Penerbit : Bentang Pustaka
Penulis : Pandji Pragiwaksono
Jumlah
halaman : 233 Halaman
Tahun
terbit : 2011
“Hanya
ada 2 jenis anak muda di dunia
Mereka
yang menuntut perubahan
Mereka
yang menciptakan perubahan
Silakan
pilih perjuanganmu.”
Kutipan dari buku ini lumayan menyengat. Nasional.is.me
adalah buku yang kental dengan candu-candu nasionalisme. Persis dengan judul
bukunya. Buku ini menawarkan cara pandang baru tentang nasionalisme. Cara
pandang yang mendebat segala jenis keputusasaan dan sikap skeptis dari sebagian
besar masyarakatnya. Sebagian besar masyarakat Indonesia yang memandang pesimis
atas masa depan dan realita Indonesia. Saya pribadi memandang buku ini cukup
berhasil menekankan nasionalisme dari sisi yang berbeda.
Buku ini dikarang oleh seorang komika, penyiar juga, MC juga.
Dia adalah Pandji Pragiwaksono. Bisa dibilang Pandji adalah public figure
kreatif masa kini yang mewakili kalangan muda. Kalangan yang sebenarnya sering
dipertanyakan wujud real dari nasionalisme mereka. Tapi seperti yang disinggung
di buku ini, Kenali Indonesiamu, Temukan passionmu, Berkaryalah untuk masa
depan bangsamu. Ya, memang benar, kita bisa mendisplay wujud nasionalisme kita
sesuai dengan jalan yang kita ingini. Sesuai dengan hasrat yang menjadi bahan
bakar kita menjalani kehidupan.
Buku ini dibuka dengan sebuah fragmen aktivitas wawancara
Pandji dengan seorang wartawan. Topik yang menjadi wawancara adalah topik yang
sempat menjadi trend di tahun 2009. Topik dari kejadian yang banyak menarik
perhatian orang. Kejadian ini pulalah yang membuat Manchester United batal
datang ke Indonesia. Kejadian yang seolah-oleh akan membuat mimpi buruk bangsa
ini menjadi nyata. Tapi dengan adanya spirit campaign yang digelorakan olehnya
dan beberapa kawannya, kita sebagai bangsa ternyata sudah terlatih menghadapi
situasi buruk di negeri ini. Daya juang rakyat Indonesia dalam menghadapi
beberapa momen yang tidak mengenakan telah mendapat apresiasi positif dari
negara lain. Sebut saja bencana alam, terorisme, krisis ekonomi. Sejarah
membuktikan bahwa bangsa ini adalah bangsa yang mampu mengelola hal-hal tersebut
dengan baik. Hal inilah kemudian yang melatarbelakangi spirit campaign saat
itu. Spirit yang benar-benar menjadi trend kala itu. Spirit itu adalah
#KAMITIDAKTAKUT yang kemudian berkembang menjadi viral di social media twitter.
Tagar ini kemudian berevolusi menjadi #IndonesiaUnite (jadi tahu kan
sejarahnya?). Awalnya trend spirit ini muncul atas reaksi Bom Marriot jilid 2.
Disadari atau tidak, ternyata viral ini cukup berkembang dan menyebar menjadi
sebuah gerakan. Banyak orang memakai hashtag dan profile picture dengan
berbagai kreasi menvisualkan trend ini.
Si wartawan tersebut mengawali wawancara dengan sebuah
pertanyaan yang membuat Pandji bingung. Ketika banyak wartawan bertanya
mengenai Indonesia Unite, si wartawan ini malah memulai dengan pertanyaan yang
tidak bisaa. ‘Kok masih bisa optimis dengan Indonesia di saat kebanyakan
pesimis?’ Itulah yang ditanyakan. Pandji bingung karena pertanyaan itu
mengesankan yang aneh itu adalah dirinya. Bukan justru mereka yang pesimis
terhadap Indonesia. Dia seperti jadi minoritas yang menurutnya merupakan sebuah
anomali. Maka yang keluar dari mulutnya sambil menatap wartawan itu kebingungan
adalah, “Kalau orang-orang tahu apa yang saya tahu tentang Indonesia, mereka
juga akan optimis..” Di bagian
kedua ini buku ini Pandji memang secara jelas apa yang membuatnya optimis
tentang Indonesia. Di bagian ini ia banyak menceritakan tentang Indah-indahnya
kota-kota yang ada di Indonesia. Paparannya seakan menampar kita yang sering
mengeluh dan pesimis terhadap Indonesia karena apa yang kita lihat, padahal
banyak tempat yang belum kita datangi. Kita sudah demikian pesimis, padahal
kita cuma diam di satu tempat saja.
