Judul : Shirah Nabawiyah (Perang
Uhud)
Penulis : Syaikh Shafiyyurahman Al-Mubarakfuri
Penerbit : PUSTAKA AL KAUTSAR
Tebal Buku : 584 hlm
Penulis : Syaikh Shafiyyurahman Al-Mubarakfuri
Penerbit : PUSTAKA AL KAUTSAR
Tebal Buku : 584 hlm
Perang
Uhud merupakan perang yang muncul atas dasar dendam para kaum Quraisy terhadap
kaum Muslimin atas kekalahan mereka dalam Perang Badr sebelumnya, atas
banyaknya pemimpin dan pemuka-pemuka Quraisy yang terbunuh, dan atas banyaknya
tawanan perang oleh kaum Muslimin. Hampir semua kaum Quraisy sangat bersemangat
dalam melakukan persiapan untuk melancarkan perang terhadap Kaum Muslimin. Tak ayal,
pemimpin-pemimpin Quraisy, yakni Ikrimah bin Abu Jahl, Shafwan bin Umayyah, Abu
Sufyan bin Harb dan Abdullah bin Abu Rabi’ah, tidak tanggung-tanggung berhasil
mengumpulkan seribu onta dan seribu lima ratus dinar dalam waktu singkat.
Mereka juga menghimpun pasukan perang sebanyak-banyaknya dari berbagai macam
kabilah. Dalam kurun waktu satu tahun, pemimpin-pemimpin Quraisy merasa telah
siap untuk segera melancarkan perang terhadap kaum Muslimin di Madinah.
Dalam
strategi perang Rasulullah, Beliau memiliki mata-mata yakni Al Abbas bin Abdul
Muthalib yang masih menetap di Makkah dan siap melaporkan pergerakan sekecil
apapun yag dilakukan oleh kaum Quraisy. Sampai akhirnya berita kaum Quraisy
yang telah siap dengan pasukannya sampai ke Rasulullah segera ditanggapi dengan
melakukan perembugan dengan para pemuka Muhajirin dan Anshar. Berdasarkan
Majelis Permusyawaratan antara Rasulullah, para pemuka Muhajirin dan Anshar,
serta para sahabat, diputuskanlah lokasi perang akan berlangsung di luar kota
Madinah, walaupun sebelumnya sempat ada perselisihan antara para sahabat dan
Rasulullah yang ingin melancarkan perang di dalam kota Madinah. Tapi atas dasar
permusyawaratan, Rasulullah mengikuti mufakat forum Majelis.
Selanjutnya
adalah strategi perang diatur, penjagaan dalam setiap titik di Madinah
dilakukan, semua kaum Muslimin sadar akan kondisi Madinah yang sudah dalam
siaga satu, tidak seorang pun lepas dari senjatanya untuk menghadapi segala
kemungkinan yang akan terjadi, pembagian pasukan dalam kelompok-kelompok telah
dibagi sedemikian rupa, bahkan inspeksi pasukan pun dilakukan oleh Rasulullah.
Seperti pasukan atau prajurut yang terlalu muda dan dinilai belum mampu turun
untuk ikut berperang, dan beberapa pasukan atau prajurit yang turun ikut
berperang bukan atas dasar Lillah, seperti kaum-kaum Munafik, yakni Abdullah
bin Ubay yang ikut masuk menjadi Pasukan dengan tujuan untuk menurunkan mental
para pasukan yang berangkat atas iman kepada Allah.
Salah
satu strategi defensif yang Rasulullah rancang adalah formasi pasukan dalam
Perang Uhud ini. Salah satunya yang khas dan menjadi identik dari Shirah bagian
Perang Uhud ini adalah pembagian tugas yang membariskan satu detasemen yang
terdiri dari pemanah ulung di atas bukit, sebelah selatan Wadi Qanat, yang
kemudian hari dikenal dengan nama jabal Rumat. Satu detasemen ini ditempatkan
dengan perintah militer yang cukup tegas, yakni adanya sabda Rasulullah kepada
para pemanah tersebut bahwa, “ Lindungilah punggung kami. Jika kalian melihat
kami sedang bertempur, maka kalian tak perlu membantu kami. Jika kalian melihat
kami telah mengumpulkan harta rampasan, maka janganlah kalian turun bergabung
bersama kami.” Bahkan, dalam riwayat Al-Bukhari disebutkan, Beliau bersabda,
“Jika kalian melihat kami disambar burung sekalipun, maka janglah kalian
meninggalkan tempat itu, kecuali ada utusan yang datang kepada kalian. Jika
kalian melihat kami dapat mengalahkan mereka, makan janganlah kalian
meninggalkan tempat, hingga ada utusan yang datang kepada kalian.” Sabda
Rasulullah tersebut menunjukkan bahwa posisi para pemanah adalah sangatlah
penting dalam salah satu strategi defensif perang yang telah disiapkan oleh
Rasulullah.
