Salah satu buku pemenang ajang “Seberapa Indonesiakah Dirimu?”
Sebuah novel yang berkisah
perjalanan seorang Mahasiswi. Tomboy, kocak, jutek dan suka nonton kartun.
Mencari arti cinta kepada Tanah Air.
Melalui tempat menimbah ilmu. Dea tokoh utama yang benar-benar
tidak peduli dengan bangsanya. Menurutnya, Indonesia selalu mendapatkan ranking
terburuk di dunia. Gotong-royong yang sudah mulai dilupakan. Berganti menjadi
gotong-royong dalam hal korupsi.
Banyak orang yang masih kelaparan. Bagaimana negara peduli akan hal
itu. Tetapi, penulis mengajak pembaca membuka mata hati. Lewat tokoh sampingan
yang memiliki sikap berlawanan dengan Dea.
Kritis dan inovatif yang dimiliki sahabat. Perbedaan luar-dalam,
tradisi, kebudayaan, dan kepercayaan. Tak lantas mereka bermusuhan. Mereka
saling merangkul satu sama lain.
Konflik terbesar yang diterima oleh tokoh utama yang mengambil
jurusan Sejarah. Tidak bisa menjawab pertanyaan yang paling muda bagi
masyarakat awam. Hingga sematan nilai terburuk. Memperpanas suasana. Bagaimana
tidak, seorang Profesor yang menjadi profesi ayahnya.
Mengutuk anaknya yang tak tahu asal mulanya.
Cerita beralur maju dibingkis dengan bahasa yang mudah dipahami.
Disematkan dengan beragam tradisi yang jarang dikenal oleh masyarakat kita.
Dengan kisah drama keluarga yang kocak. Juga kisah cinta yang aneh,
sekaligus manis. Jatuh cinta kepada sosok lelaki yang bergaya Koboy. Lebih
cocok dipanggil paman.
Buku setebal 279 menyematkan banyak kutipan-kutipan yang menampar
saya. Sebagai warga negara Indonesia, yang terkadang masih kurang mencintai Ibu
Pertiwi.
Karena setiap kisah pasti memiliki amanat. Satu kutipan yang
mengena dalam relung hati saya. “Cintailah Negaramu, seperti kau mencintai
ibumu.” (Halaman 271)
Awalnya saya mengira buku non fiksi. Tampilan luar yang benar-benar
khas. Setelah melihat hologram (bertanda khusus) pemenang 3. Saya yakin ini
buku hasil sayembara menulis.
Novel berbobot ringan dan alur santai benar-benar menguras kepala
untuk kritis. Penulis pandai bermain sudut pandang. Tanpa kesan menggurui. Buku
ini memiliki emosi yang kuat. Itu mengapa meski berlembar-lembar. Tidak ada
rasa kantuk.
Kisah hidup di Tanah Karo yang belum pernah saya bertandang.
Memiliki ending yang manis. Sadar mencintai Indonesia. Tak hanya dengan sebuah
identitas WNI. Tapi, benar-benar melaksanakan butir-butir Pancasila. Saling
menghargai dan menghormati kunci kebersamaan.
Saya menjadi sadar. Selama ini, masih jauh dari cinta Ibu Pertiwi.
Kedepannya, berharap bisa memetik nilai dari novel yang terbitan Metamind.
Judul buku : How to Love Indonesia
Penulis : Duma M. Sembiring
Editor : Cahyadi H. Prabowo
Cetakan Pertama November 2014
Penerbit : Metamind, Creative Imprint of Tiga Serangkai
Halaman : 274 Hal
ISBN : 978-979-045-774-4
Peresume : Baiq Cynthia
Situbondo, 30 April 2017
0 komentar:
Posting Komentar