Buku ini sebenarnya di awali dengan sebuah perjalanan hidup
penulisnya. Perjalanan hidup yang membentuk dia untuk konsekuen terhadap sebuah
pilihan dan bersikap dewasa. Dari masa SD yang membuat dia merasa hadir sebagai
seorang manusia. Dari masa SMP yang mulai mencecap hidup bersosial. SMA yang
mulai bertanggung jawab dan mendewasakannya. Dan masa kuliah membangun diri
dengan kemandirian. Secara gamblang Pandji menjelaskan milestone hidupnya dan
secara terang menunjukkan apa alasannya mengapa dia bisa menjadi orang sekarang
ini.
Ada satu bagian yang sangat menyentak di buku ini. Dan ini
adalah favorit saya:
Hari
ini, pemuda dan pemudi Indonesia nampak bengong setiap kali saya ajak
mereka untuk menciptakan perubahan.
Wajah
mereka sinis dan berkata “mana mungkin...”
“Saya
‘kan hanya mahasiswa.”
“Saya
‘kan hanya orang kantoran.”
“Saya
‘kan hanya orang bisaa, ga punya uang banyak, menciptakan perubahan
nampak tinggi biayanya.” “Saya ‘kan hanya rakyat, bukan decision makers.”
....
Memalukan.
“Saya
‘kan HANYA...”
Pemuda
dan pemudi Indonesia merendahkan diri mereka dengan menggunakan kata “hanya”.
Di
saat pemuda dan pemudi masa lalu mempertaruhkan NYAWA mereka untuk meninggikan
derajatnya di hadapan dunia asing. Di hadapan Jepang, Portugis, Inggris, dan
Belanda yang berpikir mereka bisa menindas kita.
Pemuda
pemudi yang bilang, “Saya ‘kan hanya rakyat,” harusnya pergi ke Taman Makam
Pahlawan Kalibata dan melihat betapa banyaknya makam yang hanya bertulisakan
“Pemuda”
karena
sang pejuang itu tidak dikenal identitasnya. Ia hanya rakyat yang ikut
angkat senjata melawan penjajahan, mempertahankan kemerdekaan.
Malu.
Harusnya
mereka malu kepada semua yang sudah gugur di Surabaya karena mereka tetap
berusaha walaupun di hadapan 30.000 tentara lawan, menang nampak tidak mungkin.
Ya
memang begitulah. Kalau dirasa terlambat memang, karena kebanyakan kita mungkin
sudah meninggalkan masa middle class society. Tapi yang nanya membuat perubahan
itu tidak tergantung pada usia. Perubahan ada pada orang-orang yang dengan jiwa
dan raganya ia mampu membius orang lain untuk bersama-sama mewujudkan cita-cita
mulia manusia. Menjaga keseimbangan interaksi antarsesama.
Lalu
apa yang bisa kita lakukan. Di buku ini Pandji banyak mencotohkan hal-hal
sebenarnya simple namun di luar dugaan kita. Mungkin kebanyakan kita menampilkan
wujud nasionalisme hanya pada suatu moment, atau pada sebuah retorika. Tapi
ternyata sejatinya nasionalisme itu adalah sesuatu yang real. Maka Pandji
mencontohkan dengan menjadi pendonor darah tetap untuk seorang bocah yang
membutuhkan padahal sebelumnya dia belum pernah donor darah. Nasionalisme yang
disadari juga bahwa dia perlu menjaga kondisi tubuhnya, karena sehatnya ia
adalah juga untuk orang lain. Pandji juga menunjukkan pada kita betapa
sederhananya kita bisa berkarya untuk negeri ini. Kepedulian yang bisa kita
wujudkan bagi kaum tidak mampu, memberdayakan komunitas, memupuk rasa
kepedulian social yang tentu di antara kita sendiri tahu apa saja contoh dari
semua konsepsi nasionalisme tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar