Sarat akan nuansa
Minang, adalah salah satu hal yang bikin saya excited untuk segera
menyelesaikan part demi part buku ini. Mengisahkan tentang perjuangan seorang
anak remaja tanggung yang dititipkan sang ayah kepada kakek di kampung
halamannya. Hanya dengan satu tujuan agar anak mengerti dan paham akan hakikat
hidup. Belajar dikampung barangkali mampu merubah tabiat anaknya yang terlanjur
tidak bisa dikontrol oleh ayahnya.
Adegan menyeret-nyeret
koper lalu mengejar bus yang ditumpangi ayahnya kembali ke Jakarta adalah hal
yang tidak terlupakan bagi Hepi. Ia merasa ditipu dan dikhianati ayahnya
sendiri. Rasa benci yang teramat dibumbui rasa dendam menjadi pemicu semangat
Hepi untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah untuk membeli tiket kembali ke
Jakarta. Dia tabung semua jajan yang dikasih Kakek setiap harinya, menjadi
tukang cuci piring di Kedai Mak Ros yang selalu ramai dikunjungi pelanggan
bahkan menjadi suruhan Lenon, mantan Preman yang pernah dipenjara di ibukota,
untuk mengantar pesanan dagangannya ke pelanggan. Apa saja dia lakukan untuk
mendapatkan uang tanpa diketahui Kakek tujuan sebenarnya. Attar dan Zen teman
setianya sampai rela membantu Hepi mencari uang.
Di lain sisi, sang
Kakek yang notabenenya adalah orang yang disegani di kampung benar-benar
memanfaatkan kesempatan ini untuk mendidik cucu semata wayangnya. Dia tidak
ingin kesalahan di masa lalu dalam mendidik anaknya kembali terulang. Dia
canangkan program-program pendidikan karakter termasuk program “kembali ke
surau”, memantau perkembangan Hepi di sekolah, dsb. Pengawasannya dilakukan
semaksimal mungkin untuk cucu terkasihnya ini.
Salah satu kisah
menarik di salah satu bab nya adalah saat maraknya pencurian dikampung dan
tabungan Hepi pun menjadi salah satu korbannya. Gerak polisi yang terlalu
lamban bagi Hepi, memaksa dirinya terjun langsung untuk menjebak para pencuri.
Ia tidak rela tabungan yang ia simpan dari hari ke hari di ambil begitu saja.
Dikawani Attar dan Zen dan bermodalkan silat yang dimilikinya, Hepi dan kawan-kawan
mulai melakukan aksinya. Penjahat pun KO sama seperti Hepi yang juga baru
siuman beberapa saat setelahnya. Nama mereka melambung di seantero kampung,
disekolah dan dimana saja. Meski tabungannya tidak bersisa sama sekali, Hepi
kembali melakukan hal serupa. Bencinya tetap membara.
Kisah menarik lainnya
adalah saat Hepi yang penasaran dengan karamba yang sering hilir mudik di danau
namun tidak menebar jala. Rasa penasarannya kembali mengajak dia berpetualang
bersama Attar dan Zen. Hingga mereka tersesat dan sampai di sarang para
penjahat. Kisah selanjutnya silahkan dibaca sendiri ya, ending buku ini
benar-benar memberikan surprise yang tidak disangka-sangka. Tentang Hepi yang
berhasil mengumpulkan tabungan bahkan dua kali lipat dari sebelumnya, namun pada
akhirnya tidak digunakan. Lalu bagaimana dengan benci yang semula melekat erat
di relung hati untuk ayah yang sesungguhnya teramat ia cintai?
Buku ini totalitas
membuat saya merasa tertipu. Dengan skenario yang jauh dari apa yang ada di
fikiran saya. Salah satu hikmah terbesar setelah saya menyelesaikan buku ini
adalah “jangan jadi pembaca sok tau”. Semoga terinspirasi untuk membaca, ya.
Judul : Anak Rantau
Penulis : A.Fuadi
Penerbit : Falcon
Cetakan : Pertama, Juli
2017
Peresume : Paramudika H
0 komentar:
Posting Komentar