Resume 7: Indonesia Membaca
Oleh: Try Antika
Oleh: Try Antika
Judul : Sebelas Patriot
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : Bentang
Tebal Buku : 112 hlm
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : Bentang
Tebal Buku : 112 hlm
Sebelas
Patriot. Adalah novel ketujuh dari Penulis Best Seller Andrea Hirata.
Menceritakan sebuah kisah cinta seorang anak dengan ayahnya, dan juga tentang
sepak bola dan Indonesia.
Andera
Hirata yang dalam novel ini menjadi peran sebagai Ikal, adalah seorang pecinta
PSSI, semakin jatuh cinta ketika mengetahui bahwa ayahnya adalah pemain sayap
kiri yang pernah membela bangsanya dari koloni Belanda di lapangan hijau di
kampungnya, Belitong. Semua tahu, bahwa Bangka Belitung adalah pulau terpencil
di selatan Sumatra yang kaya akan pasir hitam, timah, dari dulu hingga saat
ini. Masih kaya dan masih terjajah, dulu oleh VOC-Belanda, sekarang oleh negeri
sendiri. VOC-Belanda, dibawah pimpinan Distric
beheerder Van Holden menguasai wilayah ekonomi pulau Bangka dan Belitong.
Selain ingin menjarah timah, Van Holden seakan-akan juga ingin “mengibarkan”
bendera Belanda di tanah Belitong, ironinya lagi adalah Van Holden
memerintahkan agar hari lahir Ratu Belanda diperingati di tanah jajahannya,
Belitong. Sungguh, apa urusannya bangsa ini terhadap hari lahir Emak negara
mereka. Orang-orang Melayu saat itu bisanya apa? Tak banyak bisa berbuat. Saya
ingat guru sejarah di sekolah yang menghujat bangsanya sendiri tentang maunya
dijajah ratusan tahun, dalam hati membentak, wahai guru terhormat, bisa duduk
menceritakan sejarah bangsa dengan sangat tenang dan baik disana adalah berkat
bangsa terdahulu ini yang guru hujat, mereka Pejuang, setidaknya dalam diam dan
keluh kesahnya. -_-
Kembali.
Perayaan hari lahir Ratu Belanda ditandai dengan pertandingan olahraga dalam
kompetisi piala Distric beheerder. Orang
jajahan bertanding sesama orang jajahan, atau Belanda melawan orang jajahan,
tapi tentu saja orang jajahan tidak boleh menang, kecuali ingin berakhir babak
belur bahkan nyawa di dalam tangsi, Belanda dahulu terlalu bengis, entah
sekarang.
Pertandingan
sepak bola menjadi salah satu pertandingan olahraga yang mendunia di Belitong,
semacam olahraga elit. Adalah tiga bersaudara yang sangat mahir di lapangan
hijau maju hingga final melawan tim sepak bola Belanda. Si sulung bertindak
selaku gelandang, adik tengahnya selalu melesat hebat di posisi kanan luar, dan
si bocah bungsu amat gemilang sebagai pemain sayap kiri. Kemahiran mereka
sampai ke telinga Van Holden, tanpa alasan yang jelas mereka dilarang turun ke
lapangan hijau, dibangkucadangkan.
Akan tetapi, dalam sebuah pertandingan, mereka nekat tampil. Tiga bersaudara
itu lahir dalam patriotisme terlalu dini, yang mereka tahu, lapangan hijau
adalah medan pertempuran mereka untuk melawan bengisnya penjajah. Mereka
berakhir sesuai dengan tebakan, dimasukkan ke dalam tangsi, lalu keluar dalam
keadaan babak belur. Tambahan kisah untuk si bungsu, pemain sayap kiri,
terdengar kabar bahwa ia dipanggil oleh Van Holden untuk memperkuat tim Belanda
melawan sesama orang Belanda. Si bungsu menjawab bengis dan tidak hadir
memenuhi panggilan. Ia kembali dimasukkan ke dalam tangsi dan keluar dengan
tempurung kaki kiri yang hancur. Saat itu usinya baru tujuh belas tahun, tidak
bisa bermain sepak bola lagi, dan si bungsu itu adalah menjadi ayah Ikal di
kemudian hari.
Mengetahui
kisah lama ayahnya itu, menjadi bulatlah cita-citanya, yakni Pemain Junior
PSSI. Selain merasa mampu dengan tendangan pisang kaki kirinya, Ikal hendak
mengikuti peran ayahnya di lapangan hijau dulu, ia memilih menjadi pemain sayap
kiri. Untuk sampai menjadi Pemain Junior PSSI ia harus melewati berbagai
latihan oleh pelatih kebanggaannya, pelatih Toharun, anak dari Pelatih Amin,
Pelatih ayahnya dulu, mengikuti berbagai jenis seleksi, mulai dari kecamatan
hingga provinsi.
“Untuk
menghidupkan kaki kirimu, maka seluruh isi otak kanannmu, kalau memang ada
isinya di situ pindahkan semuanya ke otak kirimu, dan lakukan apa-apa dengan
tangan kiri,” begitu wejangan Pelatih Toharun. (hal. 43)
Maka
menjadilah Ikal dengan menggunakan tangan kiri untuk semua aktivitasnya,
memukul beduk, memberi makan ayam, bahkan urusan mengaji pun Ikal memegang lidi
untuk menunjuk huruf Arab. Sisir rambut yang biasanya dibelah samping kanan, ia
geser menjadi belah samping kiri. Habis-habisanlah Ikal agar memiliki tendangan
kiri halilintar seperti ayahnya dulu.
Ikal
sukses dari seleksi kecamatan, kabupaten, hingga provinsi, mewakili Sumatra
Selatan. Namun harus berhenti sampai di titik seleksi provinsi. Ia gagal
menjadi pemain junior PSSI. Bukan main sedihnya Ikal, karena gagal
mempersembahkan hadiah yang telah ia perjuangkan untuk ayahnya.
Ada
dua klub favorit Ikal, pertama PSSI, lalu yang kedua adalah Real Madrid. Ia
jatuh cinta dengan Real Madrid setelah tahu ayahnya mengidolakan Real Madrid.
Sepertinya Ikal selalu menjadikan ayahnya sebagai kiblat dalam urusan sepak
bola. Terlalu cinta saja Ikal pada ayahnya.
Suatu
ketika Ikal bertemu dengan Adriana, perempuan Spanyol yang juga gila bola. Kepada
Adriana Ikal menceritakan banyak hal tentang klub favorit pertamanya, PSSI.
Ikal berpendapat, menggemari tim sepak bola negeri sendiri adalah 10% mencintai
speak bola dan 90% mencintai tanah air, Adriana sependapat. Sampai kapanpun,
dan dalam kondisi apapun, Ikal akan tetap mencintai sepak bola, mencintai PSSI,
tidak ada urusan menang atau kalah, PSSI yang selalu mencetak gol atau tidak di
lapangan hijau bukanlah menjadi urusan penting. Karena dari kisah ayahnya, Ikal
telah mengetahui bahwa sepak bola pernah menjadi lambang pemberontakan demi
kemerdekaan. Seandainya sepak bola memang memiliki jiwa, maka jiwa sepak bola
adalah patriotisme. :’)
Dari
zaman jajahan sampai zaman yang katanya bangsa ini telah merdeka, urusan sepak
bola telah masuk dalam urusan politik, bahkan urusan bisnis. Karenanya untuk PSSI, mari mengheningkan cipta, lalu
berdo’a. :’)
Oleh: T2. IM3
0 komentar:
Posting Komentar