Buku dengan tebal 359 halaman ini begitu ringan
untuk dibaca, setiap babnya selalu menarik untuk disimak, bahasa yang dipakai
cukup bisa dimengerti dan dipahami. Sekuel kedua sekaligus terakhir dari buku
negeri para bedebah ini masih bercerita tentang Thomas, seorang konsultan
politik yang dalam kerjanya selalu ditembaki, disandera, bertinju hingga perang
dan sebagainya.
Di sekuel ini Thomas mendapat klien politik
kandidat calon presiden paling kuat dan diperhitungkan. Karena kliennya begitu
jujur, memiliki integritas teruji, dan sudah menguasai dua pertiga peserta
konvensi.
Dimulai dari Thomas berlibur ke Hongkong dan
memenagkan perlombaan tinju di Makau. Opahnya datang untuk memberikan hadiah
kapal pesiar kepadanya. Saat sedang asyik berlayar tiba-tiba kliennya menelpon
agar dirinya kembali ke Jakarta. Karena ada pihak yang menyusun serangan balik
mematikan. Dan Thomas menjadi sasaran tembak nomor 1. Konspirasi besar telah
dimulai.
Baru saja Thomas mematikan handphone. Tiba-tiba kapalnya diperiksa oleh
pasukan dari satuan khusus anti terror
ototritas Hongkong SAR. Dan di kapal baru itu ditemukan bubuk heroin, senjata
laras panjang, granat dll. Mereka terkejut, Thomas dan opah tidak bisa berbuat
apa-apa mereka ditangkap. Konspirasi ini bermain kotor. Akan tetapi Thomas
mendapat bantuan dari lawan tinjunya Lee. Lee membantu Thomas dan opah kabur
dari tempat SAR tersebut. Anehnya, Lee dan opah seperti pernah bertemu. Lee
membantu mereka kembali ke Jakarta.
Selama perjalanan Thomas mencari strategi atas
permasalahannya, karena bagaimana pun juga, mulai saat ini klien, keluarga,
serta dirinya dalam bahaya besar. Yang entah pihak mana dan konspirasi apa
sampai melibatkan anggota SAR Hongkong untuk menjebaknya.
Tidak ada demokrasi untuk orang bodoh. Itu
adalah jawaban Thomas saat diwawancarai. Mungkin maksudnya adalah demokrasi
bukan untuk anak awam. Orang awam tidak tahu dan idak mengerti pimpinan yang
mereka pilih seperti apa dalamnya. Mereka hanya melihat dari luar dan sampai
mana tingkat pendidikan pemimpin tersebut. Karena pada buktinya kita masih
mempunyai pemimpin yang diam-diam korupsi, bermain perempuan dll. Di sini
moralitas demokrasi dipertaruhkan.
Dari Makau Thimas kembali ke Jakarta. Di
Jakarta rintangan baru dimulai. Dari kliennya yang tiba-tiba dituduh dan
ditangkap, sampai Thomas sendiri diculik dan dipenjara. Tetapi Thomas selalu
mendapat bantuan. Dan ia menemukan mafia hokum yang melakukan ini semua, mafia
yang dimasa lalu telah membunuh kedua orangtuanya. Dan merenggut kehidupan
omnya. Akhirnya Tjomas kembali ke Hongkong menyerahkan diri, karena omnya
disandera. Apakah selanjutnya Thomas akan mendapat bantuan lagi? Jawabannya
adalah ia.
Bukan bang Tere jika tidak memberikan pesan
moral di semua novelnya yang seru. Yah,
ciri khas bang Tere selalu menyelipkan pesan moral mendalam di setiap novelnya.
Di negeri ujung tanduk ini, kehidupan semakin
rusak, bukan karena orang jahat semakin banyak. Tapi semakin banyak orang yang
memilih tidak peduli lagi, jika kita memilih untuk tidak peduli, lebih sibuk
dengan urusan masing-masing.nasib negeri ini persis seperti keranjang telur di
ujung tanduk. Hanya soal waktu akan pecah berantakan. Ini negeri di ujung
tanduk (116)
Penulis mengajak kita untuk peduli terhadap
negeri kita, manusia, bahkan sekecil apapun masalahnya kita harus peduli. Bukan
kebetulan Thomas selalu mendapat bantuan di saat-saat gentingnya. Seperti di
makau. Di anataranya karena opahnya dulu pernah menyelamatkan nyawa teman di
atas kapal yang terapung dengan membagi sebagian jatah makanannya. Temannya
sangat berterima kasih dan selalu menceritakannya kepada cucu-cucunya, yang
mana cucunya adalah Lee orang yang tidak akan membiarkan Thomasdan keluarganya
celaka dari mulai daratan laut cina sampai Makau. Hidupnya tertolong karena
kepedulian kakaeknya dahulu.
So, jadilah anak muda yang peduli, memilih
jalan suci, karena kepedulian kita hari ini akan memberikan perbedaan berarti pada masa depan. Meski kecil tapi
besar dampaknya pada masa mendatang ,
buku ini recommended banget.
Judul : negeri di ujung tanduk
Penulis :
Tere Liye
Penerbit : Gramedia
Tebal : 359 halaman
Cetakan : kelima
Peresume : Nur Arfah
0 komentar:
Posting Komentar