Penulis : Nurjanah Hulwani
Penerbit : GIP
Peresume : Wawan IM1
Kumpulan Hikmah dari Bumi Gaza
Nurjanah
Hulwani berhasil menembus blockade Gaza melalui pintu Rafah (Mesir) bersama
rombongan (Almarhumah) Ustzh. Yoyoh
Yusroh. Kurang lebih seminggu disana, banyak kisah menarik yang ia dapatkan.
Mulai dari bertemu istri Syaikh Ahmad Yasin hingga bertemu anak-anak penghafal
Qur’an yang selalu mendampingi beliau di akhir-akhir kepulangan ke Tanah Air.
Buku ini adalah kumpulan kisah karamah penduduk Gaza, Wathanul ‘Anbiya.
Gaza, Bumi
alQur’an
Barangkali
sudah jamak kita dengar bahwa penghafal Qur’an di Gaza adalah sangat banyak.
Hidup dibawah tekanan sama sekali tidak menggetarkan keyakinan mereka untuk
selalu berinteraksi dengan Kalamullah. Menurut data statistic Asia Pacific
Community for Palestine, dari 1,8 juta penduduk Gaza, sekitar 20 ribu orang
diantaranya adalah Hafizh/ah Qur’an. Data ini didapat Nurjanah ketika ia akan
berkunjung kesana. Selama disana, ia menyaksikan sendiri peserta-peserta wisuda
alQur’an yang dilakukan setiap dua bulan sekali sedang bersiap dengan
muroja’ahnya. Ketika ia kembali ke Tanah Air, Nurjanah menceritakan data ini
sudah berubah, 50 ribu orang di Gaza telah diwisuda Qur’an.
Adalah
Ibu Fathiyah Gathos, 57 tahun. Seorang ibu rumah tangga yang buta huruf.
Ketidakbisaan membaca dan telah rentanya usia tidak menyurutkan niatnya untuk
menjadi penghafal Qur’an. Nurjanah menceritakan, Sang Ibu mulai menghafal
Qur’an sejsak usia 50 tahun, 6 tahun kemudian ia telah hafal seluruh Juz, pada
usia 57 (tahun 2014) ia telah diwisuda.
Lain
Ibu Fathiyah lain pula Ibu Ummu Ibtisam. Ummu Ibtisam berusia 50 tahun, pada
tahun 2014. Seorang kepala sekolah TKdan coordinator dari 16 TK di Gaza. Ia
bercerita pada Nurjanah, “Alhamdulillah saya telah menghafal 25 Juz, insyaa
Allah pekan depan saya akan menghafal 5 Juz lagi dan pekan berikutnya saya akan
diwisuda bersama teman-teman”.
Apa
rahasia penduduk Gaza untuk rajin dan tak kenal lelah dalam menghafal Qur’an?
Tak lain adalah keteladanan dari para pemimpin. Ismail Haniyyah, Perdana
Menteri Palestina adalah hafizh dan mendapat sanad, para menteri pun demikian.
Masyarakat terbiasa dengan pemimpin yang hafal Qur’an sehingga mereka tidak
asing dengan Qur’an. Yang kedua, Negara Palestina memiliki lembaga resmi yang
mengurusi Hafalan Qur’an warganya. Bahkan strukturnya hingga ke setiap provinsi
di Palestina. Lembaga ini selalu ramai karena antusias warganya. Palestina juga
mempunyai lembaga tahfizh khusus wanita, sehingga tak perlu lagi mencari
laki-laki untuk setor hafalan.
Teladan dari
Pemimpin-Pemimpin yang telah Syahid
Para pemimpin negara yang syahid
di Palestina jumlahnya tidak terhitung, akan tetapi mereka selalu mempunyai
stok yang memadai untuk melakukan regenerasi kepemimpinan dalam waktu yang
sangat cepat. Orang-orang yang diminta menjadi pemimpin setelah orang
sebelumnya menjadi syahid pun memiliki kualitas serupa, minimal hafizh dan
bergelar sarjana, master ataupun doctor. Gaza sangat siap, mereka mengetahui
tak sekedar fisik perlu disiapkan dalam menghadapi Zionis, namun juga mental
dan kecerdasan. Pendidikan minimal penduduk Gaza adalah sarjana.
