Judul buku : Habibie,
Tak Boleh Lelah dan Kalah
Penulis : Fachmy Casofa
Penerbit : Tiga Serangkai
-Part I-
Siapa yang
tak mengenal salah satu sosok inspirasi bagi negeri ini Indonesia, yaitu B.J.
Habibie? Bagi orang-orang yang tahu namanya pasti akan teringat tentang pesawat
yang dibuatnya beberapa tahun silam. Ya, N-250/ Gatotkoco namanya. Semangat
yang tak pernah lelah dan padam menjadi sifat seorang Habibie.
Pada tahun
1936, tepatnya tanggal 25 Juni, salah satu ilmuan Indonesia lahir dari seorang ibu
bernama R.A. Tuti Marini Puspuwardojo dan bapak Alwi Abdul Djalil Habibie
dibantu seorang dukun anak (orang Bugis menyebut Sanro) bernama Italage Indo.
Di kala itu tidak ada bidan di Pare-Pare. Kelahiran Habibie yang merupakan
putra keempat disambut girang oleh sang ayah melebihi girangnya pemain bola
yang membuat gol ke gawang lawan. Pertemuan Alwin dan Tuti di Hogore Burger
School kemudian disambuung dengan pernikahan menghubungkan Yogyakarta –
Sulawesi.
Selama
kecilnya Habibie mempunyai nama panggilan Rudy di keluarganya dan Udding di
kalangan teman-temannya. Sejak kecil beliau gemar naik kuda dan membaca. Hobi
Habibie untuk membaca merupakan hal unik yang dipunyainya, sampai-sampai
kakaknya Tri Sri Sulaksmi kesulitan mengajak Habibie main keluar. Hobi itu
dinilai unik apalagi di kalangan anak-anak sebayanya yang sedang gemar-gemarnya
bermain. Alam indah di pare-pare pun tak menggoda Habibie untuk jauh dari buku
dan ilmu. Buku seperti makanan pokok kedua beliau, ketika melihatnya maka akan
dilahap habis ilmunya. Orang yang punya antusiasme tinggi terhadap ilmu maka akan
teguh dalam mempertahankan prinsip yang ia yakini. Teman semasa kuliah di
Aachen, Jerman bernama Laheru pun sampai bilang, jangan sekali-kali mendapat
Habibie karena kamu akan dihajar denga argumentasi bertubi-tubi dan sulit
ditandingi. Suatu hari juga Profesor Ebner saat kuliah Habibie mendebat apa
yang disampaikan hingga satu per satu mahasiswa pergi dan tinggal mereka
berdua. Hal itu menunjukkan cara Habibie mempertahankan apa yang diyakini. Dalam
masa kecilnya pun Habibie pernah memperoleh piala dari lomba Keroncong. Kala
itu beliau dilatih vokal oleh teman-teman kakak habibie Titi Subono. Saat
dewasa pun beliau kerap menjadi bintang di acara-acara sekolah dan kampus
karena menyanyi lagu favoritnya yaitu Sepasang Bola Mata, Hampir Malam di
Jogja, Widuri. Cita-cita Habibie sejak kecil sudah menggelora dalam dirinya.
Pernah guru di sekolahnya bertanya tentang cita-cita, dengan lantang Habibie
menjawab “Insyinyur!” Begitulah Habibie yang sangat dekat dengan BUKU, hal yang
jarang bagi teman-teman seusianya sampai beliau dibilang aneh.
“Kalau sejak kecil Habibie aja suka baca, KAMU gimana? J”
Minggu, 7 Desember 2014
Dimas Andriyanto S, IM2