Islam hadir mengangkat kedudukan
wanita menjadi sangat terhormat. Adanya bahasan khusus tentang wanita dalam
Al-Qur’an surat An-Nisa menjadi bukti bahwa wanita memiliki kedudukan tinggi
dalam Islam. Islam memandang wanita sebagai belahan jiwa laki-laki, berbakti
kepada ibu lebih utama daripada kepada ayah, dimulaikan baik sebagai istri
maupun sebagai anak. Jika di resume beberapa hari lalu ada yang menampilkan
sosok wanita yang karena karirnya sampai lupa akan kodratnya, maka dalam resume
kali ini saya mengajak muslimah sekalian untuk belajar dari sejarah bahwa
muslimah layak berkiprah dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi, pendidikan, dan
lainnya dengan tidak menyesampingkan peran utamanya sebagai ibu ataupun istri. Semoga
mampu menumbuhkan kerinduan kita terhadap sosok-sosok wanita teladan, ideal,
dan taat kepada Allah dan Rasulnya. Selanjutnya menjadikan mereka sebagai suri tauladan.
Ada banyak kisah shabiyah teladan
di dalam buku ini. Membuat saya merasa begitu kecil, jauuuh sekali dari teladan
apalagi ideal. Bahkan di beberapa kisah mampu membuat saya nangis bombay. Sedih
membayangkan perjuangan mereka dan sedih karena saya masih jauh dari sosok
mereka. Zaman telah berubah dan setiap zaman pasti punya tantangan
masing-masing.
Adalah Asma binti Abu Bakar,
dengan latar belakang keluarga yang penuh berkah wajar jika ia tumbuh mewarisi
keistimewaan ayahnya, Abu Bakar. Asma masuk dalam golongan orang yang pertama
masuk Islam sebagaimana dijelaskan dalam surat At-Taubah: 100. Ayah dan suami
Asma (Zubair bin Awwam) termasuk 10 sahabat yang dijamin masuk surga. Beberapa
keistimewaan Asma antara lain adalah istri yang sholihah. Zubair adalah lelaki
miskin, saat menikah dengan Asma harta yang dimilikinya hanyalah seekor kuda.
Karena tidak mampu membayar budak, Asma melakukan pekerjaan rumah sendiri. Asma
terbiasa membawa kurma sendiri di atas kepalanya dari kebun Zubair hasil
pemberian Rasulullah yang berjarak 3,4 km dengan berjalan kaki. Padahal sebelum
menikah Asma tidak pernah melakukan pekerjaan2 itu.
Asma dikenal sebagi wanita
pemilik dua selendang (dzaatun nithaaqain) atas keberaniannya mengantarkan
makanan kepada Rasulullah yang sedang bersembunyi di gua Tsur. Yang menjadi
istimewa adalah karena kondisi Asma saat itu sedang hamil, medan yang harus
ditempuh sangat terjal dan jauh, seorang diri, dan orang-orang kafir mengintai
di mana-mana. Taruhan Asma adalah nyawa. Asma memakai ikat pinggangnya yang
dibelah menjadi dua untuk menutup wadah makanan tersebut, sehingga Rasulullah
berkata kepada Asma “Semoga Allah mengganti selendangmu dengan dua selendang di
surga”. Asma juga dikenal sangat dermawan, seperti ayahnya. Kemiskinan tak
menghalangi Asma untuk bersedekah. Jika memiliki sesuatu, Asma tidak
menyimpannya sampai besok, namun langsung membagikan semuanya. Bahkan Asma
pernah jatuh sakit, lalu ia memerdekakan seluruh budak yang diberikan oleh
ayahnya. Asma dikenal sebagai wanita yang cerdas, bijak, dan ahli ibadah. Saat
Abdullah bin Zubair (anak Asma) menjabat sebagai khalifah, Asma tampil sebagai
penasehat. Kala itu Abdullah menghadapi Al Hajjaj yang meminta Abdullah
menyerahkan wilayah kekuasaannya dengan imbalan harta. Asma menguatkan Abdullah
bahwa pilihan terbaik adalah melawan meski pasukan Abdullah sangat sedikit.
Demi Allah kata Asma, aku tidak ingin mati kecuali setelah melihat kepastian
nasibmu (Abdullah) antara dua hal, engkau dibunuh sehingga aku bersabar dan
menyerahkan kesedihanku kepada Allah atau engkau menang sehingga hatiku menjadi
tenag. Dan Abdullah-pun syahid disalib oleh Al-Hajjaj.
Kisah kedua, adalah Ummu Sulaim,
ibu dari Anas bin Malik yang menjadi pelayan Rasulullah dan meriwayatkan banyak
hadits. Saat Islam pertama kali hadir, Ummu Sulaim langsung menerima dengan
sepenuh hati meskipun tidak direstui suaminya yang masih kafir. Saat suaminya terbunuh, Ummu Sulaim bertekad
untuk membesarkan anaknya dan tidak menikah lagi sampai Anas mengijinkan.
