Prolog Penulis Resume
File buku ini saya terima oleh seoarang teman
di awal tahun 2014, dan diminta membacanya segera. Alhasil karena harapan
kadang-kadang tak sejalan dengan realita, akhirnya hanya kubaca bagian
pengantarnya saja. Lumayanlah bagian pengantar cukup mewakili isi buku meski
hanya 1.11% (3 dari 207 halaman). Baru pekan lalu tertarik untuk membacanya,
itupun dibaca sebagai referensi tugas dari dosen. Haha.. J.
Suasana hati ikut bermain peran seperti kisah nyata yang disajikan oleh penulis
buku ini. Dan akhirnya, member grup IM (IM memang multi tafsir, hehehe J)
sebenarnya sudah banyak yang baca dan punya filenya. Semoga tak bosan dengan
tetap membaca resume ini. Bagi yang belum, semoga bermanfaat.
#Salam penuh semangat dari bumi kampus pertanian
Bogor ^_^
“Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung”
Penulis:
DR.dr. Siti Fadilah Supari, Sp.KP (K)
B
|
ermula
dari munculnya berita di TV, seorang anak tiba-tiba menderita panas dan sesak
nafas, kemudian meninggal dengan sangat cepat di sebuah rumah sakit di
Tangerang. Ternyata setelah beberapa hari, kematiannya terdiagnosis munculnya
penyakit flu burung. Flu burung sebuah penyakit adanya virus H5N1, penyebab
kematian yang belum pernah ada sebelumnya di Indonesia. Kejadian ini terjadi
sekitar tahun 2004. Namun, sebelumnya beberapa negara tetangga telah terserang pula
oleh adanya virus flu burung ini seperti: Cina, Thailand, dan Vietnam. Dunia
semakin gempar adanya virus ini.
Kala itu menteri kesehatan Indonesia dijabat seorang perempuan
bernama Siti Fadilah Supari. Ibu ini berusaha menuntaskan tanggungjawabnya
sebagai menkes dengan memberikan “problem solving” kesehatan khususnya
munculnya flu burung yang berdampak meresahkan seluruh warga Indonesia. Langkah
yang dilakukan adalah sosialisasi masyarakat dan pengobatan dengan Tamiflu
sesuai dengan anjuran WHO. Namun, luka hati yang pertama beliau rasakan adalah
stok Tamiflu ini hanya diborong oleh negara-negara kaya yang notabene tidak
memiliki kasus flu burung. Bayangkan saja flu burung menimpa negara berkembang
bahkan miskin, tetapi mereka kesulitan mendapatkannya.
Beberapa kalangan peneliti didunia kedokteran mulai
melakukan penelitian terhadap sampel darah warga yang diduga terserang virus
tersebut. Dibutuhkan rapid diagnostic test untuk bisa mengetahui jenis
virus dan penanganan penggunaan vaksin yang tepat. Analisa baku yang dilakukan
oleh tim laboratorium Litbangkes Departemen Kesehatan membutuhkan waktu 2 hari.
Dimana seharusnya dibutuhkan rapid diagnostic test lebih cepat yang
sesuai dengan strain virus Indonesia. Dunia medis Indonesia mengakui belum
mampu. Namun, karena virus ini tergolong baru, beberapa negara melakukan
pengujian di WHO. Selain sebagai lembaga dunia yang menangani kasus kesehatan
dunia, WHO CC (WHO Collaborating Center) memerintahkan negara-negara
yang terjangkit virus H5NI mengirimkan sampel darah untuk dilakukan risk
assesment, diagnosis, dan kemudian dibuatkan seed virus. Dari seed
virus inilah kemudian digunakan untuk membuat vaksin atau penawarnya. Yang
menjadi luka kedua Ibu Supari adalah vaksin tersebut yang nantinya akan dijual
(dikomersilkan) ke seluruh dunia tanpa mengetahui pengirim virus tersebut dari
asal negara mana. Bahkan negara pengirim virus, yang berharap mendapatkan
bantuan vaksin tersebut juga dikenakan harga pembelian komersiil. Pantas saja 90% perdagangan vaksin di
dunia dikuasai hanya oleh 10% penduduk dunia yang tersebar di negara kaya. Maka
negara kaya akan semakin kaya, dan negara miskin akan semakin melebar. Luka
semakin menyayat hati Ibu negara bidang kesehatan ini.
