Ensiklopedi Leadership Rasulullah SAW 6: Pendidikan
Resume 1: Bab 1-3
Buku ini merupakan salah satu rangkaian seri ensiklopedia tentang leadership dan manajemen rasulullah saw yang terdiri dari 8 seri. Kali ini saya membaca buku ke-6, yaitu mengupas keteladanan beliau dari segi pendidikan. Bagaimana rasulullah sebagai seorang pembelajar sekaligus sebagai guru peradaban bagi umat manusia sampai akhir zaman. Dalam bab 1-4 pada buku ini membahas tentang: Self Education, Anjuran Menuntut Ilmu dan Muhammad SAW Sang Pembelajar.
Mendidik dalam Islam bukanlah sekedar mentransfer ilmu pengetahuan (knowledge) dan informasi, tetapi lebih dari itu, mendidik adalah proses transformasi nilai (value)dan kearifan (wisdom) kepada setiap peserta didik, kata Nio Gwan Chung yang dikutip pada pembuka bab pertama buku ini. Berbicara tentang bagaimana menransfer ilmu pengetahuan tak serumit bagaimana menransfer nilai dalam diri seseorang. Suatu nilai baru dikatakan hidup dalam diri seseorang apabila ia dijadikan landasan dalam menjalani kehidupannya. Proses untuk menghidupkan sebuah nilai dalam diri seseorang oerlu pendidikan yang komprehensif. Tidak sekedar diajarkan, namun harus dipraktekan berulang-ulang dalam kehidupan yang nyata. Maka dari itu, pendidikan nilai ini membutuhkan kondisi dimana seluruh aspek dan komunitas dsri peserta didik ikut terlibat. Mulai dari sekolah, keluarga dan lingkungan masyarakat.
Ibnu Sina dalam bukunya yang berjudul as-Siyâsah menekankan pentingnya keluarga dalam pendidikan, sebagai penentu keberlangsungan suatu bangsa. Sebuah negara yang besar adalah yang dibangun oleh keluarga dan rumah tangga yang baik. Karena keluarga adalah sumber utama dan sumber inspirasi dari sebuah negara. Lantas pendidikan baik itu yang seperti apa? Masih menurut Ibnu Sina dalam bukunya tersebut, pendidikan yang baik adalah pendidikan yang mementingkan self education. Mendidik diri sendiri sebelum mendidik orang lain.
Rasulullah SAW yang hidup pada abad ke-14 silam adalah orang yang sangat mementingkan aspek pendidikan. Walaupun tidak pernah mengecap pendidikan formal dan merupakan seroang yang ummi pada awalnya, namun kapasitas intelektual beliau melebihi para filosof Yunani sekalipun. Beliau telah berhasil mendidik sahabat-sahabat beliau dari kaum yang jahil hingga menjadi generasi terbaik umat ini. Lantas bagaimana dengan pendidikan rasulullah yang tidak pernah mengecap pendidikan formal dan juga seseorang yang ummi pada awalnya? Dalam sebuah riwayat disebutkan,"Sesungguhnya Allah telah mendidikku dan Ia menyuruhku dengan akhlak-akhlak mulia dan berfirman,'Ambilah kemaafan dan suruhlah dengan kebaikan, serta berpalinglah dari orang-orang yang jahil'."
Bagaimana pentingnya pendidikan di mata beliau tercermin dari kebijakan beliau tentang tawanan perang usai Perang Badar. Bagi tawanan yang tidak mempunyai harta untuk menebus dirinya sendiri, dapat menebus dirinya dengan mengajarkan satu orang muslim baca-tulis. Seperti yang kita tahu, di awal perkembangannya, Islam diikuti dari kalangan masyarakat bawah seperti budak dan orang-orang miskin yang tidak pernah mengenyam pendidikan. Dengan menguasai baca-tulis, status sosial mereka dapat terangkat dan keimanan mereka bisa semakin mantap. Karena gerbang ilmu pengetahuan sudah mereka kuasai. Perhatian rasulullah yang besar dalam aspek pendidikan juga tercermin dari kebijakan beliau menjadikan masjid sebagai pusat pendidikan umat Islam kala itu.
