Genius
pada jaman romawi diartikan sebagai dewa penguasa yang mengikuti kita kemana
dengan kekuatan supranatural. Berdasarkan pengertian tersebut makan setiap
orang memiliki genius, bahkan semua tempat memiliki penguasa, lokusgenius.
Seiring dengan perkembangan jaman maka ukuran kejeniusan seseorang semakin
beragam, IQ diatas 200 misalnya. Genius yang dibicarakan dalam buku ini adala
genius kreatif, bentuk kreativitas yang tinggi, tempat lahirnya ide yang baru,
mengejutkan dan bernilai.
Lalu,
Geografi dan jenius, apa hubungannya?
Pepatah
Afrika menyebutkan bahwa “jika perlu seluruh desa untuk membesarkan seorang
anak, perlu seluruh penduduk kota untuk melahirkan jenius”. Hampir semua jenius
‘dibentuk’ di sebuah kota dan tidak semua kota menghasilkan orang jenius,
selain itu sebuah kejeniusan tidak bertahan lama disuatu tempat, dia memiliki
jamannya sendiri. oleh sebab itu penulis buku ini melakukan perjalanan panjang
untuk memperlajari sesuatu yang bernama jenius menggunakan dimensi
spasial-temporal (jarak dan waktu). Sang penulis yang merupakan pelancong
filosofis mendatangi tempat-tempat bersejarah para jenius, yang semuanya adalah
kota pada jamannya.
Pencarian jenius pertama merupakan
pengalaman penulis sendiri ketika kuliah di London dan berpetualang dengan
kotak Galton. Sir Francis Galton merupakan sepupu Charles Darwin yang jenius
dan merupakan orang pertama yang mengukur hal kita pikir tidak dapat diukur.
Dia menyebutkan bahwa orang jenius itu dilahirkan, bukan dibentuk. Kenyataannya
tidak ada gen jenius. Berdasarkan perhitungan psikolog, kejeniusan orang tua
hanya menurun kepada anaknya hanya 10-20%. Hal ini mendukung pepatah lama
Thomas Alfa Edson “kesuksesan dibentuk dari 99 keringat dan 1% otak”.
ATHENA
Yunani
kuno merupakan tempat lahirnya berbagai ilmu pengetahuan, pemikiran-pemikiran
luar biasa, dan penciptaan kebiasaan manusia. Secara tidak kita sadari bahwa
kita adalah sebagian dari yunani kuno. Menonton film, menjadi juri, memberikan
suara pada sistem demokrasi, berbicara tentang permanian sepak bola, berpidato,
pajak, perjanjian tertulis, kapal layar besar bahkan menatap langit malam tanpa
bersuara adalah sebagian dari budaya yunani. Hampir semua aspek dalam kehidupan
kita terinspirasi dari bangsa yunani. Meminum kopi tidak termasuk, karena bagi
mereka kopi adalah minuman para dewa.
Berjalan kemanapun adalah salah satu
budaya yunani kuno. Mereka adalah pejalan hebat, melakukan aktivitas berfikir
dan berfilsat saat sedang melakukan perjalanan. Ini dibuktikan pada penelitian
di Stanford bahwa tingkat kreatifitas secara konsisten dan signifikan lebih
tinggi oleh para pejalan dibandingkan dengan orang yang sering duduk. Namun
sebenarnya kota Athena kuno bukanlah kota yang nyaman, kumuh, kotor, memiliki
jalan yang sempit dan tidak memiliki keteraturan. Diduga para memimpin Athena
sengaja melakukannya agar membingungkan para penyerbu dan merangsang pemikiran
kreatif.
Hasrat berkomeptisi adalah faktor
lain pada majunya peradaban Athena. “selalu unggul dan lebih baik dari yang
lain” adalah prinsip hidup. Hal ini didukung dengan loyalitas warga Athena
terhadap pemerintah negara. Mereka menganggap kewajiban warga negara sebagai
kesenangan warga negara. Idiotes merupakan
istilah untuk warga negara yang tidak berpartisipasi dalam masalah publik.
“orang yang tidak berminat pada masalah negara bukanlah orang yang memikirkan
urusannya sendiri, melainkan orang yang tidak punya kepentingan menjadi warga
Athena”.
Athena adalah kota global pertama di
dunia, sehingga ahli dalam dunia pelayaran. Gagasan adalah barang yang
terangkut dari hampir setiap perjalanan pulang para pedagang. Dan rahasia besar
dibalik itu adalah bangsa yunani kuno sebenarnya mereka tidak menciptakan
semuanya tetapi ‘meng Athena-kan” hasil budaya bangsa lain. Alphabet dari funisia, obat-obatan dan seni
pahat dari Mesir, Matematika dari Babilonia, literatur dari Sumeria, dll.
Mereka sangat terbuka terhadap gagasan asing bahkan Plato pernah berkata
“Bangsa Yunani menyempurnakan apa yang dipinjam dari bangsa asing”.
Kini wajah Athena telah berubah
drastis, yang tersisa hanya gaung kemashyuran masalalu. Banyak orang tua dengan
senang hati menamai anak mereka Aristoteles, Plato dll. Tapi kota Athena bukan
lagi negeri para pejalan kaki dan pemikir, melainkan kota tukang duduk dan
pencemas, seperti ungkapan Herodotus “ kebahagiaan manusia tidak pernah
bertahan lama di tempat yang sama”.
Judul : The Geography of Genius
Pengarang : Eric Winer
Tahun terbit : 2016
Penerbit : Qanita
Part 1 : Jenius dan Athena
Khairisa_IM
1
3
Oktober 2016
0 komentar:
Posting Komentar