Ketakutan warga dan ilmuan Indonesia semakin menjadi manakala
di televisi CNN (Cable News Network) lebih dulu muncul berita virus flu burung yang melanda daerah
Tanah Karo Sumatera yang menyebar antar manusia bukan perantara unggas. Polemik
berita nusantara semakin gempar dengan tuntutan beberapa pihak kepada Ibu
Menkes.
Kasus Tanah
Karo Sumatera adanya 7 kematian dari 8 orang bersaudara yang menderita flu
burung. Para pakar WHO yang terdiri dari pakar genetik menyimpulkan bahwa kasus
tersebut adalah suatu kejadian penularan antar manusia (human to human
transmission). Merupakan kesimpulan yang tidak tepat, karena belum ada
laporan adanya perubahan bentuk dan fungsi (mutagenesis) dari DNA virus flu
burung yang ditemukan di daerah Tanah Karo tersebut. Untuk pembuktian
kebenarannya, dilakukanlah sequencing DNA virus flu burung tersebut oleh
Ibu Siti Fadilah Supari di lembaga Eijkman (non WHO). Ada sahabat beliau
yang ahli dan bekerja di lembaga itu. Meskipun keberadaan Eijkman ini tidak
diakui oleh WHO. Hasilnya menunjukkan sequencing
DNA virus flu burung di Tanah Karo masih identik dengan virus H5N1 sebelumnya.
Hanya memang strain virus tersebut lebih ganas dari sebelumnya. Namun
strukturnya menunjukkan masih sesuai dengan virus yang menular dari binatang ke
manusia. Bukan dari manusia ke manusia.
Semangat Ibu menteri sungguh luar biasa. Beliau
berkata : ini sungguh akan sangat membahayakan, kesenjangan negara kaya dan
miskin akan semakin menganga. Situasi ini akan jauh lebih buruk akibatnya
dibandingkan dengan kejadian pandemik flu burungnya itu sendiri. Sangat
membahayakan Global Health Security yang menjadi concern dunia.
Negara saya adalah negara merdeka dan berdaulat. Mengapa kita dipaksa
menyerahkan virus, dengan aturan sepihak? Sungguh menyakitkan. Apa pun yang
terjadi kita tidak boleh cengeng apalagi mengharap kebaikan hati bangsa lain. Cukup
sudah pengalaman mengatakan mandiri, berani berdiri di atas kaki sendiri.
Maka langkah selanjutnya dilakukan oleh Ibu menteri
adalah stop pengiriman virus ke WHO dengan memprovokasi ke beberapa negara
berkembang lainnya. Mestinya Indonesia menjadi pelopor keterbukaan data untuk
riset ilmiah, namun isu dunia justru memojokkan Indonesia. Negara lemah yang
diinjak-injak haknya oleh negara kuat tidak memiliki kekuatan untuk melawan.
Menang atau kalah Ibu Supari tidak peduli. Doa beliau: Menangkanlah perjuangan
ini Ya Allah, bila kemenangan kami ini bermanfaat bagi kemaslahatan umat
manusia. Namun bila tidak, bantulah saya ke luar dari masalah ini
sebaik-baiknya.
Dalam berbagai pertemuan antar negara di dunia, Ibu
Supari berusaha meminta dukungan untuk kesepakatan bersama beberapa negara.
Dalam suatu kesempatan khusus beliau pernah itanya perwakilan WHO alasan tidak
mengirim virus ke WHO. Alasan Ibu Supari adalah bukan tidak mau mengirim ke WHO
tetapi bahwa virus yang saya kirim nantinya adalah milik kami, milik negara
Indonesia, milik bangsa Indonesia. Maka jika WHO mau mengakui itu, perlu dengan
jalan kesepakatan MTA (Material Transfer Agreement). Maka pasca itu saya
akan mengirimkan virus ke WHO. Namun, pihak WHO kembali menawarkan, jika
Indonesia kembali mengirimkan virus tersebut tanpa syarat akan dikirim bantuan capacity
building, laboratorium akan dijadikan reff Lab, apa pun yang
Indonesia butuhkan akan mereka penuhi. Namun Ibu menteri kembali tegas, kami
tidak butuh apa-apa kecuali meminta WHO dengan mekanisme GISN bersikap adil
terhadap negara-negara yang sedang berkembang. Hargailah hak mereka, hak untuk
memiliki virus yang mungkin sudah membunuh rakyatnya. Saya ataupun mereka
bukanlah pengemis atau peminta-minta.
-Woro IM1-
-Woro IM1-
0 komentar:
Posting Komentar