Penulis : Dr. Raghib As-Sirjani
Penerbit : AQWAM Jembatan Ilmu
Tebal Buku : 128 hal
Sebagai
prolog, saya merasa penting untuk menjelaskan tentang mengapa buku ini bisa ada
ditangan saya dan menarik saya untuk membacanya. Tidak ada referensi jaminan
bahwa buku ini baik dan bagus sekali untuk dibaca sebelumnya, atau dalam
istilah, recommended sekali untuk
dijadikan referensi peningkatan pemahaman. Buku ini saya baca di pertengahan
tahun 2014 kemarin, disaat banyaknya forum yang saya hadiri, dimana didalamnya
berbicara tentang problematika umat, problematika dakwah kampus, dll. Dari sana
saya merasa bahwa saya butuh asupan lebih tentang tema diskusi ini. Sampai
akhirnya menemukan buku “Menjadi Pemuda Peka Zaman” ini di jajaran rak buku
perpustakaan Musholla Fakultas.
Menarik. Buku
ini ditulis oleh salah seorang Dosen Kehormatan di Fakultas Kedokteran
Universitas Kairo. Tapi, di lapangan dalam medan dakwah, beliau dikenal sebagai
tokoh andalan dalam setiap diskusi sejarah dan pemikiran islam. Salah satu
bukunya yang best seller yang selalu dijadikan embel-embel dalam setiap
menjelaskan profil beliau adalah “Misteri Shalat Subuh.” Begitu sedikit profil
dari Penulis yang semoga tidak mengurangi kemahiran beliau dalam berbagai
disiplin ilmu.
Selanjutnya
adalah mengenai buku “Menjadi Pemuda Peka Zaman” ini, beliau menjelaskan bahwa
problem pemuda kita saat ini adalah tentang bagaimana komitmen yang ada dalam diri
adalah sebatas tentang kepentingan pribadi saja, mutlak kepentingan pribadi.
Menurutnya, jelas ini masalah besar zaman ini, dan saya setuju itu. Beliau
menceritakan bahwa, ketika sedang mengisi kuliah umum atau ceramah di sebuah
seminar bertemakan “Probelmatika Generasi Muda”, beliau memulai forumnya dengan
sebuah pertanyaan singkat, yakni: “Problem apa yang sedang kamu hadapi saat
ini, yang jika problem itu diselesaikan, maka kamu akan mejadi orang yang
bahagia dan sejahtera?” Dan tebak, jawaban apa yang beliau peroleh dari
pertanyaannya? adalah tentang kepentingan pribadi semata.
-
Takut menganggur setelah lulus kuliah
-
Keingingan untuk segera menikah
-
Sulitnya materi kuliah
-
Keinginan membeli telepon genggam disaat
himpitan ekonomi
-
Dll.
Hampir tidak
ada satu pun yang menjawab tentang keprihatinan akan beberapa negara islam yang
sedang berada dalam konflik perang, dijajah, atau serangan dan hantaman pers
terhadap islam, atau dalam takaran nasionalisme, utang yang terus menggunung
oleh negara sendiri sementara korupsi semakin merajalela. Mereka mutlak
menjawab hanya sebatas dalam kepentingan pribadi saja. Tidak ada sebuah
kepemahaman akan kebersatuan umat.
Di buku ini
beliau banyak mengambil pelajaran dari generasi pertama islam untuk dijadikan
referensi dalam bersikap dan beradab bagi kita para pemuda muslim, seperti kisah
Muadz bin Amr bin Jamuh dan Mu’awwidz bin Arfa’ dalam Perang Badar, merupakan
salah satu kisah favorit yang paling menarik dan membuat diri ini monohok atas
kontribusi apa yang telah diri ini berikan untuk Agama Allah ini, untuk umat
ini.
Tak lupa
beliau jelaskan tentang akar masalah yang harus segera disadari oleh kita para
pemuda muslim dan dicari penyelesainnya, seperti:
-
hilangnya ruh tarbiyah islamiyah, kalaupun masih
ada, ia tak lagi utuh.
- hilangnya suri teladan dan panutan yang baik,
aish, kudet perkara informasi terbaru
selebriti seperti artis kota, artis korea dan barat lebih menjadi aib
dibandingkan dengan kudet tentang
informasi kehidupan dan amalan shalih Rasulullah dan para sahabat dan tabiin.
- frustasi dan kecewa, tak ada lagi sabar dan
syukur atas setiap Qadarullah, kita lebih mudah menyerah lagi putus asa.
- media dan informasi, dua hal yang urgensinya
sering kita pandang sebelah mata, tidak bisa menyangkal bahwa eksistensi islam dimata
dunia perlu juga kita bangun melalui dua hal ini, media dan informasi.
Kemudian lain
hal yang saya dapatkan tentang problem pemuda zaman ini ketika duduk dalam
kelas presentasi usbu’ ilmy (pekan keilmuan) asrama, bahwa problem pemuda zaman
ini adalah hilangnya adab dalam menuntut ilmu. Nah, mengapa ini bisa menjadi
problem pemuda zaman ini? Sederhananya adalah untuk bisa “Menjadi Pemuda Peka
Zaman” kita harus mengetahui ilmunya dulu, mengapa kita perlu peka akan peran
kita di zaman ini? Atau mengapa kita perlu sibuk mengurusi urusan orang lain
yang jelas itu tidak menguntungkan sama sekali terhadap kita? Nah, untuk
mengetahui itu semua kita butuh yang namanya ilmu, dan kemudian untuk
mendapatkan ilmu tersebut kita butuh yang namanya adab, agar ilmu yang kita
peroleh adalah ilmu dalam kepemahaman yang sempurna. Sehingga gerak kita dalam
menyelesaikan problematika umat saat ini tidak sekadar gerak taqlid semata.
Selain itu, di
buku ini beliau juga memberikan motivasi-motovasi yang cukup konkret untuk
dilakukan segera dalam misi bahagia dunia, akhirat surga, misalnya:
-
penting untuk mengenali agama islam secara
kaffah
-
menambatkan hati dengan masjid
-
menyambung tali silaturahmi
-
selektif dalam memilih teman
-
dll.
Nah, begitu.
Begitu ulasan
singkat tentang buku “Menjadi Pemuda Peka Zaman” karya Dr. Raghib As-Sirjani
ini, membaca buku ini cukup memberikan suntikan kesadaran bahwa hidup ini tidak
hanya tentang urusan diri sendiri saja, ada banyak urusan jamaah yang baiknya
kita tidak boleh menutup mata dan acuh dan berprasangka “sungguh, itu bukan
urusanku.” Mari ambil bagian dalam dakwah mewujudkan agama Allah tegak dimuka
bumi, tidak secara nafsi, tapi bergabung dalam jamaah, karena sesungguhnya berjalan
bersama jamaah itu lebih baik dan besar maslahatnya dibandingkan berjalan sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar