Banyak
dari kita pernah mendapatkan informasi seputar parenting yang berseliweran di media sosial. Kita dengan mudah membacanya bahkan tidak sedikit di antara kita
yang menyimpan informasi itu sebagai arsip di smartphone. Dengan harapan suatu saat kelak bisa membaca kembali
untuk diamalkan. Apalagi kalau kita adalah orang yang masuk ke dalam grup yang
sama-sama tertarik seputar parenting. Bisa
dipastikan arsipnya akan semakin banyak.
Ada
satu buku seputar parenting yang
dapat menjadi rujukan untuk para orangtua muda. Ditulis oleh seorang ayah
beranak dua, yang memiliki kegelisahan tentang nilai-nilai hidup yang kita
tanamkan kepada generasi berikutnya. Ia, Adhitya Mulya, yang juga merupakan
penulis novel Sabtu Bersama Bapak, mengulas
hal yang sangat mendasar tentang pengajaran nilai hidup kepada anak. Ia
mengharapkan agar terdidik generasi berikutnya yang berdaya dalam menghadapi
tantangan hidup mereka. Hal tentang pengasuhan anak inilah yang terkadang luput
oleh kebanyakan orang tua.
Pemikirannya
ditulis ke dalam empat belas bagian seperti, Values, Harga Diri, Dari Mana Anak Berasal, Kekuatan dan Bahaya
dari Pujian, Syarat Hidup, Perangkap Sulung, Imbalan untuk Anak, Cinta Tanpa
Syarat, Life skill, Parents Know Best?, Menurut
Kamu Bagaimana?, Tidur Terpisah, Mentor
not Monster, dan Helicopter
Parenting. Kesemuanya dibahas dengan struktur yang dimulai dari definisi
konseptual yang sederhana, logical
fallacy (kekeliruan logika) yang terjadi pada masyarakat, menawarkan
alternatif solusi yang lebih baik melalui contoh, melogikakan mengapa hal
demikian penting dilakukan, dan menuliskan kesimpulannya. Tenang, buku ini
tidak serumit yang dibayangkan. Ia cukup menjadi manual yang membantu kita menerapkannya dengan percaya diri. Bukan
berarti mudah juga karena menjadi orangtua berarti siap menghadapi risiko dan
tantangan.
Awal
buku ini adalah tentang definisi kesuksesan lintas zaman. Setiap generasi
memiliki tantangan yang berbeda-beda tetapi terkadang kita mengasosiasikan kata
‘sukses’-nya seseorang, kepada prestasi (baik materil atau nonmaterial) yang
orang tersebut berhasil kumpulkan. Padahal, materi bukanlah parameter
kesuksesan. Menurut penulis, definisi sukses adalah mampu menjawab tantangan di zaman masing-masing. Mereka yang kita
anggap sukses adalah mereka yang mampu memberdayakan keimanan, kecerdasan,
akses, dan kesempatan yang mereka miliki untuk dapat berguna bagi diri sendiri
kemudian orang lain. (h. xv)
Senada
dengan sub judul buku ini (Membesarkan Anak yang Berdaya) maka, penulis berbagi
pengalaman tentang bagaimana sebaiknya kita melakukannya. Kita ingin anak
berdaya dalam menghadapi dan mengatasi sendiri rintangan di zamannya. Mereka
akan mampu melakukan itu,
Ă¼
jika
memiliki values_sebuah jangkar yang menjadi
rujukan mereka membedakan mana yang benar dan mana yang salah. (h. 13)
Ă¼
jika
dia memiliki harga diri, dan paham akan dari mana datangnya harga diri itu. (h.
22)
Ă¼
jika
mereka paham bahwa dari mana mereka berasal adalah hal yang tidak penting. Yang
penting adalah ingin menjadi seperti apa mereka, saat mereka dewasa nanti.
Yaitu adalah orang yang berguna bagi diri sendiri_dan menjawab tantangannya
sendiri_dan berguna bagi orang lain. (h. 31)
Ă¼
jika
dia memiliki definisi yang benar akan harga dirinya. Definisi yang benar akan
kompetensinya. Definisi yang benar akan di mana kelebihannya, di mana
kelemahannya dan bagaimana dia dapat mengembangkan dirinya lebih jauh. Semua
itu datang dari bagaimana kita, sebagai orangtua, mendidik, memuji, dan
mengkritisi mereka. (h. 42)
Ă¼
kita
ingin mereka mampu dan tangguh bersaing dengan sembilan miliar orang. Memiliki
syarat hidup yang banyak, tidak akan membantu anak-anak kita bersaing dengan
orang sebanyak itu. (h. 55)
Ă¼
mereka
mampu melakukannya tanpa ada yang memberi mereka imbalan. Karena untuk berdaya
menghadapi tantangan, adalah kewajiban semua orang. Bukan sesuatu yang
diimbalkan. (h. 82)
Ă¼
jika
sewaktu kecil, kita memberi mereka, cinta tanpa syarat. (h. 97)
Ă¼
jika
kita sebagai orangtua, memberikan ruang dan waktu bagi mereka untuk menguasai
semua life skill yang mereka
perlukan. (h. 110)
Ă¼
dan
masa lalu kita, bisa jadi tidak selalu sama dengan masa depan mereka. (h. 121)
Ă¼
jika
mereka memiliki kekuatan dan kemauan untuk menantang diri mereka sendiri untuk
menemukan solusinya. (h. 133)
Ă¼
jika
mereka mandiri. Dan mereka akan mandiri, setelah mereka cukup merasakan rasa
aman, nyaman dan perlindungan dari kita, di usia dini. (h.142)
Ă¼
jika
mereka memiliki kita sebagai mentor, bukan sebagai monster. (h. 153)
Poin-poin
tersebut tidak perlu menjadikan kita memandang hanya sebatas kewajiban maupun
hak orangtua maupun anak. Namun
demikian, kita sebagai orangtua perlu memberikan yang terbaik sesuai porsi yang
proporsional kepada anak. Jangan lupa pula menyingkirkan gengsi untuk tetap
terus belajar meskipun sudah berumur dan bergelar professor. Menurut saya,
sepandai-pandai maupun sehati-hatinya kita mendidik anak, kita tidak boleh lupa
bahwa semua itu berkat pertolongan Allah sehingga kita bisa melakukan yang
terbaik yang kita bisa. Kita juga tak lantas lupa untuk mendoakan anak-anak
kita kepada pemilik jiwa-jiwa mereka. Allah.
Secara
keseluruhan buku ini sangat bermanfaat dan berharga. Hanya saja masih ada
kesalahan ketikan huruf. Tidak terlalu menjadi masalah sih karena terdapat ilustrasi gambar yang menjadi kunci pengingat di dalam tiap
babnya. Ada baiknya kita memiliki buku ini untuk mengetahui teknik spesifik
yang tidak saya sampaikan dalam resume.
Judul
Buku : Parent’s Stories: Membesarkan
Anak yang Berdaya
Penulis : Adhitya Mulya
Penerbit : PandaMedia, Jakarta Selatan
Jumlah
Hal. : 164
Tahun
Terbit : 2016
Peresume : Novi Trilisiana
0 komentar:
Posting Komentar