Judul : Menikah untuk Bahagia
Penulis : Indra Noveldy & Nunik
Hermawati
Penerbit : Noura Books
Pembuat : Amiris Sholehah, IM 6
Beberapa
bulan terahir saya tertarik dan mulai melirik deretan buku-buku tentang
pernikahan yang berjejer rapi di rak toko buku, beberapa sudah saya beli tapi belum sempat membacanya.
Sampai akhirnya kiriman
buku dari seorang teman dengan
judul “Menikah untuk Bahagia”
yang belum sempat saya beli itu serasa
membuat saya mulai membuka lembar perlembar kemudian membacanya.
Endors dari salah satu penulis dan motivator beken
menambah rasa penasaran isi buku ini. Buku
ini ditulis oleh Indra Noveldy & Nunik Hermawati, pasutri yang juga pasangan
konsultan pernikahan. Tak
ada kata ragu lagi bagi saya untuk
membaca buku ini. Pengantar dengan bahasa santai dan renyah dari penulisnya itu
mampu mengajak saya untuk terus asyik
membaca buku ini, banyak hikmah dan penuh dengan pengalaman seru berumah
tangga. Satu hal
yang menjadi tantangan bagi saya dan
Anda yang punya nasib sama dengan saya “tidak
begitu paham bahasa inggris” bersiaplah untuk menyediakan kamus bahasa Inggris di dekat Anda karena istilah yang dipakai penulis kebanyakan
berbahasa Inggris.
Di
awal tulisan, si penulis mengajak kita untuk merenung
tentang niat atau tujuan awal dari sebuah pernikahan. Setiap pasangan suami
istri pasti mempunyai tujuan dalam pernikahan. Jawaban sederhana dan yang
paling sering kita dengar saat ditanyakan tentang tujuan menikah adalah untuk
ibadah, karena sudah cukup umur, tekanan lingkungan atau ingin memiliki anak.
Jawaban paling normatif biasanya adalah untuk membangun keluarga sakinah,
mawaddah wa rahmah, meskipun beberapa dari mereka yang mengakatan tidak
memahami maksudnya namun
kalimat ini dianggap menjadi jawaban paling baik. Nah, buku Menikah untuk Bahagia ini menurut saya
adalah buku yang mengupas tentang bagaimana kita membangun surga di rumah kita
sendiri melalui sakinah, mawaddah wa rahmah itu tadi. Ada satu sub judul yang membuat saya geli dan
ingin segera membacanya “Hukum Alam dalam Pernikahan” awalnya saya
bertanya-tanya, benarkah ada? Saya tersenyum sambil mengangguk-anggukkan kepala
saat membaca jawabannya karena ternyata saya sering sekali mendengar dan bahkan
saya sendiri mempunyai harapan hal itu menjadi kebiasaan dalam hidup saya
“Memberi, memberi, memberi” yup, saya yakin bahwa memberi adalah sebuah proses
dimana nantinya kita akan menerima.
Satu
kalimat lagi yang membuat saya merasa beruntung membaca buku ini sebelum
menikah “Soulmate itu diciptakan,
bukan ditemukan” untuk menjadi soulmate atau
mencari soulmate itu kita harus berjuang seumur hidup,
bagaimana caranya? Jika pernikahan itu adalah impian maka nikmati prosesnya,
tidak mudah memang tapi disitulah tuntutan untuk memperjuangkannya. sepertinya
tiga lembar A4 tak cukup untuk membahas soulmate
itu sendiri, saya sarankan teman-teman membaca sendiri ya!.
Saya rasa konsep yang penulis usung dalam
sebuah pernikahan ini tidak melulu untuk pasutri, bagi saya yang belum menikah
tentu banyak hal yang bisa saya ambil,
tidak
hanya untuk bekal menikah saja tapi lebih
pada bagaimana saya harus bersikap pada kedua orang tua dan saudara saya di
rumah, teman-teman organisasi saya, teman sejawat di tempat kerja dan
lingkungan lainnya. Konsep “Nyaman-trust-install”
sangat mempengaruhi pola berpikir saya setelah mencoba menerapkannya. Ajaib, saya merasa tidak salah membaca
buku. Konsep ini bisa kita pakai disaat
menginginkan
kondisi yang lebih baik atau mengubah
situasi lebih tentram, rumah tangga mungkin hanya sebagai salah satu contoh karena pada dasarnya
konsep ini diciptakan untuk skala yang lebih luas. Proses nyaman-trust-install
merupakan 3 hal yang tak bisa di lepas atau diubah polanya karena ini merupakan
rumus paten dari si penulis, untuk mengubah
sebuah situasi atau kondisi menjadi lebih baik maka buatlah dulu orang-orang
sekitar merasa nyaman dengan keberadaan kita maka lambat laun mereka akan
mempercayai kita kemudian setelah itu kita bisa bersama-sama menginstallnya.
Siapa yang tak mendambakan kebahagiaan dalam pernikahannya?
Buku ini adalah buku yang sarat dengan pengetahuan dan keterampilan
berumahtangga. Melalui perenungan kita diajak untuk bangkit dari keterpurukan,
menghadirkan solusi dalam setiap permasalahan khususnya pernikahan. Akhirnya
saya hanya bisa menyimpulkan bahwa pernikahan yang kita impikan itu penuh
dengan perjuangan. Mari memantaskan
diri!
sumber gambar: www.menikahuntukbahagia.com
0 komentar:
Posting Komentar