Judul Buku : Gajahmada
Penulis : Langit Kresna Hariadi
Penerbit : Tiga Serangkai
Jumlah halaman : 592
Berawal dari rasa penasaran tentang siapa dan mengapa nama Gajahmada begitu populer, saya antusias berburu novel serial Gajahmada. Kresna Hariadi dengan sangat piawai menampilkan sosok politikus dan ambisius Gajahmada dalam novel ini. Menegangkan, bikin penasaran, dan selalu penuh kejutan. Kresna Hariadi mampu memadukan romantisme, kelucuan, emosi, dan konflik dengan sangat apik pada buku ini.
Serial Gajahmada 1 mengisahkan
perjalanan karir Gajahmada pada titik nol. Seorang prajurit biasa yang baru
diangkat menjadi Bekel, jabatan terendah dalam satuan keprajuritan Majapahit
kala itu. Ia memimpin sebuah pasukan kecil bernama Bhayangkara. Pasukan ini
sangat istimewa karena disaring dari orang-orang pilihan dan digembleng secara
khusus sehingga masing-masing anggota punya kemampuan diatas rata-rata baik
dalam kecerdasan, olah kanuragan (kemampuan bela diri), ataupun senjata (panah
dan pisau).
Tugas pasukan Bhayangkara selain
sebagai pengawal kerajaan adalah sebagai telik sandi (mata-mata), tak ada benteng
musuh serapat apapun yang tak dapat ditembus oleh telik sandi Bhayangkara.
Pasukan ini menjadi layer terakhir untuk menjaga keamanan raja dan keluarganya.
Pasukan ini pula yang menjadi inspirasi dibentuknya Kopasus pada tubuh TNI. Strategi
militer pasukan Bhayangkara banyak diadaptasi menjadi strategi militer saat
ini.
Kerajaan Majapahit saat itu
dipimpin oleh Kalagemet yang bergelar Sri Jayanegara, keturunan lelaki
satu-satunya Raden Wijaya yang menjadi raja Majapahit sebelumnya. Petualangan
Gajahmada dimulai saat suatu hari kabut tebal tiba-tiba menyelimuti Majapahit. Kemunculan
bintang kemukus berekor panjang (meteor kali yah?) menambah suasana semakin
ganjil dan mencekam. Suara burung gagak dan lolongan anjing yang terus menerus
menambah suasana semakin mencekam. Beberapa orang sepuh yang awas paningal salah satunya adalah Arya
Tadah, Mahapatih Majapahit saat itu, mempercayai hal itu sebagai pertanda
buruk.
Kabut tebal dan badai bintang
kemukus di malam hari pernah terjadi di masa lampau, sehari sebelum Ken Arok
menyerbu Kediri saat menggulingkan Kertajaya. Suasana serupa juga pernah
melanda kotaraja Singasari sebelum digempur oleh Jayakatwang. Di masa lampau, dua
suasana aneh itu rupanya penanda akan terjadinya perang besar yang menelan
banyak korban. Apakah ini juga penanda perang untuk Majapahit? Pertanyaannya, siapa
yang berani melakukan makar mengingat saat itu Majapahit tak pernah ada konflik
dengan pihak manapun.
Dalam kondisi malam yang mencekam
itu Gajahmada didatangi oleh orang tak dikenal dengan nama sandi Bagaskara
Manjer Kawuryan (matahari bersinar terang) memberikan informasi rahasia yang
mengejutkan. Bahwa besok pagi akan ada pasukan pemberontak berkekuatan segelar sepapan yang akan menyerbu
Majapahit untuk membunuh raja dan mengambil alih kerajaan (istilah sekarang
kudeta). Untuk mengetahui pergerakan musuh, Gajahmada mencoba memilah setiap
nama yang mungkin berpeluang sebagai pemberontak, tapi nihil, ia tak punya
gambaran siapapun. Malam itu Gajahmada harus menemukan siapa dalangnya atau dia
akan kehilangan Majapahit.
Dalam situasi ini terlihat betapa
cerdas dan tangkas Gajahmada mengomando pasukan Bhayangkara dalam mengatasi
situasi yang rumit dan sangat mendesak. Majapahit saat itu memiliki tiga kesatuan
prajurit yang masing-masing berkekuatan segelar
sepapan, yakni Jala Rananggana, Jalapati, dan Jalayuda. Hasil olah telik
sandi Bhayangkara menemukan bahwa salah satu pasukan itu berada di pihak
pemberontak. Gajahmada yang hanya berpangkat bekel, dengan bekal lencana
kepatihan dari Mahapatih Arya Tadah dengan sigap malam itu juga melakukan
diplomasi dengan dua kesatuan lain yang belum diketahui afiliasinya.
Rupanya hanya pasukan Jalapati
yang dipimpin oleh Banyak Sora yang masih mendukung raja. Pasukan Jala
Rananggana yang dipimpin Pujut Luntar sudah dipastikan pro pemberontak. Pasukan
Jalayuda yang dipimpin Panji Watang bersikap netral tapi dibalik netral
tersebut sungguh ada niat yang lebih keji untuk melibas siapapun yang menang
dan menjadikan dirinya sebagai raja. Yang lebih mencengangkan adalah otak
pemberontakan ternyata pejabat-pejabat yang baru saja diberi gelar kehormatan
oleh raja. Mereka adalah para rakrian winehsuka yaitu Ra Kuti sebagai pemimpin,
Ra Tanca, Ra Pangsa, Ra Banyak, Ra Yuyu, dan Ra Wedeng. Mereka adalah
orang-orang yang tidak puas atas kepemimpinan raja dan haus kekuasaan. Sejarah
telah membuktikan bahwa hanya pasukan militer yang berani melakukan kudeta. Kedua
bahwa keserakahan manusia akan kekuasaan dan jabatan menjadi penyebab berbagai
konflik politik bahkan peperangan.
