Islam adalah agama Allah yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam, dan intinya
adalah iman dan amal. Iman dan amal, atau aqidah dan syari’ah kedua-duanya
berkaitan satu sama lainnya seperti keterkaitan antara buah dan pohonnya. Iman
mencerminkan aqidah dan pokok-pokok yang menjadi landasan syari’at Islam. Dan
dari dasar-dasar ini keluarlah cabang-cabangnya. Amal mencerminkan syari’ah dan
cabang-cabang yang dianggap sebagai tindak lanjut dari iman dan aqidah.
Pengertian Keimanan Atau Aqidah itu
tersusun atas 6 perkara yaitu
1.
Ma’rifat kepada Allah
2.
Ma’rifat kepada alam
3.
Ma’rifat kepada
kitab-kitab Allah
4.
Mar’rifat kepada para
nabi dan rasul Allah
5.
Ma’rifat kepada hari
akhir
6.
Ma’rifat terhadap qadar
Ma’rifat Kepada Allah adalah
seluhur-luhur dan semulia ma’rifat, sebab Ma’rifat Kepada Allah itulah yang merupakan asas atau fundamental yang
diatasnya didirikanlah segala kehidupan kerohanian.
Ada dua cara atau sarana untuk
melakukan ma’rifatullah yaitu :
1. Menggunakan
akal pikiran untuk memikirkan dan memperhatikan segala sesuatu yang diciptakan
oleh Allah. Ma’rifatullah dapat dilakukan dengan bertafakur. Sesungguhnya tiap
organ tubuh mempunyai tugas, sedangkan tugas akal adalah merenungkan, memperhatikan
dan memikirkan. Jika potensi ini tidak difungsikan maka hilanglah kerja akal
dan tidak berfungsi pula tugasnya. Islam menghendaki agar akal bangkit
melepaskan diri dari belenggunya dan bangun dari tidurnya.
2. Sarana lain yang
dipergunakan Islam untuk mengenalkan manusia kepada Allah dengan menjelaskan
nama-nama Allah yang baik (al-Asma’ al-Husna) dan sifat-sifat-Nya yang luhur.
Kemustahilan untuk Menemukan Dzat Ketuhanan. Sesungguhnya hakikat Dzat Tuhan tidak dapat diketahui oleh akal manusia. Sebab Dzat tuhan memang tidak dapat dijangkau oleh akal, dan sesungguhnya meskipun akal manusia itu cerdas dan kemampuan untuk mengetahui sesuatu telah mencapai puncaknya namun ia sangat terbatas dalam suatu batas tertentu dan sangat lemah untuk mengetahui hakikat berbagai hal atau benda yang bahkan dapat dilihatnya dalam sehari-hari. Sebagai contoh bahwa manusia sampai saat inipun belum dapat mengetahui secara benar tentang hakikat jiwa itu sendiri padahal jiwa itu melekat pada diri manusia itu sendiri. Manusiapun tidak dapat mengiraikan hakikat cahaya atau sinar padahal, padahal cahaya atau sinar itu adalah benda yang amat jelsa dan terang sekali. Dan masih banyak contoh lainnya.
Tebatasnya akal pikiran dan kelemahannya atau tidak dapatnya mencapai
hakikat benda-benda itu tidak dapt digunakan bukti bahwa benda-benda itu tidak
ada. Jadi kalau akal pikiran tidak dapat dari pada jiwa, tidak berarti bahwa
jiea itu tidak ada. Begitu juga akal pikiran tidak dapat menjelaskan hakikat
cahaya, tidak berarti bahwa cahaya itu tidak ada, jelas sekali bahwa cahayaitu
ada dan merta keseluruh alam.
Demikian pula halnya dengan Dzat
ketuhanan (Illahiyah), jikaa manusia belum mencapai hakikaatnya, maka tidaklah
ini berarti bahwa Dzat ketuhanan (Illahiyah) itu tidak ada, tetapai Dzat
Ketuhanan (Illahiyah) itu ada dengan sekokoh-kokoh penetapan sebagai sesuatu
yang wajib ada.
Alam Semesta Adalah Bukti Adanya Sang
Maha Pencipta. Semua yang ada di Lingkungan alam semesta ini dapat
digunakan sebagai bukti tentang wujudnya (adanya) Tuhan, bahkan benda-benda
yang terdapat disekitar alam semesta dan unsur-unsurnya dapat membuktikan bahwa
benda-benda itu pasti ada pencipta dan pengaturnya. Hal in dijelaskan dalam
Q.S AT_Thur ayat 35-36, Q.S
Al-Fushshilat ayat 37.
Alam semesta serta segala sesuatu
yang ada di dalamnya yang tersusun rapi dan kokoh bukan hanya itu saja yang
dapat dijadikan bukti akan adanya Tuhan yang menciptakan Langit dan Bumi ini,
tetapi masih ada saksi lain lagi yang dapat digunakan untuk itu yaitu berupa
perasaan-perasaan yang tertanam dalam jiwa setiap insan yang merasakan akan
adanya Allah SWT. Perasaan ini merpakan pembawaaan sejak manusia dilahirkan dan
oleh sebab itu disebut sebgai fitrah. Hal in dijelaskan dalam Q.S Yunus ayat 12.
