Kategori : Buku
Judul : Membangun Karakter Bangsa,
Bercermin Pada Sosok Jendral Sudirman
Penulis : Asren Nasution
Penerbit/Tahun : Prenada/2013
Tebal buku : 155 hal
Menyambut ulang tahun dirinya ke 47 sekaligus Dirgahayu
TNI AD yang ke 67, Asren Nasution berinisiatif untuk menulis kembali sejarah
kehidupan panglima besar pimpinan pertama ABRI (Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia) yakni Jendral Sudirman. Dalam melihat sosok Jendral Sudirman,
Nasution mengambil sudut pandang pendidikan masa kini yang sedang menggembar
gemborkan karakter. Baginya, karakter atau kepribadian dapat diambil
cerminannya pada diri seorang Jendral Sudirman secara khusus dan pada diri
setiap anggota TNI, karena mereka telah ditempa sedemikian rupa agar memiliki
mental baja.
Tentu sudah jamak didengar nama ini, Sudirman, entah
sebagai nama pahlawan, nama negarawan bahkan nama jalan. Yang jelas, para
pendengar dan pendengung nama besar itu sepakat bahwa ia adalah patriot pembela
bangsa.
Pak Dirman lahir pada 24 Januari 1916 di Desa Bodas
Karangjati, Rembang, Purbalingga. Kelahirannya normal seperti bayi biasa pada
umumnya. Ia berasal dari keluarga kecil bahkan dapat dikatakan jelata. Hingga
adik ibunya yang berprofesi sebagai Asisten Wedana Rembang, mengangkatnya
sebagai anak demi membantu kakaknya sekaligus agar Dirman Kecil dapat
meramaikan rumahnya dengan suara khas anak-anak.
Dibawah asuhan Pamannya, Dirman dapat menikmati
pendidikan yang layak. Ia bersekolah di HIS Purwokerto dan melanjutkan di
Yayasan Taman Siswa milik Ki Hadjar Dewantara. Dirman terus bersekolah hingga
level Wiworo Tomo dan Muhammadiyah di Solo hingga tahun 1934. Pada tahun
tersebut Paman yang selama ini mendukungnya untuk bersekolah meninggal,
walhasil ia pun harus bekerja untuk mencukupi hidupnya dan ia memilih untuk
mengabdi di HIS Muhammadiyah Cilacap untuk mengajar Bahasa Indonesia.
Dirman aktif berorganisasi terutama yang mengasah bakat
enerjik dan keislaman, ia bergabung dengan Hizbul Wathon. Sebuah cerita heroik
yang mungkin sering didengar jika kita berkisah tentang riwayat hidup Pak
Dirman Muda adalah saat kemah di kaki Gunungapi Slamet. Saat itu tengah malam
dan hawa menjadi sangat dingin, seluruh peserta jamboree perkemahan pergi
meninggalkan kemah dan turun menuju desa terdekat mencari penginapan di rumah
warga. Namun, hanya satu orang yang tidak mau pergi meninggalkan kemah, yakni
Sudirman. Ia berkata, “ini adalah latihan, siapa tahu dikemudian hari,
masa-masa yang lebih berat daripada ini akan aku lalui”. Kata-kata itu seakan
ia dapatkan dari masa depan. Sebab setelah masa itu, kita ketahui bahwa ada
kegiatan Perang Gerilya ala Jenderal Sudirman yang masyhur strateginya namun
juga menghendaki kekuatan fisik yang luar biasa.
Awal mula Sudirman bersentuhan dengan TNI ada;ah ketika
ada pembentukan PETA (PEmbela Tanah Air). Ia mendaftarkan diri dan lolos
sebagai prajurit. Waktu terus berlalu hingga Pemerintah RI mengeluarkan
keputusan untuk membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Pada masa tersebut,
Sudirman terpilih untuk memimpin TKR DivisiV yang bermarkas di Purwokerto.
Oktober 1945, Oerip Sumohardjo diangkat sebagai Kepala
Staff Umum TKR oleh Sukarno dengan pangkat Letnan Jendral. TKR dibagi menjadi
16 Divisi dengan 10 Divisi di Sumatera dan 6 Divisi di Jawa. Sumohardjo
berpendapat harus ada Komandan tertinggi bagi TKR, ia pun memprakarsai
Konferensi TKR untuk pertama kali di DIY tahun 1945 bulan November. Pada
konferensi itulah, Sudirman terpilih menduduki jabatan tertinggi dan gelar
panggilan “Panglima Besar” pertama kali diucapkan oleh Soekarno, “inilah
Panglima Besarmu” ucapnya di depan khalayak konferensi. Bersama Letjen Oerip,
Jendral Sudirman bahu membahu membangun basis konsep TNI. Letjen Oerip adalah
peletak dasar teknisnya sedangkan Jendral Sudirman adalah peletak dasar
filosofisnya.
Pondasi filosofis yang diletakkan keduanya sangat kental
nuansa kerakyatan dan keislamannya. Oleh karenanya, TNI berslogan “oleh rakyat,
dari rakyat dan untuk rakyat” sedangkan atmosfir keislaman ditancapkan oleh
Sudirman ala Hizbul Wathon tempatnya berorganisasi semasa muda dahulu.
SELESAI.
Dibawah Cemara Tujuh,
0 komentar:
Posting Komentar