Beberapa keteladan dari Ummu Sulaim adalah ketika menikah dengan Abu Thalhah
dengan mas kawinnya adalah keislaman Abu Thalhah. Mas kawin yang lebih mulai
dari apapun. Abu Thalhahpun mempelajari Islam dengan sungguh-sungguh, kelak ia menjadi
salah satu pejuang Islam. Ummu Sulaim dan Abu Thalhah dikelan sebagai orang
yang lebih suka mengutamakan orang lain meski mereka juga membutuhkan.
Sebagaimana kisah saat ada seorang lelaki bertamu, Rasulullah menawarkan kepada
para sahabat siapa yang bersedia menjamu tamu tersebut. Saat itu sedang musim
paceklik. Seorang laki-laki Anshar berdiri bersedia menjamu tamu tersebut. Saat
tamu datang, si istri berkata “demi Allah kita hanya punya makanan untuk si
kecil”. Suaminya berkata kalau begitu jika si kecil lapar, tidurkanlah ia dan
matikan lampu ruang tamu” maksudnya mereka berpura-pura ikut makan padahal
hanya tamu yang makan. Dan suami istri itu adalah Ummu Sulaim dan Abu Thalhah.
Ummu Sulaim adalah istri yang
sangat sabar, saat suaminya pergi untuk suatu urusan dan anaknya sakit hingga
meninggal, ia bersabar melayani terlebih dahulu suaminya yang baru pulang dan baru
mengabarkan bahwa anaknya meninggal. Abu Thalhal pun marah dan melaporkan
kepada Rasulullah, namun Rasulullah justeru memuji perbuatan Ummu Sulaim. Ummu
Sulaim dikenal dalam sejarah sebagai wanita mulia dan turut dalam berbagai
peperangan seperti perang Uhud dan perang Hunain. Ia bertugas menyiapkan
makanan, mengobati yang terluka, bahkan tak segan untuk mengangkat senjata.
Ummu Sulaim, sebagaimana sabda Rasulullah, merupakan salah satu shahabiyah yang
dijamin masuk surga.
Sungguh Allah yang maha
membolak-balikan hati. Hidayah bukan berasal dari orang tua atau keluarga,
sebagaimana iman tak dapat dibeli. Shahabiyah ini pernah melewati separoh
hidupnya dengan memendam benci terhadap Rasulullah. Ia rela mengorbankan harta
dan jiwanya untuk menghalangi dakwah Islam. Bahkan dalam perang Uhud, ia dengan
keji merusak tubuh prajurit muslim yang syahid, salah satunya adalah Hamzah
(yang konon katanya sampai dimakan jantungnya) sebagai bentuk balas dendam atas
kematian ayah, paman, dan saudaranya dalam perang Badar. Dialah Hindun binti
Utbah, istri Abu Sufyan. Orang terbaik masa Jahiliyah yang juga menjadi orang
terbaik setelah masuk Islam. Saat penaklukan kota Makkah oleh kaum muslimin,
Hindun dan suaminya masuk Islam. Salah satu jasa besar setelah masuk Islam
adalah dalam perang Yarmuk. Hindun bersama kaum wanita lain menjadi pembakar
semangat pasukan muslim, termasuk suaminya, yang hampir mundur untuk kembali ke
medan perang. Hindun-pun tak ragu untuk turut mengangkat senjata dan membunuh
tentara kafir.
Dan masih banyak shahabiyah lain
yang patut menjadi tauladan kita. Seperti Ummu Aiman, sang pengasuh Rasulullah.
Ummu Umarah, mujahidah yang melindungi Rasulullah di perang Uhud. Ketika
pasukan muslim tercerai berai meninggalkan Rasulullah, Ummu Umarah dan anaknya
justru mendekat melindungi Rasulullah. Ia tak mundur meski 13 luka sabetan
pedang memenuhi tubuhnya. Selain perang Uhud, Ummu Umarah juga dikenal dalam
perang Khaibar, Hunain, Baiat Aqabah, perjanjian Hudaibiyah, dan penaklukan
kota Mekkah. Ummu Kabsyah Binti Rafi’ dengan kematin putra-putranya di medan
perang yang mengguncang Arsy di langit. Al-Khansa yang merelakan kematian empat
putranya dalam perang Qadisiyah, dan masih banyak lagi.
Semoga Allah memberikan pahala
terbaik atas jasa besar mereka. Inilah bukti peran wanita dalam membangun
peradaban Islam. Mereka adalah anak, istri, dan ibu yang mampu memaikan setiap
perannya dengan sangat baik. Jika dahulu umat Islam dihadapkan pada perang
qital (perang senjata), maka kini umat Islam dihadapkan para perang fiqr, yang
mungkin lebih berat karena kasat mata. Kiprah muslimah pun menyesuaikan
tantangan zaman masa kini. Namun tetap perlu ada kesamaan, yakni semangat,
nilai-nilai yang diperjuangkan, dan iman. Wallau’alam bishawab.
Judul Buku :
35 Siroh Shahabiyah
Penulis :
Mahmud Al Mishri
Penerbit :
Al-I’tishom
Page :
352 halaman
Yogyakarta, Mei 2016
-THW-
0 komentar:
Posting Komentar