Tiga
orang pemimpin syahid yang diceritakan oleh Nurjanah adalah Syaikh Ahmad Yasin,
Abdul Aziz Ar Rantisi dan Said Shiyam. Kepribadian ketiganya takkan jauh dari
alQur’an. Syaik Ahmad Yasin adalah seorang yang cacat tubuhnya, hanya bagian
kepala dari seluruh tubuhnya yang bekerja. Ia mengalami kelumpuhan ketika
rihlah bersama teman-temannya di suatu pantai Gaza. Kondisi ini tidak
menghalangi beliau mendidik masyarakat Gaza. Dikisahkan, Gaza waktu itu diterpa
badai ghazwul fikr wa tsaqafi yang
luar biasa. Bioskop berdiri dimana-mana dan anak muda tidak ada yang dekat
dengan agama sementara masjid hanya diisi orang tua renta. Syaik Yasin memulai
dakwahnya dari orang terdekat. Keluarganya ia didik dan lingkungan sekitar
sekaligus ia mampu menjadi tauladan bagi mereka. Ia adalah orang yang selalu menegakkan
sholat malam dan walaupun telah hafizh, di setiap sholat malamnya ia selalu
sholat dengan membuka mushaf. Nurjanah masuk ke kamar beliau kala itu dan ia
melihat kayu penyangga Qur’an besar yang menemani beliau sholat malam. Hasil
dakwah beliau adalah Gaza yang kita lihat saat ini bersama Hamas dan Kataaib
(Brigade) al Qossam yang kekuatannya mendunia. Syaikh Yasin menemui syahidnya
ketika ia pulang dari sholat subuh dan rudal zionis menghantam kursi rodanya.
Abdul
Aziz Ar Rantisi adalah Doktor bidang ilmu fisika. Ucapannya yang termasyhur
adalah “Apakah kalian takut dengan kematian? Kita semua sedang menanti akhir
kehidupan. Kematian adalah sesuatu yang pasti, baik dengan Apache, kanker
ataupun yang lainnya. Aku lebih memilih mati dengan Apache”. Ini adalah sebuah
perencanaan dan doa untuk syahid. Istri Said Shiyam (tokoh ketiga yang akan
diceritakan), Ummu Mus’ab mengatakan pada Nurjanah, “jika engkau ingin syahid
maka engkau harus buat perencanannya”. Allah mengijabah doa Ar Rantisi, tepat 17
April 2004, Apache zionis merudal tubuhnya dan syahidlah beliau.
Said
Shiyam menjabat Menteri Dalam Negeri Palestina saat itu. 17 Januari 2009 ia
menjemput syahid bersama anak, sepupu dan sembilan orang lainnya melalui roket
F-16. Sebelum kejadian, Ummu Mus’ab telah mendapat tanda-tanda dari anaknya.
Ketika ia sedang mengajari anaknya pelajaran sekolah, anaknya tidak
menginginkan ijazah sekolah, ia hanya mau ijazah syahid. Hari-hari berikutnya
anak Ummu Mus’ab sering bercerita tentang keinginannya menikah dengan bidadari.
Tepat pada hari ia syahid, ia bercerita kepada ibunya bahwa ia bersama ayah
akan menikah. Ummu Mus’ab belum mengerti ucapan anaknya ini dan menganggapnya hanya
bercanda. Ternyata pada hari itu mereka benar-benarmenjadi syahid.
Ketangguhan
psikis masyarakat Gaza
Tidak
ada sama sekali ketakutan dalam raut masyarakat Gaza. Nurjanah menceritakan
pengalamannya di kamp pengungsian warga Gaza pada keluarga Ahmad Jabari.
Keluarga tersebut memiliki anak 2,5 tahun yang telah fasih Ar Rohman. Anak-anak
di kamp pengungsian rata-rata memiliki cita-cita hafizh/ah dan syahid. Tertulis
surat anak Gaza untuk anak Indonesia, “Wahai anak Indonesia, hafalkanlah
Qur’an, pelajarilah manhajnya maka kelak engkau akan datang ke Palestina dan
bersama-sama kita bebaskan Al Aqsha”. Sungguh! Sebuah pemikiran yang sangat
dewasa bagi anak-anak seusia mereka.
0 komentar:
Posting Komentar