Judul : Bibir Tersenyum Hati Menangis:
Seberapa Munafikkah Aku Ini?
Penulis
: Muhammad Muhyidin
Penerbit : DIVA Press
Tebal : 283 halaman
Buku ini, meski judulnya
menye-menye, tapi isinya sangat tegas. Saya pernah menjumpai buku dengan judul
serupa yang pembahasannya sangat lembut dan lebih condong untuk dibaca akhwat.
Namun, yang satu ini lebih menonjolkan “Seberapa munafikkah aku ini”-nya. Dalam
buku ini banyak dibahas pula tentang interaksi dengan orang lain di masyarakat
agar terhindar dari manis di bibir saja. Secara garis besar, buku ini
menitikberatkan pada upaya kita sebagai manusia untuk menentukan pilihan hidup
yang tepat, menjalaninya dengan baik dan ikhlas, dan terhindar dari
kemunafikan.
Buku ini terbagi menjadi 7 bab yang
baru saya selesaikan 4 diantaranya. Jadi saya hari ini akan focus pada 4 bab
awal saja. Pembahasan awal buku ini mengurai dilemma yang banyak terjadi di
masyarakat. Kebanyakan dari kita sudah seperti robot. Kita menjalankan pekerjaan
ataupun kewajiban kita setiap harinya hanya sebatas rutinitas. Bahkan seperti
ada software pada otak kita yang otomatis akan tersenyum saat tiba di kantor,
menyapa bos dan teman-teman, pergi makan siang sambil bercengkrama, pulang,
istirahat, kemudian terbangun lagi untuk memutar siklus yang sama. Tanpa sadar
kita telah menghidupkan robot dalam diri kita sendiri.
Untuk terhindar dari kehidupan robot
seperti itu yang cenderung mendorong kita untuk memunafikkan diri sendiri
secara tidak sadar, penulis menuntun kita untuk mencoba membongkar timbunan
masalah rutinitas kita agar tidak terjebak pada pekerjaan yang membuat kita
tidak bisa lari kemana-mana. Bongkaran timbunan masalah tersebut dimulai dengan
membuka diri dan mengurai akar masalah, kemudian kita harus bisa menguasai dan
menjadi diri sendiri bukan menjadi yang diinginkan orang lain, kita juga harus
memiliki harapan, harapan bukan khayalan. Selain itu, mungkin juga perlu kita
ubah cara menyikapi keadaan dan menghadapi kenyataan. Dengan begitu, kita akan
jujur pada diri kita sendiri. Saat kita tersenyum, hati kita juga tersenyum,
tidak menggerutu.
Di buku ini juga diuraikan banyak
sebab yang menjadikan kita memunafikkan diri sendiri. Beberapa diantaranya
disebabkan oleh sifat alamiah seperti egoism, penyakit hati, kecenderungan
bersaing, dan hasrat. Penulis mengibaratkan hasrat sebagai mesin yang merusak
hidup. Saat kita dapat mengendalikan hasrat, kita akan selamat. Namun, saat
hasrat yang mengendalikan kita, siap-siap kolaps. Banyak orang menjadi budak
bagi dirinya sendiri akibat ketergantungannya pada pemenuhan hasrat. Dengan
mudah dia akan memunafikkan dirinya sendiri. Menjilat bos agar dipercaya
menangani proyek-proyek besar, berkata manis sana sini agar mendapat kedudukan
bahkan menipu diri sendiri agar menjadi seperti yang orang lain ingin lihat.
Hasrat memiliki banyak jebakan yang akan menjerumuskan manusia jika kita tidak
dapat mengendalikannya.
Beberapa cara untuk mengendalikan
hasrat yang diuraikan oleh penulis adalah (1) Sadarilah bahwa semua hasrat
selalu meminta pemenuhan, (2) Merasa cukuplah dan jangan merasa sebaliknya, (3)
Syukuri apa yang sudah didapatkan, (4) Bersabarlah dengan kesulitan dan
penderitaan, dan (5) Berserah dirilah kepada kehendak Allah SWT. Untuk setiap
penjelasan, penulis tak lupa selalu menyertakan ayat Al Qur’an atau hadist yang
sesuai dengan pembahasannya sehingga pembaca mendapatkan pencerahan secara
lengkap, InsyaAllah.
Demikin resume saya untuk bulan ini.
Semoga bermanfaat.
Yogyakarta, 5 Januari 2015
Dyah Ayu Widyastuti/IM1
0 komentar:
Posting Komentar