Penulis : Prof. Dr. Raghib As-Sirjani
Penerbit : Pustaka Al Kautsar
Peresume : Ikhsanudin
Halaman : 250-268
Organisasi Ilmuan
Peradaban Islam telah mengeluarkan
beribu-ribu ilmuwan besar yang berperan dalam memajukan peradaban dan lembaran
sejarahnya. Mereka berhasil mengangkat kekuatan dan kejayaan diantara umat-umat
lainnya. Perdaban Islam telah memposisikan dirinya sebagai aturan yang
menakjubkan dalam metodenya, yang bisa berjalan dalam kurun waktu yang panjang
dalam perjalanan bangunannya. Para ilmuwan tidak terlena bahkan menyeberangi
perjalanan dengan pahit dan getir kesusahan dan kesabaran meski mereka pada
kedudukan keilmuwan yang tinggi pada kurun waktu yang panjang.
a. Menuntut Ilmu dan Penyebaran Ilmuan
Para
penuntut ilmu meletakkan perhatian terhadap keilmuan untuk tujuan yang besar.
Tujuan ini bukanlah tujuan puncak secara esensinya, karena yang dijadikan
ukuran adalah menuntut ilmu adalah jalan untuk mendapat keridhoan Alloh. Jika
ilmuwan Yunani malah dijadikan bahan olok-olokan bagi orang-orang awam, maka
ilmuwan islam menyebut bahwa orang yang paling banyak takut kepada Alloh adalah
Ilmuwan (Q.S Fathir: 28). Nilai-nilai Robbaniyah terpatri dalam perdaban ini.
Para
pemuda berlomba-lomba dalam menuntut ilmu. Hampir kita tidak membaca dari waktu
ke waktu kecuali didapati bahwa selalu ada perlombaan dua orang dalam menuntut
ilmu. Contohnya adalah Shalih bin Kaisan dan Az-Zuhri.
Para
khalifah dari sejak kecil sudah menuntut ilmu. Orang-orang tua juga sangat
memperhatikan putra-putri mereka dalam hal pendidikan, mengarahkan mereka untuk
menunutut ilmu sejak kecil. Bahkan ayah maupun ibu mereka turut serta keluar
bersama anak-anak untuk menuntut ilmu. Hal ini tidak pernah didapati pada
masa-masa lain dalam sejarah peradaban manusia. Sulaiman bin Abdul Malik,
bahkan harin Ar Rasyid melakukan hal itu.
Meski
pemuda-pemuda itu fakir, miskin, dan papa, tetap mereka bercita-cita
setinggi-tingginya dan menuntut ilmu dengan motovasi yang kuat. Dan akhirnya
mereka menjadi berhasil dalam bidang yang ditekuninya.
Banyak
juga kisah perjuangan Ibu yang mendukung anaknya untuk menuntut Ilmu dalam
sejarah Islam. Salah satunya adalah imam Syafii dan Imam Bukhori.
Para
ulama juga sangat mencintai perjalanan menuntut ilmu. Mereka sangat antusias
meski mereka sudah mendapat banyak ilmu.
Begitulah
tatanan masyarakat Islam. Masyarakat yang teratur dan tertata, termotivasi kuat
dalam menuntut ilmu.
b. Kedudukan Ilmuan dalam Pemerintahan
Islam
Sejarah
menyebutkan betapa besar dan hebatnya peran khalifah-khalifah kaum Muslimin dan
para penguasa dalam memelihara para ilmuwan dan penuntut ilmu. Khalifah Harun
Ar-Rasyid memberikan perhatian yang luar biasa kepada guru, ilmuwan, dan
penuntut ilmu. Sehingga pada masa itu banyak sekali anak-anak usia belasan
tahun yang sudah mengajar atau penasihat. Shalahudin Al Ayyubi memberi gaji
yang sangat besar kepada Syeikh Najamudin Al Habusyani yang mengajar di sekolah
Sholahiyah. Khalifah Al Manshur mendirikan Baitut Tholabah untuk orang-orang
jenius dan memuliakan mereka. Al Maiz, penguasa Daulah Shanhajiyin, jika
mendengar ada alim yang besar maka akan dihadirkan kehadapannya, memenuhi
segala kemuliananya, merujuk pada pendapatnya, dan memberinya gaji yang besar.
Sultan Al Fatih, jika mendengar alim yang terkena suatu kebutuhan maka beliau
akan memenuhi urusan kebutuhan dunianya. Dan banyak lagi contoh lainnya.
Kepedulian
pemerintah tidak terbatas pada memperhatikan kehidupan para ilmuwan dan ruang
lingkupnya, tetapi juga menyeru para ulama dari seluruh negeri untuk
memanfaatkan ilmu-ilmu mereka, membantu memelihara dan menjaga kemaslahatan
mereka. Para penguasa Islam memberikan pertolongan kepada ulama dan ilmuwan,
meringankan segala keperihan, dan memfokuskan kekuatan mereka untuk menyebarkan
ilmu.
Hal
ini sangat berbeda dengan apa yang terjadi pada sejarah Eropa. Mereka justru
membunuh para ilmuwan, membakar karya mereka, memenjarakan bahkan menghukum
mereka dengan berbagai macam cara karena yang diajarkan dianggap bertolak
belakang dengan gereja.
c. Ijazah (Pengakuan/Akreditasi)
Ijazah
adalah izin untuk memberikan fatwa dan mengajar. Ijazah adalah ketetapan pusat
untuk para pengajar bahwa muridnya mempunyai kapasitas untuk mengajar di
halaqoh sendiri, pada bagian ilmu tertentu dari aneka macam ilmu. Ijazah adalah
sebuah persaksian kuat yang dihasilkan oleh penuntut ilmu sekarang. Imam
Hambali memberi ijazah pada anaknya Abdullah untuk meriwayatkan Al Musnad, pun
Sinan bin Tsabit memberikan ijazah dalam ilmu kedokteran kepada murid-muridnya.
Ijazah dipakai untuk semua bidang ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu sains. Imam
Ar-Razai mengatakan dalam Al Hawi, “ Seorang dokter harus lebih dahulu
memberikan ijazah kedokteran dalam penjelasan awal. Jika tidak diketahui, maka
kami tidak butuh kepada Anda untuk memberikan wewenangnya mengobati rasa sakit”.
Ijazah
merupakan kebiasaan terdahulu peradaban Islam yang tiada duanya dalam lintas perjalanan
kemanusiaan. Hal ini baru ditemukan pada kuliah dan universitas Eropa lebih
dari sepuluh abad kemudian. Ini menunjukkan kebesaran perdaban Islam dan
pengaruhnya terhadap aturan modern. Dan sekarang ijazah diberlakukan di seluruh
dunia.
0 komentar:
Posting Komentar