Jika pendidikan begitu penting, lantas apa makna pendidikan itu sendiri dan bagaimana Islam memposisikan anjuran menuntut ilmu dalam ajarannya? Dalam bahasa Arab, pendidikan mempunyai banyak kata untuk dirujuk sejak masa rasulullah. Sedangkan istilah yang paling sering dipakai adalah tarbiyah. Apa itu tarbiyah? Ia adalah proses untuk mendidik manusia dengan tujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia ke arah yang lebih sempurna dan juga merupakan proses mengurus dan mengatur manusia agar kehidupan bermasyarakat berjalan dengan lancar.
Tentang anjuran menuntut ilmu sendiri, rasulullah bersabda dalam hadits riwayat Ibnu Majah, 'Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim.' Lalu kapan waktu kita untukmmenuntut ilmu? Rasulullah bersabda, 'Tuntutlah ilmu dari buaian sampai liang lahat.' Ini berarti bahwa kehidupan itu sendiri merupakan sebuah proses untuk terus belajar. Manusia adalah makhluk dinamis sehingga seluruh proses kehidupannya merupakan proses untuk selalu memperbaiki diri. Ilmu disini tidak sebatas ilmu agama dan ilmu-ilmu yang diajarkan dalam pendidikan formal semata, namun seluruh tanda-tanda dan kejadian yang kita alami sesungguhnya adalah sebuah pembelajaran bagi kita.Betapa sering Allah menyebutkan dalam al quran tentang golongan ulil albab (orang-orang yang berakal) sebagai orang yang dapat menangkap petunjuk tanda-tanda kebesaran-Nya yang terserak di sekitar kita.
Bahkan dalam firman-Nya Q.S. Al-Mujadalah ayat 11 Allah menempatkan kedudukan orang yang berilmu ditinggikan. Dalam surat tersebut allah berfirman, 'Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.'
Perintah pertama dalam agama ini pun dimulai dari anjuran membaca, suatu proses pembelajaran. Allah berfirman, 'Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhamnu Yang Maha Pemurah, Yang Mengajari manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajari manusia apa yang belum diketahuinya.' (Q.S. Al-Alaq: 1-5)
Rasulullah sendiri adalah seorang pribadi pembelajar. Sejak kecil ketika masih di bawah asuhan Halimah, beliau belajar banyak hal dari masyarakat Badui. Beliau belajar bahasa lisan dari kekayaan lisan suku Badui. Kemampuan ini yang kelak beliau gunakan untuk menyampaikan risalah yang universal dan mendalam dalam ungkapan singkat, namun memiliki makna yang sangat tinggi.Selain beliau belajar kefasihan bahasa Arab dari suku Badui di pedesaan, beliau juga belajar dari keras dan tandusnya hidup di pedesaan.Gersang dan tandusnya padang pasir menjadikan beliau suka menyendiri dan merenung tentang kerapuhan manusia, kebiasaan yang berlangsung hingga dewasa. Kebiasaan ini dan juga status beliau sebagai anak yatim menjadikan beliau seorang yang hanya bergantung pada Tuhan dan dekat dengan orang-orang fakir. Pengalaman ini merupakan bekal untuk mengemban amanah sebagai rasul kelak.
Lepas dari suku Badui dan setelah ibunda dan kakeknya meninggal, rasulullah menjadi penggembala kambing di bawah asuhan pamannya Abu Thalib. Dari pengalaman sebagai penggembala ini beliau belajar tentang kemandirian, kesabaran, perenungan dan kewaspadaan. Lalu pada usia 12 tahun beliau telah belajar berdagang dengan ikut serta dalam rombongan dagang pamannya ke Syam. Pengalaman yang mengantarkan beliau jadi pengusaha sukses di kemudian hari dan mengantarkannya pada Khadijah. Istri yang setia mendampingi perjuangan beliau hingga akhir hayatnya.
Maka dari tiga bab awal dalam buku ini, kita belajar dari rasulullah betapa pentingnya menuntut ilmu dan menjadi manusia pembelajar. Allah berfirman, 'Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal' (Q.S. Ali-Imran: 190). Tentang ayat ini rasulullah bersabda dalam hadits Ibnu Hiban, 'Sesungguhnya celaka bagi orang yang mendengar ayat ini namun tidak mau merenungkannya.'
Mari kita menjadi manusia pembelajar. Yang mampu mengambil pelajaran dari kehidupan dan alam sekitar. Semoga Allah meninggikan derajat kita dan memudahkan jalan kita ke surga dengan ilmu. Aamiin..
-Devy IM1-
0 komentar:
Posting Komentar