ZIZA – IM7
Judul : Mimpi Sejuta Dolar
Pengarang : Merry Riana & Aberthiene Endah
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Bab 8: Pintu Pun Terbuka
Pertunangan dengan Alva
Selepas kegagalan berbisnis saham, Merry tidak menyiksa dirinya
berlama-lama bersedih. Merry lulus dengan baik, dan hak itu harus disyukuri
dengan perasaan riang. Keluarga Merry akan datang ke Singapura dan mereka akan
merayakan keberhasilan kuliah Merry. Namun demikian, pikiran kritis Merry tetap
berjalan. Setelah lulus menjadi sarjana, akan bekerja apa nantinya?.
Pikiran-pikiran kritis itu mewarnai benak Merry di masa perayaan hatinya
terhadap kelulusan menjadi sarjana.
Kebahagiaan Merry bukan hanya itu. Hubungan Merry dengan Alva
telah sampai ke jenjang yang meyakinkan. Bukan hanya meyakinkan diri Merry,
tetapi juga keluarga. Merry merasakan pengalaman batin yang sangat indah
bersama Alva. Bagaimana cinta telah menciptakan semangat yang berkorbar dan
hari-hari yang penuh dengan energy positif. Bagi Merry, Alva sungguh laki-laki
yang “Kaya”. Semangat juang dan hatinya yang positif tidak bisa dinilai dengan
apa pun. Dia dalah pilihan yang tepat untuk hidupnya.
Kedekatan dan sinergi Merry dan Alva pada akhirnya memang
menjadi fondasi yang kokoh bagi keberhasilan mereka di usia muda. Banyak orang
menanyakan apa rahasia sukses Merry?. Merry selalu mengatakan isilah hidup ini
dengan energy cinta. Jangan pernah meremehkan arti relasi yang harmonis dengan
orang sekitar. Sebab di sanalah berkumpul energy luar biasa yang bisa
menerbangkan diri kita menuju cita-cita besar yang kita impikan. Kesuksesan
sangat dipengaruhi oleh seberapa tenteram diri kita saat menjalankan
perjuangan. Seberapa banyak cinta yang bisa menghidupkan semangat kita. Ketika Merry
dan Alva merasa cocok, mereka merasa mantap untuk memutuskan bahwa pernikahan
menjadi cita-cita mereka berdua. Dan niat ke arah itu semakin membakar semangat
mereka untuk bergerak agresif meraih sukses. Mereka memutuskan untuk
bertunangan dulu sebelum memiliki biaya yang cukup untuk menikah.
Orang tua dan keluarga Merry datang ke Singapura pada bulan
Agustus 2002. Wisuda kelulusannya akan diwarnai oleh upacara pertunangan dengan
Alva di gereja St. Francis Asisi. Gereja bersejarah bagi Merry karena tempat
ibadah itulah yang menjadi wadah Merry menangis selama bertahan hidup prihatin
di NTU. Hari itu begitu membahagiakan bagi Merry. Pagi itu Merry berpelukan
dengan mama. Merry sentuh dan genggam jari tua itu yang setiap hari dengan
khusyuk menhembuskan doa terbaik untuk Merry. Merry merasa hidupnya dilimpahi
cinta oleh orang-orang yang menyayanginya. Mama Merry masih menyempatkan diri menyisiri
rambut Merry. Papa dan dua adiknya juga tampak bersemangat pagi itu. Mereka
sudah mengenakan jas yang rapi. Alva, saudara-saudara dan orang tuanya juga
sudah rapi. Melihat kehangatan itu, satu hal yang memenuhi kepala dan hatinya,
betapa besar harapannya untuk secepatnya bisa membahagiakan mereka.
Melawan Arus
Niat untuk menjadi wirausahawan telah menjadi keputusan Merry
dan Alva, dan sejak awal mereka tak sungkan-sungkan mengatakannya pada teman-teman
mereka ketika terjadi pembicaraan mengenai tujuan kerja di bulan terakhir
mereka di NTU. Dan yang terjadi adalah mereka dicemooh. Tidak ada modal, tidak
ada relasi, tak punya ilmu bisnis khusus, ada utang besar, berijazah sarjana,
tapi malah hendak mencari peluang usaha yang belum pasti. Bagi teman-teman Merry
ini benar-benar lelucon. Merry dan Alva berusaha tegar dan tak goyah dengan
cemoohan itu.
