian ini kita akan dikenalkan dengan berbagai jenis argument
seperti syllogistic argument, deductive, inductive, dll. Karakteristik argument
adalah adanya premis, reasoning, dan kesimpulan. Saya bingung menerjemahkan
kata reasoning. Reasoning adalah proses dimana otak kita mengolah premis-premis
yang ada untuk kemudian ditarik kesimpulan. Reasoning itu lah yang menentukan
apakah argument itu truth/not, valid/invalid, sound/unsound (masuk akal/tdk
masuk akal). Ada beberapa contoh kalimat untuk memudahkan kita mengidentifikasi
jenis-jenis argument. Kalau dalam perkuliahan, kita diberi tugas nonton TED
Talk dan “think critically”, menganalisis presentasi tersebut sehingga kita
tahu selogis apa konten yang disampaikan presenter dan yang paling penting masuk
akal atau tidak.
Pada bagian keempat disebutkan beberapa hal yang menjadi
sumber ketidak-logis-an berpikir (illogical thinking) seperti sikap skeptic,
sinisme dan naif, pemikiran sempit, emotion and argument, pemikiran wajar
(common sense), dll. Kemudian pada bagian akhir disebutkan 28 jenis fallacies
(yang harus kita hafal/pahami untuk ujian #cry). Awalnya saya kesulitan untuk
mengidentifikasi argument dalam suatu percakapan, presentasi, berita atau
tulisan lainnya. Tapi dengan memahami jenis-jenis fallacies ini, lebih mudah
bagi saya untuk menganalisanya. Contoh, salah satu fallacies itu adalah Post
Hoc Ergo Propter Hoc yang dalam Bahasa Inggris fallacies itu disebut sebagai
False Cause, yaitu menghubungkan salah satu kejadian yang terjadi pada rentang waktu
sebelumnya sebagai akibat dari kejadian yang sedang atau akan terjadi, padahal
secara logika kejadian tersebut tidak berhubungan sama sekali.
Contoh lainnya adalah The Red Herring, kalau Bahasa
kekiniannya “ngeles” atau pengalihan isu. Ada juga slippery slope (tanjakan
tajam), yaitu menganggap satu sebab akan menjadi sebab dari runtutan kejadian-kejadian
berikutnya, misalnya, seorang ibu marah kepada anaknya karena membolos, si ibu
berkata kalau dia (anaknya) membolos nanti tidak bisa mengerjakan ujian,
kemudian menyebabkan ketidak lulusan atau bahkan dikeluarkan dari sekolah,
kalau dikeluarkan nanti jadi pengangguran, gagal, stress, dan mati mengenaskan.
Kalau komentar kita sih “ya ga gitu juga kali….” Tapi argument-argumen serupa
banyak banyak kita temui di lingkungan sekitar, teruma pelakunya para kaum
wanita (kalau ini opini saya saja sih #grin).
Satu lagi fallacies yang sering ditemukan di share-share di
facebook, Ad Hominem, yaitu menyerang argument dengan menyinggung sisi
emosional, fisik, atau kejadian buruk lawan di masa lalu. Contoh, “Bagaimana
mungkin omongan wanita yang tidak menikah, pernah dipenjara, dan bau badannya
menyengat bisa dipercaya”. Atau kebalikan dari Ad Hominem yaitu Appeal to
Authority, memanfaatkan opini dari seseorang yang mempunyai posisi atau
institusi tertentu, “Ini buku terbitan Cambridge University, jadi pasti benar”.
Padahal belum tentu semua buku terbitan Cambridge reliable. Tapi Cambridge
dapat banyak uang karena fallacies ini #grin.
Itu tadi sedikit dari beberapa contoh fallacies yang memicu
illogical thinking. Saya mendapat banyak pencerahan dengan mempelajari logika
berpikir ini, terutama di saat yang bersamaan saya juga mengikuti mata kuliah Logika
matematika (yang banyak symbol aneh-anehnya). Yang dipelajari di kedua
matakuliah tersebut ternyata pada dasarnya sama hanya saja, hanya saja yang
satu dengan bahasa yang humanis (manusiawi) dan satunya bahasa matematis. Sebenarnya
keduanya bisa diterjemahkan satu sama lain dan sangat bermanfaat dalam praktik kehidupan
nyata kita tapi ilmu saya jauuuuuh untuk bisa menerjemahkannya, masih harus
banyak belajar >_<. Tapi hati-hati juga kita kalau belajar logika, yang
harus kita ingat sebagai orang beragama, tidak semua hal bisa dilogika-kan
karena logika manusia terbatas sedangkan ilmu Alloh tanpa batas.
Kesimpulannya, buku ini sangat direkomendasikan terutama
bagi debater, orator, atau jurnalis karena selain dapat memahami konsep
berpikir logis bisa juga kita memanfaatkan “ilmu illogical thinking” dan
berbagai fallacies untuk tujuan tertentu #grin.
Semoga bermanfaat.
Judul buku : Being Logical
Penulis : DQ. McInerny
Penerbit : Random House Trade Paperbacks, 2004
Jumlah halaman : 131 halaman
SNK_Asahidai, Nomi, Ishikawa 13052016
0 komentar:
Posting Komentar