Allah SWT yang menciptakan alam
semesta ini selain memiliki asma’ul husna (nama-nama yang baik) juga memiliki
sifat-sifat yang luhur yang merupakan penetapan dari kesempurnaan KetuhananNya
serta keagungan IllahiyahNya. Sifat-sifat yang menjadi milik Allah SWT. Itu
diantaranya ada yang disebut dengan sifat Salbiah dan diantaranya lagi disebut
dengan sifat tsubutiah.
Sifat-sifat Salbiah
Yang termasuk golongan sifat
Salbiah yaitu :
· Allah
SWT bersifat Awwal dan Akhir
Allah adalah dzat yang maha dahulu,
artinya bahwa tiada permulaan bagi wujud-Nya dab bahwa wujud Allah tanpa
didahului dengan tahap tiada. Allah adalah dzat yang Maha Akhir. Artinya
bahwa Allah itu dzatnya tiada akhir, kekal tanpa batas, dan tanpa berkesudahan.
Dia itu Azali (Maha dahulu) dan abadi, tidak didahului oleh siapapun.
“Dialah yang Awwal dan yang Akhir,
yang Dhahir dan yang Bathin dan Dia mengetahui segala sesuatu.”(Al-Hadiid
: 3)
“Tiap-tiap sesuatu pasti binasa,
kecuali Allah”(Al-Qashash :88).
· Allah
SWT tidak Serupa dengan Sesuatu
Allah yang Maha Suci tidak ada
sesuatu pun yang serupa dengan Dia dan Dia tidak sama dengan apapun. Segala
sesuatu yang terlintas dibenak anda maka Dia tidaklah seperti itu.
“Tidak ada sesuatupun yang serupa
dengan Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Asy-Syuura
: 11)
Manusia diciptakan oleh Allah dalam
keadaan lemah, sedangkan Allah Maha Kuat dan Maha Perkasa. Manusia diciptakan
dalam keadaan memerlukan pertolongan orang lain, sedangkan Allah Maha Kaya dan
Maha Terpuji. Manusia beranak dan diperanakkan, sedangkan Allah tidak beranak
dan tidak diperanakkan. Manusia pelupa, sedangkan Allah tidak pernah keliru dan
tidak pula lupa. Manusia serba berkekurangan sedangkan Allah Maha Sempurna
secara mutlak.
· Allah
SWT adalah Maha Esa
Allah SWT Maha Esa baik dalam
Dzat-Nya, sifat-sifat-Nya dan perbuatan-perbuatan-Nya. Esa dalam Dzat,
maksudnya adalah bahwa Allah SWT tidak tersusun dari beberapa bagian yang terpotong-potong
dan bahwa Allah SWT tidak ada sekutu bagiNya dalam memerintah dan menguasai
kerajaanNya. “Maha Suci Allah, Dialah yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan” (Az-Zumar
: 4). Esa dama sifat-sifat, maksudnya tidak ada sesuatu atau seorangpun yang sifatnya
menyerupai sifat Allah Ta’ala. Esa Af’alNya maksudNya bahwa tidak seorangpun
yang selain Allah Ta’ala itu yang mempunyai perbuatan sebagaimana yang
dilakukan oleh Allah. Terkait hal ini dijelaskan dalam Quran Surat al-Ikhlas
ayat 1-4, Al Anbiya ayat 22, al-Mu’min ayat 91, all_isra 42-43.
Sifat-sifat Subutiah
Adapun yang termasuk sifat-sifat
Subutiah antara lain :
-
Quasa (qudrah),
maksudnya Allah SWT tidak lemah sedikitpun untuk mengerjakan sesuatu.
-
Berkehendak (iradah)
yakni Allah menentukan sesuatu yang mungkin ada dengan sebagian apa yang pantas
berlaku untuknya. Allah bebas berkehendak menjadikannya tinggi atau pendek,
baik atau buruk, berilmu atau bodoh, dll.
-
Mengetahui (ilmu),
yakni mengetahui segala sesuatu, dan ilmu-Nya meliputi segala sesuatu yang ada,
baik yang terjadi di masa lampau atau yang sedang terjadi atau yang akan
terjadi.
-
Hidup (hayat), yakni
sifat hidup inilah yang membuat pihak yang disifatinya menjadi layak menerima
sifat qudrah, iradah, ilmu, sama’, dan bashar. Andaikata Dia tidak hidup maka
sifat-sifat tersebut tidak aka nada pada-Nya.
-
Berfirman (kalam),
yakni tidak dengan huruf dan tidak pula dengan suara. Allah telah menetapkan
sifat ini kepada diri-Nya sendiri.
-
Sama’ ( mendengar ) dan Bashar ( Melihat)
Allah itu Maha Mendengar,
yakni dapat mendengar segala sesuatu sehingga Dia benar-benar, dapat mendengar
langkah-langkah semut hitam yang berjalan di atas batu licin diwaktu malam yang
gelap gulita. Sebagaimana Dia mampu mendegar segala sesuatu, Dia-pun Maha
Melihat, yakni melihat segala sesuatu dengan penglihatan menyeluruh
mencakup segala yang ada. Penglihatan Allah tidaklah menggunakan mata seperti
cara melihat makhluknya.