Keputusan berwirausaha ini didahului dengan meminta restu dari
kedua orang tua mereka. Ayah Alva yang memang entrepreneur sejati sangat
merestui. Namun, justru dilemma ada pada mama Merry, yang menangis pada saat Merry
mengutarakan keinginannya untuk berwirausaha. Mama Merry sangat khawatir, nasib
Merry akan sama seperti bapak Merry, yang kurang berhasil dalam berwirausaha. Merry
pun berkompromi pada kekhawatiran mamanya. Akhirnya, setelah berdiskusi dengan Alva,
Merry ambil jalan tengah. Merry akan berjuang dengan niat berwirausaha selama
tiga bulan dulu. Bila dalam tempo tiga bulan itu Merry mengalami kegagaln, Merry
akan segera melamar pekerjaan dan menjadi pegawai kantoran. Tapi jika Merry
dihampiri tanda-tanda sukses, wirausaha pun lanjut. Orang tua Merry pun
akhirnya setuju.
Beres mendapatkan restu, Merry dan Alva berunding. Bisnis atau
wirausaha apa yang akan mereka jalankan?. Menimbang kondisi mereka yang tidak
memiliki modal, mereka melihat bidang sales adalah pilihan yang sangat tepat. Alva
melihat keterbatasan Merry sebagai sumber alasan untuk memilih sales. Pertama, Merry
tidak pandai berbahasa inggris dengan lancar, masih kaku dan miskin kosakata.
Kedua, kenalan mereka juga terbatas hanya kawan kampus. Ketiga, usaha mereka
sebelumnya gagal. Alva melihat, bidang sales akan menggenjot untuk mendobrak
keterbatasan mereka. Karena pekerjaan sales harus banyak berkomunikasi, maka
bahasa inggris Merry akan terstimulasi jadi terlatih. Lalu, karena relasi
mereka terbatas, maka pekerjaan sales pun akan mendorong mereka untuk
memperluas jangkauan jejaring. Dan karena mereka sebelumnya sempat mencetak
kegagalan, maka pekerjaan sales akan menjadi pelecut untuk menjual sebanyak
mungkin produk. Itulah positifnya Alva. Dia selalu bisa melihat peluang dibalik
kekurangan dan melihat sisi edukasinya.
Langkah berikutnya, Merry dan Alva melakukan survey dengan
banyak browsing, dan membaca surat kabar. Di Singapura, pekerjaan sales yang
marak dan memperlihatkan keuntungan yang signifikan ada tiga jenis, sales
property, sales MLM, dan sales asuransi. Merry lebih sreg memilih sales produk
financial, khususnya asuransi, karena fenomena yang sangat berbeda antara
Singapuran dan Indonesia. Di Singapura prospek usaha asuransi sangat baik,
masyarakatnya sangat sadar akan pentingnya asuransi, dan telah menjadi
pengetahuan umum.
Menjadi Seorang Sales
Tidak sulit mencari informasi tentang kantor-kantor yang
menaungi pemasar produk financial. Tapi ternyata sulit untuk menemukan kantor
yang mau menerima lamaran mereka. Para pemasar produk keuangan harus warga
Negara Singapura atau mereka yang telah terdaftar sebagai peduduk resmi.
Sedangkan status mereka saat itu masih student. Bisa diurus administrasinya,
namun agak merepotkan. Mereka datangi satu persatu kantor penjual produk
keuangan, dan akhirnya pada kunjungan kantor ke empat, mereka diterima, di
kantor yang sangat sederhana di Tanjong Pagar.
Mulailah mereka bekerja di kantor sales Prudential di kawasan
Tanjong Pagar itu. Seperti yang sudah diatur dalam persyaratan, Merry dan Alva
harus mendapatkan beberapa lisensi pemasaran produk financial dan harus lulus
membawa 3 jenis sertifikasi. Dengan sangat yakin dan penuh percaya diri Merry
mempelajari beberapa textbook yang masing-masing tebalnya ratusan halaman.
Cukup sulit bagi mereka, karena sangat berbeda dengan apa yang mereka pelajari
sebelumnya di bangku kuliah. Setiap ujian menarik sekitar 120 dolar. Jadi
mereka harus merogoh kocek masing-masing sekitar 400 dolar, sehingga Merry
harus lebih berhemat untuk biaya makan sehari-hari.
Satu dari tiga sertifikat yang diminta tidak bisa diselesaikan Merry
tepat waktu dan Merry failed dalam ujian. Sadarlah Merry bahwa pekerjaan ini
tidak mudah. Selain itu Merry dan Alva diberikan tugas menyusun 100 nama,
lengkap dengan nomor telepon sebagai calon klien yang akan mereka hubungi
nantinya. Merry kelabakan, sekuat-kuatnya Merry mengingat nama teman-temannya
di kampus, namun nyatanya tak begitu saja Merry bisa mengunmpulkan 100 nama. Merry
gagal lagi. Sementara Alva bisa lulus dengan nilai yang sangat baik. Tes ini
sangat penting karena, memiliki jejaring adalah harga mati bagi seorang sales.
Tiga sertifikat itu akhirnya berhasil didapatkan. Dan hari
pertama bekerja pun dimulai. Merry dan Alva sepakat membagi tugas. Merry dengan
kelebihnnya yang rajin bergerak dan gigih akan menjalankan tugas tampil di
depan untuk melakukan penjualan. Sementara Alva yang sangat telaten mendalami
buku-buku mengenai asuransi akan bertugas menjadi pengatur strategi dan
mengurus semua keperluan administrasi serta operasional Merry.
Merry yang gagal pada saat tugas menuliskan 100 nama dan nomor
telepon, akhirnya diberikan yellow pages oleh managernya, untuk dihubungi
minimal 100 sehari agar ada kemungkinan 1 orang yang akan mau bertemu dengan Merry.
Ya dari 100 hanya 1 kemungkinan yang akan bertemu, dan itu pun belum tentu
deal. Untuk mendapatkan 1 transaksi minimal harus ada 3 orang yang mau bertemu.
Berarti Merry harus menelpon 300 orang per hari. Wuih!
Hari pertama menelpon, Merry gagal mendapatkan satu orang pun
untuk bersedia bertemu. Dua minggu berselang, dan hasil pekerjaan mereka sangat
menyedihkan. Merry hanya bisa menjual satu saja produk financial setelah
beratus-ratus orang Ia telpon. Menurut Alva, memasarkan produk keuangan dengan
serangan telepon adalah sebentuk cold calling, alias telepon yang tidak
menjanjikan kehangatan dan jawaban menggembirakan. Alva menyarankan agar Merry
menjalankan konsep door knocking dulu, yakni mendatangi rumah-rumah atau
apartemen dan memasarkan produk keuangan langsung di kediaman calon konsumen. Alva
juga menyarankan agar Merry mendatangi kampus mereka NTU untuk menawarkan
langsung kepada dosen-dosen NTU. Merry setuju dengan ide Alva, dan menemui
seorang professor disana. Merry diterima dengan baik, sehingga ia bisa
menjelaskan dengan leluasa, dan sang professor mendengarkan dengan serius dan
apresiatif. Merry berpikir, kali ini akan berhasil. Namun tak berapa lama
setelah Merry menjelaskan, professor bersuara, dan bertanya tentang
perekonomian Singapura, dan bagaimana industry perbankan bisa memberikan
kontribusinya bagi pembagunan, dan blablabla…, Merry gelagapan tak siap
menghadai pertanyaan seperti itu. Dan akhirnya terjadilah kuliah ekonomi
dadakan didalam ruangan tersebut. Professor tersebut tidak tertarik sama sekali
pada produk keuangan yang Merry tawarkan. Merry keluar dengan gontai.
Merry dan Alva berdiskusi mencari ide lain karena, dua konsep
sebelumnya gagal. Mereka berpikir, nampaknya konsep street prospecting akan
menjadi jalan keluar. Dengan turun ke jalan, Merry tidak perlu lagi repot mendatangi
rumah dan kesulitan untuk bisa diterima. Merry juga tidak perlu lagi
menebak-nebak seperti apa si penghuni rumah, apakah menyeramkan, ataukah
potensial. Dengan street prospecting, pertimbangan calon nasabah dan presentasi
bisa langusng dilakukan di tempat terbuka, tanpa khawatir orang ini
membahayakan atau tidak.
Pelajaran penting yang bisa diambil dari fase ini adalah tidak
putus asa, terus mencari jalan keluar terbaik, dan berani menghadapi
tantangan!.
Bersambung bab 9 …
sumber gambar: merrryriana.co.id