Judul : Sabtu Bersama
Bapak
Penulis : Adhitya
Mulya
Penerbit : GagasMedia
Tahun terbit : Juni
2014
Cetakan : Pertama
Tebal : 278 hlm
ISBN : 979-780-721-5
Masih ingat resume saya tentang karangan Mitch Albom yang Selasa Bersama Morrie? Kali ini saya mau resume sebuah novel karya anak bangsa yaitu Adhitya Mulya, saya beli karena waktu itu lagi marak-maraknya di social media mengenai novel ini yang katanya menguras air mata pembacanya, berbeda dengan Mitch Albom yang serius, justru buku Sabtu Bersama Bapak ini penuh dengan humor-galau-jomblo. Kemiripan di antara kedua novel tersebut, dua-duanya sama-sama inspiratif, dan juga sama-sama bestseller. Tapi, bukan berarti buku ini menjiplak karya Albom, karena setelah saya membaca kedua buku tersebut, ternyata keduanya berbeda, masing-masing punya keunikan sendiri.
Sabtu Bersama Bapak berkisah tentang dua saudara, kakak-beradik bernama Satya dan Cakra yang keduanya terpaut usia 3 tahun. Bapak mereka meninggal karena kanker saat keduanya masih kecil dan tentu saja mereka belum mengerti apa itu hidup. Sang Bapak, yang divonis dokter hanya punya sisa waktu satu tahun lagi untuk hidup, memutuskan bahwa ia harus mencari cara agar dirinya bisa tetap mendampingi anak-anaknya meskipun dia sudah tidak ada. Maka, dia mengabadikan dirinya lewat rekaman kaset di handy cam. Melalui kaset video, sang Bapak merekam petuah – petuah yang telah dia pelajari mengenai kehidupan, mulai dari mencari cinta, menjadi suami yang harus bisa membahagiakan istri dan pentingnya perencanaan sebelum menikah. Rekaman-rekaman ini dibagi dalam kaset-kaset yang kemudian akan diputar seminggu sekali, setiap hari Sabtu saat ashar.
Maka, ketika anak-anak lain seusianya sibuk ngemal atau pacaran ngak jelas di Sabtu sore, Satya dan Cakra malah asyik di rumah untuk menonton kaset rekaman dari mendiang ayah mereka. Melalui media kaset itulah sang Bapak mendidik dan menemani putra-putranya tumbuh besar. Walaupun inspiratif, Adhitya Mulya ga lepas humornya tentang jomblo dengan cara membully Cakra (dan juga para jomblo di tanah air). Kaum jomblo dimanapun bakalan disentil habis-habisan oleh buku ini.
Ceritanya, Cakra ini sukses dalam pekerjaannya, tapi merana dalam percintaannya. Dalam usia 30 tahun, dia sudah punya rumah dan mobil sendiri, tapi apa-apa sendiri. Sampai Satya udah punya anak tiga, si Cakra masih saja betah dengan kesendiriannya. Sang Ibu sudah berulang kali mencarikan calon menantu, tetapi Cakra adem aja, pengen konsen ke kariernya katanya. Hebohnya lagi, selain di-bully dalam setiap acara keluarga, Cakra ini juga di-bully sama bawahan-bawahan di kantornya.
“Pagi, Pak”
“Pagi, Firman”
“Pak mau ngingetin dua hal aja, Bapak ada induksi untuk pukul 9 nanti di ruang meeting”
“Oh, iya. Thanks. Satu lagi apa?”
“Mau ngingetin aja, Bapak masih jomblo”
“Enyah, kamu.” (hlm 43)
Sementara Cakra sibuk mencari jodoh, Satya sibuk memikirkan ulang perannya sebagai suami dan ayah yang baik bagi ketiga anaknya. Rutinitas kerja yang klise, telah menjauhkannya dari istri dan ketiga anaknya secara fisik (dan akhirnya secara mental). Dalam kondisi inilah, Satya mendapatkan kembali motivasi dari rekaman kaset almarhum Bapaknya. Kita bisa belajar banyak tentang ilmu parenting dari kisah Satya ini, kita juga diajak belajar akan pentingnya makna hidup oleh kisah Satya dan ibunya.
Terlepas dari kisah miris Cakra dan kematian Bapak mereka yang terlalu dini, bisa dibilang Satya dan Cakra adalah pria pria yang beruntung. Mereka memiliki Bapak yang perhatian, yang tahu pentingnya pendidikan dan perencanaan. Jadi, meskipun mereka hanya bisa “bertemu” Bapak mereka sekali seminggu, tetapi mereka adalah contoh anak yang sukses dibesarkan, keduanya adalah tipe pria idaman para mertua. Meskipun banyak kalimat-kalimat yang kesannya mengurui di buku ini, tetapi kelincahan penulis mampu melarutkan kekakuan yang sering muncul saat kita membaca buku motivasi, terutama lewat humor tentang Cakra. Sebuah buku yang unik, asyik, dan inspiratif buku ini patut dibaca bagi para jejaka yang ingin menjadi kesayangan calon mertua.
Vanda Deosar
0 komentar:
Posting Komentar