Judul : Perjalanan Meminang Bidadari
Penulis : Herry Nurdi
Penerbit : Lingkar Pena Publishing House
Halaman : Chapter 1 (1-17)
Pembuat : Amiris Sholehah, IM 6
Eits,
judul buku yang saya baca beberapa hari ini ternyata bukan buku tentang cara
atau tips meminang, melainkan kisah dari para tokoh syahid modern yang patut
kita tiru perjuangannya. Dalam sekali maknanya. Mereka semua adalah Omar
Mukhtar, Hasan Albanna, Sayyid Quthb, Yahya Ayyash, Syeikh Ahmad Yassin, Abdul
Azis Rantissi, Abdullah Azzam, Dzokhar Musayyevieh Dudayef, Ibnul Khattab,
Abdallah Syamil Salmanovich Basayef.
Tak
banyak buku tentang perjuangan yang bahasanya ringan dan santai seperti yang
Herry Nurdi sampaikan dalam bukunya ini, biasanya kisah perjuangan pahlawan
akan menjadi berat saat membahasnya
namun ia mampu meramunya hingga kita bisa menikmati layaknya membaca
cerpen. Di tiap bab kita akan disajikan dengan kalimat penggugah dari para
tokohnya, fokus pertama kita adalah kalimat bijak dari Omar Muchtar yang punya
julukan Singa Pemimpin Mujahidin “Aku boleh mati, tapi perjuangan untuk meraih
kemerdekaan dan kebebasan, perjuangan melawan ketidak adilan dan keserakahan
kaum imperialis, tidak boleh berhenti dan harus diteruskan!”
Kita
banyak mengenal pahlawan Indonesia yang memperjuangkan kemerdekaan negara ini,
silahkan Anda bisa menyebutnya satu persatu karena sudah mengingat di luar
kepala! Namun tak banyak yang tahu bahwa pada di tahun 1931 , kala itu Indonesia
masih dalam penjajahan belanda, di belahan bumi lainnya seorang guru ngaji
bernama Omar Mukhtar juga sedang mempertaruhkan nyawanya demi tegaknya Islam. Karena
posisinya sebagai guru mengaji inilah Ia bangkit dan melawan penjajah di Libya katanya
itu adalah amanah dari Alqur’an kepada orang beriman. Dalam sejarah Italia Omar
Muchtar adalah sejarah kelam karena perjuangannya mampu menenggelamkan
perekonomian Italia kala itu. Beliau juga seorang sufi dari sebuah kelompok
tarekat bernama Sanusiyah. Yang kita tahu, jalan yang dipilih oleh para sufi
untuk menggapai rido Allah adalah dengan menyibukkan diri berdzikir dan
beribadah lainnya namun sesungguhnya sejarah pernah mencatat perjuangan Omar
Muchtar yang mampu berada di barisan paling depan dengan memikul senjata
melawan penjajah.
Beberapa
hal yang patut kita tiru dari Omar Muchtar, kala itu usianya sudah 80 Tahun
tapi militansinya luar biasa, amanahnya sebagai pemimpin perang Mujahidin saat
itu tentulah bukan pekerjaan yang mudah dan membutuhkan waktu yang sedikit tapi
dengan segala kesibukannya ini Ia tak pernah lupa dengan amal-amal yang sering
dianggap kecil oleh orang-orang yang merasa besar. Di tengah perlawanannya itu
Ia masih sering mendatangi anak-anak kecil dan pemuda untuk mengajar mengaji.
Ia mengerti betul bahwa mereka adalah generasi yang akan menggantikannya kelak.
Belakangan
kita sering kali melihat pemimpin Indonesia, mereka membicarakan hal-hal besar
seperti membangun negara, menegakkan hukum, memberantas korupsi dan lain
sebagainya tapi tak pernah memperhatikan hal-hal yang sudah dianggap kecil oleh
mereka seperti apa yang sudah dilakuakan oleh Omar Mukhtar misalnya atau
sekedar menjenguk rakyat kecil, berkumpul lalu membahas permasalah hidup
mereka. Harusnya mereka perlu membaca sejarah yang melahirkan orang-orang besar
dan masih mau melakukan hal kecil, salah
satunya Omar Mukhtar.
0 komentar:
Posting Komentar