Judul : Metodologi Sejarah (Edisi
Kedua)
Penulis : Kuntowijoyo (Guru Besar Ilmu
Sejarah UGM)
BAB 1 : Penulisan Sejarah di
Indonesia
Tidak
banyak orang yang mengetahui awal mula historiografi
atau penulisan sejarah di Indonesia, sejarah Indonesia secara runtut waktu
dapat dibagi menjadi historiografi tradisional dan historiografi modern.
Historiografi tradisional banyak dijumpai pada kitab-kitab sejarah pada zaman
kerajaan sampai penulisan babad dalam khasanah sastra. Sedangkan historiografi
modern dimulai pada abad 19. Kepedulian masyarakat Indonesia terhadap sejarah
tentu tidak perlu dipertanyakan lagi dengan bukti berkas-berkas sejarah yang
telah disebutkan sebelumnya, namun secara sistematis pengorganisasian
kepedulian-kepedulian terhadap sejarah baru dimulai di abad 19. Dimulai dari
mendominasinya penulisan sejarah Indonesia yang Eropa-sentris, yaitu penulisan sejarah yang dilakukan orang-orang
Eropa termasuk penjajah didalamnya dari dalam geladak-geladak kapal dagang dan
perang mereka. Tentu secara hasil ini akan sangat rancu, bagaimana seseorang
yang tidak berasal dari daerah tersebut, tidak hidup di masyarakat tersebut,
bahkan baru menginjakkan kaki dua tiga bulan, sudah dapat menuliskan rentetan
kejadian di negara tersebut. Sehingga
kesadaran yang muncul adalah bagaimana orang Indonesia dapat berperan sentral
bagi sejarah bangsanya sendiri. Kesadaran ini ditindaklanjuti dengan
pembentukan kelembangan yang mengurusi penerbitan sejarah, pendidikan sejarah,
dan kepustakaan sejarah, dan sebagainya. Momen kebangkitan sejarah tersebut
terjadi di rentang waktu 1940-1960.
Dimulai didirikannya jurusan sejarah di institusi pendidikan formal,
diadakannya seminar nasional sejarah yang pertama, dan semakin membaiknya
peranan Badan Arsip Nasional.
Pada
periode awal historiografi modern Indonesia, tentu Indonesia-sentris yang dibahas disini, masih dominan dilakukan oleh
sejarawan akademis. Sejarawan akademis adalah sejarawan yang berada di
institusi pendidikan formal. Contohnya yaitu dosen dan mahasiswa di
universitas-universitas. Lewat hasil-hasil seminar, skripsi mahasiswa,
penelitian di lembaga-lembaga penelitian. Setelah periode awal, sekitar tahun
1970-1980, sejarah mulai mendapatkan tempatnya. Marak seminar-seminar dan
penulisan sejarah, serta penerbitan buku-buku sejarah yang sangat berguna bagi
masyakarat. Tema penulisan sejarah sudah sangat meluas hingga ilmu-ilmu seperti
geografi, linguistik, antropologi, dan sebagainya. Seperti yang Kuntowijoyo
katakan dalam pengantar buku ini, Sejarah adalah proses, bukan struktur.
Sehingga jelaslah perbedaan antara penulisan sejarah geografi dengan penulisan
deskripsi ilmu geografi itu sendiri. Sejarah adalah ilmu tentang perubahan
(March Bloch).
Hambatan
yang dihadapi sejarawan akademisyaitu sebab pengorganisasian sejarawan akademis
dilakukan oleh negara terkadang terbentur oleh halangan ideologi. Sehingga buku
yang “tidak sesuai” atau dianggap mengancam tentu tidak akan sampai pada fase
penerbitan, padahal sebenarnya buku tersebut akan sangat berguna. Tidak hanya
sejarawan akademis, sejarawan non-akademis juga berperan dalam menambah
khasanah sejarah Indonesia. Pemerintah mulai megucurkan dana sebagai usaha
peningkatan kualitas penulisan sejarah. Militer salah satu yang mengambil peran
tersebut, dokumentasi kejadian perang-perang, rekonstruksi peristiwa,
perlawanan terhadap penjajah menjadi sekian dari banyak pekerjaan sejawaran
militer. Buku yang populer natara lain Sekitar
Perang Kemerdekaan oleh A.H. Nasution dan Kisah Geilya Kalimantan oleh Hasan Basry. Selain itu dijelaskan
dalam buku ini tentang Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional
yang melibatkan partisipan dari berbagai daerah, secara kuantitas hasil proyek
ini sangat masif sehingga dapat menjadi bahan bacaan masyarakat. Yang terakhir
yang bekerja dalam penulisan sejarah yaitu pada sektor sejarah populer. Pada
sektor ini dilakukan oleh penerbit-penerbit swasta yang sering mengambil
peran-peran yang absen dilakukan pada penulisan sejarah di sektor lainnya.
Selanjutnya
perkembangan sejarah secara umum terus meningkat dengan upaya sejarawan berada
di lembaga-lembaga publik, semakin baiknya performa instrumen sejarah seperti go public-nya perpustakaan kerajaan,
terobosan Perpustakaan Nasioanl dalam inventarisasi berkas-berkas sejarah,
masifnya sektor swasta dalam menggarap sejarah. Dengan ini tentu kita berharap
menjadi seorang Indonesia yang seutuhnya, Indoensia yang memahami sejarah
bangsanya. JAS MERAH! Jangan sekali-kali Melupakan Sejarah (Bung Karno).
Selesai
0 komentar:
Posting Komentar