Singkat cerita Ra Kuti, dkk,
berhasil menguasai Majapahit yang menyebabkan Sri Jayanegara dan keluarga harus
mengungsi dan nomaden untuk menghindari kejaran pasukan Ra Kuti yang terus memburunya.
Dalam pelarian ini banyak kisah tragis tapi lucu menimpa raja karena raja yang
terbiasa hidup mewah dan dilayani harus hidup ala prajurit Bhayangkara. Dalam
pelarian, dengan menyembunyikan identitasnya, Sri Jayanegara berlindung di
rumah-rumah penduduk di pelosok desa. Pengalaman itu membuatnya lebih tahu
kondisi rakyat yang miskin dan berjanji untuk lebih memperhatian kesejahteraan
rakyat kelak jika ia selamat.
Selama pelarian, raja hanya
ditemani oleh Gajahmada, jasa inilah yang membuatnya kelak sangat dipercaya
oleh keluarga kerajaan Majapahit. Awalnya, Gajahmada melibatkan pasukan
Bhayangkara untuk melindungi raja saat pelarian. Namun rupanya ada dua
pengkhianat diantara mereka sehingga beberapa kali raja hampir terbunuh saat
bersembunyi. Gajahmada pun memutuskan hanya dia yang menemani raja saat
pelarian.
Ra Kuti, si otak pemberontak, menerapkan
sistem tangan besi saat berkuasa. Terjadi banyak perkosaan, perampasan harta,
bahkan pembunuhan massal saat rakyat melakukan pepe (unjuk rasa) yang dilakukan
oleh prajurit Ra Kuti. Siapapun yang berani menentang Ra Kuti dihukum gantung
atau dipenjara. Rakyat secara nyata tidak suka terhadap Ra Kuti. Apalah artinya
raja tanpa dukungan rakyat. Gajahmada dan pasukan Bhayangkara memanfaatkan
kondisi itu untuk menghimpun kembali kekuatan rakyat dan pejabat yang masih pro
raja.
Seperti kisah sejarah pada
umumnya, dalam novel ini banyak sekali nama-nama tokoh dan gelar-gelar raja
yang panjang-panjang dan sulit dieja. Di buku pertama ini saya kudu beberapa
kali back to halaman sebelumnya untuk ngecek lagi tokoh ini siapa yah? Bahkan
untuk nulis resume ini saya juga kudu ngecek lagi nama-namanya untuk menghindari
kesalahan speeling. Trus ada beberapa istilah Jawa yang tak dijelaskan artinya
ditulis italic seperti brubuh, nabastala,
klebet, jigang, dampar, dll. Untuk buku Gajahmada 2 dan 3 tak terlalu
banyak nama tokoh, kalaupun ada nama tokoh baru atau istilah baru diberi
footnote sehingga tak harus back to previous page.
Semasa sekolah menengah,
pelajaran sejarah bagi saya paling membosankan. Monoton, gak jelas alurnya,
enggak banget terbawa arus emosi sejarahnya saat baca. Menulis ulang sejarah
dalam bentuk novel akan menjadi inovasi unik dalam memahami sejarah. Kreshna
Hariadi pun perlu riset bertahun-tahun untuk menyajikan inti cerita sehingga
mendekati kejadian sebenarnya. Tentu ditambah bumbu fiksi yang membuat alurnya
semakin gurih. Adalah Prapanca yang juga memiliki banyak nama, sang wartawan
sejarah, penulis kitab Negarakertagama, melanglangbuana ke berbagai wilayah
Nusantara untuk menuliskan berbagai kejadian yang ia lihat dan ia alami,
termasuk salah satunya kesaksian tentang kisah Majapahit dan sepak terjang
Gajahmada. Berkat kepiawaian dan kegigihan mereka dalam menulis sejarah, kita
yang hidup di jaman sekarang, ratusan tahun melewati masa itu, bisa mengambil
hikmah dari kisah masa lampau.
Finally, apakah Gajahmada
berhasil merebut kembali kekuasaan dari tangan Ra Kuti? Siapakah prajurit
Bhayangkara yang berkhianat? Siapakah Bagaskara Manjer Kawuryan, orang yang
selalu hadir secara misterius dihadapan Gajahmada untuk mengabarkan sepak
terjang musuh? Orang misterius ini pula yang mengabarkan adanya mata-mata di
tubuh Bhayangkara. Perjalanan untuk menemukan tiga teka-teki tersebut menjadi
kenikmatan tersendiri dalam melahap novel ini. Endingnya seperti saya bilang,
sungguh tak terduga. Jika penasaran silahkan temukan sendiri dalam novelnya.
Recomended bagi penyuka thriller dan atau literasi sejarah.
Yogyakarta, Maret 2016
-THW-
0 komentar:
Posting Komentar