"Di zaman
jahiliyyah, kami tidak memandang perempuan ada, dan mereka tidak pernah kami
masukkan dalam perhitungan kami." Sayyidina Umar bin Khaththab
Abdullah bin Abbas
mengatakan, "Perempuan pada zaman jahiliyyah jika mengandung, setelah
merasa sakit akan beranak, digalikanlah lubang, lalu mereka disuruh mengejankan
anaknya di muka lubang tersebut. Setelah anak lahir dilihatlah oleh Ayahnya.
Jika yang lahir anak perempuan dibiarkanlah bayi tersebut masuk langsung kedalam
lubang dan lubang tersebut langsung ditimbun tanah. Jika yang lahir laki-laki,
barulah disambut dengan gembira."
Betapa tiada harganya
seorang anak perempuan dimata orang jahiliyyah, adanya mereka yang lahir dari
darah daging sendiri menjadi petaka, malu, marah dan seakan sebuah kutukan
karena alasan anak yang lahir adalah perempuan. Begitu kejam tabiat seorang
laki-laki dalam memperlakukan anak perempuannya, bahkan sahabat Qis bin Ashim
at-Tatimi saat masa jahiliyyah ia pernah menguburkan secara hidup-hidup anak
perempuanya dengan jumlah 8 (delapan) orang. Betapa tak manusiawinya mereka,
bahkan nyawa manusia pun tiada harganya bagi orang jahiliyyah.
Hingga Allah turunkan
surat At-Takwiir ayat ke 8 dan 9 "dan Apabila bayi-bayi perempuan yang
dikuburkan hidup-hidup ditanya. karena dosa apakah dia dibunuh?."
Ayat ini bagi kaum
perempuan Arab mereka mendapatkan kembali kepribadiannya, harga diri, dan kedudukan
mereka. Beberapa ayat lain dalam Al Quran juga menegaskan jika peranan
perempuan sama halnya dengan laki-laki dalam pembangunan islam. Tiada beda
antara perempuan dan laki-laki, tiada yabg lebih buruk atau lebih baik karena
Allah akan melihat Takwa setiap insan manusia. Dalam perjalanya peranan yang
dimiliki kaum perempuan dan laki-laki dalam pembangunan, perekonomian serta
dalam perjuangan dakwah adalah sama-sama berkewajiban hanya berbeda tugas dan
pekerjaan yang harus dibagi.
Islam sangat memuliakan
perempuan, dari mereka yang tidak dianggap, tidak diperhitungkan hingga mereka
harus dimuliakan, bahkan hormatnya, baktinya, seorang laki-laki yang lebih
utama adalah kepada perempuan yaitu Ibu, dibandingkan dengan laki-laki yaitu
Ayahnya.
Dalam pandangan dunia
liberalisme yang pada nyatanya tidak menyukai cara Islam dalam memuliakan
wanita, mereka membuat isu seputar feminisme, perang melawan perempuan,
kesetaraan gender, dan perang pemikiran lainnya. Hingga menonjolkan aturan
Islam seakan aturan Islam itu membungkam, meyudutkan dan membatasi gerak para
perempuan.
Disisi lain Islam lah
yang sangat melindungi para perempuan, dimana hak akan seorang istri haruslah
sang suami yang memenuhi, kebutuhan pokok, hidup, sandang, pangan semua
haruslah dicukupi oleh suami. Tapi belakangan ini atau memang sudah ada dari
dulu, kaum perempuan yang mendapatkan gaji lebih tinggi dari suaminya merasa
dialah yang ikut andil besar dalam keluarga, atau malah perempuan sebagai
tulang punggung keluarga, jika kita lihat banyak bukan para saudari kita yang
menjadi TKW sedangkan suami mereka berada di rumah, atau kerja buruh pabrik
yang lebih memilih tenaga perempuan dari pada laki-laki.
Dalam surat
(An-Nisā'):34 - Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh
karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian
yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian
dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada
Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah
memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka
nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah
mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan
untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar."
Pemimpin yang
bertanggung jawab penuh tentulah laki-laki, kemudian dengan fisik laki-laki
yang berbeda dengan kaum perempuan, sudah terlihat nyata bagaimana sosok
pemimpin itu. Laki-laki dimuliakan dengan keluar rumah untuk berjuang
menghidupi keluarganya, sedangkan wanita dimuliakan di dalam rumah dengan
menjaga kehormatan dan harta benda suaminya. Sudah cukup jelas pembagian tugas
ini, jika kaum liberalis mengatakan "kaum perempuan tertindas hanya dengan
di rumah saja." apakah tidak malah sebaliknya, "kaum perempuan
tertindas dengan menjadi tulang punggung keluarga dalam menghidupi
keluarganya." tentunya dengan kondisi suami yang sehat, tiada kurang suatu
apapun.
Buya Hamka berkata
"Jika kedepan perempuan yang memimpin, sedangkan laki-laki hanya duduk
saja mengadu balam, menganggur, mendengar bunyi berkutut atau mengadu ayam
menandakan bahwa laki-lakinya tidak "beres" lagi."
Baiklah buku ini sarat
akan makna, pengingat bagi kita akan kemuliaan wanita serta bagaimana
memuliakan wanita. Dan akhirnya wanita menjadi mahluk mulia dengan ia taat
terhadap suaminya, serta sang suami akan menjadi orang yang sholeh dengan ia
menghormati dan berbakti kepada wanita (ibu nya) dan tentunya melindungi dan
mengayomi istri dan anak anaknya.
Judul Buku : Buya Hamka
Berbicara tentang Perempuan
Penulis : Prof. Dr.
Hamka
Jumlah Hal : 134
Penerbit : Gema Insani
Eko Yasin
0 komentar:
Posting Komentar