Akan
tetapi, Allah berkehendak lain, ketika pasukan kaum Muslimin telah hampir
menang dan mampu memukul muundur para kaum Quraisy. Para pemanah melanggar
perintah militer Rasulullah untuk tidak pernah turun dari bukit sampai ada utusan
yang menyampaikan izin. Para pemanah telah tergabur dalam kenikmatan dunia,
turun untuk memungut harta rampasan perang yang berserakan dimana-mana. Hal ini
membuka peluang bagi kaum Quraisy untuk memukul balik kaum Muslimin. Peluang
emas ini dipergunakan oleh Khalid bin Al Walid, dan dengan cepat dia mengambil
jalan memutar hingga tiba di belakang pasukan Muslimin. Khalin bin Al Walid
menyerang pasukan Muslimin dari arah belakang dan anggotanya berteriak nyaring
agar kaum Quraisy kembali mengepung pasukan Muslimin dan mengepung mereka dari
arah depan dan belakang hingga terjepit. Keadaan Perang Uhud berubah total.
Pasukan Muslimin dalam keadaan kritis termasuk Rasulullah dalam melawan
serangan pasukan Quraisy. Tapi, disinilah Allah menguji hamba-hamba-Nya yang
mana turun berjihad, perang melawan kaum Quraisy atas dasar iman dan
hamba-hamba-Nya yang turun berjihad karena gengsi terhadap kaumnya, atau atas
dasar pertimbangan kaumnya.
Kurang
lebih 75 pasukan Muslimin syahid di jalanNya, termasuk paman Rasulullah, Singa
Allah, Singa Rasulullah, yakni Hamzah bin Abdul Muththalib. Terbunuhnya Hamzah
menjadi kesedihan yang sangat mendalam di dalam diri Rasulullah. Begitu juga
atas para sahabat yang meluap akan keimanan didalam diri.
Ternyata
pembacaan strategi perang Rasulullah yang luar biasa menjadikan Beliau berpikir
untuk menjadikan Madinah benar-benar telah aman akan serangan yang mungkin
datang dari Pasukan Quraisy. Akhirnya Rasulullah memutuskan untuk mengusir
Pasukan Quraisy. Bersama para sahabat, Rasulullah manuju ke posisipasukan
Quraisy dalam melakukan pertempuran kembli, yang dikenal dengan Perang Hamra
‘ul Asad. Perang ini bukan perang yang berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian
dari Perang Uhud dan kelanjutannya.
Keinginan
Abu Sufyan untuk menjarah habis kaum Muslimin di Madinah sebelumnya tidak
berani ia lakukan dan memutuskan untuk tidak melanjutkan pertempuran. Ini
menunjukkan bahwa pasukan Quraisy belum berhasil menimpakan bencana dan
kerugian yang besar kepada pasukan Muslimin, bahkan bisa dikatakan mereka gagal
mewujudkan cita-cita untuk memusnahkan pasukan Muslimin.
Secara
singkat, bisa dikatakan antara pasukan Quraisy dan pasukan Muslimin berada
dalam posisi yang seimbang dalam Perang Uhud ini. Pastinya, dalam putaran kedua
pasukan Quraisy memang telah lebih unggul dan lebih bisa menguasai keadaan
daripada pasukan Muslimin, sementara jumlah korban pasukan Muslimin juga lebih
banyak dan lebih parah, yakni terbunuh dalam syahidnya dengan jumlah sekitar 75
orang, sedangkan pasukan Quraisy hanya 20-37 orang. Tetapi semua ini belum
cukup bagi kita untuk beranggapan bahwa ini sudan mencerminkan kemenangan bagi
pasukan Quraisy. Karena, pada dasarnya pasukan Muslimin telah menang dalam
keimanan mereka kepada Dzat Yang Maha Ahad, Allah.
0 komentar:
Posting Komentar