Sifat-sifat Allah diantaranya ada
yang disebut sifat Dzat, dan ada juga yang disebut sifat-sifat af’al (perbuatan).
Sifat Dzat adalah sifat tsubutiyah atau sifat-sifat ma’ani sebagaimana yang
diuraikan sebelumnya. Adapun sifat-sifat af’al (perbuatan) adalah seperti
mencipta dan memberi rezeki. Allah yang membentuk makhluk ini dan juga
mengaruniakan rizki pada mereka.
Sifat-sifat Allah Sebagai Tiang
Petunjuk Jalan. Sesungguhnya kita wajib berjalan mengikuti petunuk sifat-sifat
Allah itu, menggunakannya sebagai cahaya penerang jalan, menjadikan sebagai
contoh tauladan teritinggi, dan mencapai puncak ketinggian jiwa dan peningkatan
ruhani yang sempurna. Allah “Rabbul-‘Alamin” merupakan teladan tertinggi
yang wajib diteladani oleh orang beriman, Allah “Maha Pemurah”
mengaruniakan nikmat pada makhluk-makhluk-Nya, dan menampakkan cinta-Nya kepada
mereka, sekalipun mereka tidak mengerjakan suatu amal yang menyebabkan mereka
berhak menerima hal itu. Allah “Maha Pengasih” memberikan balasankepada
manusia atas amal perbuatanya. Ini juga merupakan contoh yang sangat tinggi,
yang mengharuskan umat manusia membalas kebaikan orang lain dengan kebaikan
pula. Allah “Yang menguasai hari pembalasan” menghitung amal perbuatan
manusia, lalu memberikan balasan kepada orang yang berbuat buruk dengan balasan
setimpal, bukan karena senang menyiksa, melainkan dengan semangat toleransi (bersediamemberi
maaf). Sebagaimana seorang pemimpin yang penyayang wajib bersikap seperti itu
terhadap yang dipimpinnya. Keempat sifat-sifat Allah tertinggi yang palinng
utama, serta keteladanan-Nya yng sangat tinggi. Apa saja pelajaran yang dapat
diambil dari sifat-sifat ini juga berlaku untuk sifat-sifat yang lain. Dari
keempat sifat Allah ini dapat diambil pelajaran untuk dijadikan tauladan.
Demikian pula halnya dari sifat yang lain. Misalnya sifat cinta dan sayang
merupakan cerminan dari sifat-sifat Allah berikut : 1) Ar-Rauf (Maha Belas
Kasihan), 2) Al-Wadud (Maha Mencintai), 3) At-Tawwab (Maha Menerima Taubat), 4)
Al-‘Afuw (Maha Memaafkan), 5)Asy-Syakur (Maha Pemberi Balasan), 6) As-Salaam
(Maha Damai), 7)Al-Mu’min (Maha Pemberi Rasa Damai), 8)Al-Baar (Maha Baik Dalam
Tindakan Dan Pemberian), 9)Rafi’ud Darajaat (Maha Meninggikan Derajat),
10)Ar-Razaq (Maha Pemberi Rezeki), 10) Al-Wahhab (Maha Pemberi Karunia), 11)
Al-Wasi’ (Maha Luas Anugrah-Nya). Demikian pula halnya dengan sifat-sifat yang
mempunyai makna ‘mengetahui’ yang tercermin dalam sifat-sifat-Nya sebagai
berikut: 1) Al-‘Alim (Maha Mengetahui), 2) Al-Hakim (Maha Bijaksana),
3)As-Sami’ (Maha Mendengar), 4) Al-Bashir (Maha Melihat), 5) Asy-Syahid (Maha
Menyasikan), 6)Ar-Raqib (Maha Mengawasi), 7) Al-Bathin (Maha Mengetahui
Rahasia).
Apa yang ditempuh manusia dan apa
yang telah dilaksanak olehnya dalam kehidupan di dunia merupakan suatu
pernyataan dari kenyataan aqidah atau kepercayaannya. Jika aqidah yang
terpateri dalam jiwanya itu baik dan benar maka baik dan benar pula jalan yang
ditempuhnya serta lurus dalam mengerjakannya, sebaliknya jika aqidah itu rusak
dan salah maka jalan yang ditempuhnya juga rusak, salah dan sesat. Oleh sebab
itu, Aqidah Tauhid dan keimanan adala suatu hal yang mutlak perlu yang sama
sekali tidak dapat ditinggalkan dan diabaikan oleh siapapun, supaya orang itu
dapat mencapai kesempurnaan dan dapat merealisasikan kemanusiaanya itu sendiri.
Bandung, 29 April 2017
Muhammad Insan Aulia
Judul: AQIDAH ISLAM
Penulis: SAYYID SABIQ (GURU BESAR
UNIVERSITAS AL_AZHAR)Halaman: 534 hal
Tahun Terbit: 2010
0 komentar:
Posting Komentar