Peresensi : Yurista Yohasari (IM 3)
Kategori Bacaan : Non Fiksi
Judul Buku : Mendidik Anak di Era Digital (Kiat Menangkal Efek Buruk Teknologi terhadap Anak)
Halaman : 256
Penulis : Yee-Jin Shin
Penerbit : Noura Books
[Lanjutan]
Dapat saya katakan, hampir separuh dari isi buku ini
menjelaskan bahwa perangkat digital (khususnya ponsel pintar) yang
disodorkan kepada anak menimbulkan dampak fatal bagi otak anak.
Pernahkah para orangtua terpikir mengapa anak-anak menjadi
tenang ketika diberikan ponsel pintar? Mereka menganggap perangkat
digital itu bisa membuat anak-anak 'berkonsentrasi'. Akan tetapi,
sebenarnya, yang tepat adalah 'dikendalikan'. Dengan kata lain, ponsel
pintar membuat otak anak melupakan perannya dan diperbudak oleh
perangkat digital. (hlm. 111)
Berbagai alasan yg biasanya digunakan saat orangtua
memberikan perangkat digital kepada anak, antara lain untuk menghibur
anak yg menangis, memberikan rangsangan yg lebih bisa membuatnya
tertarik untuk belajar, & memperkenalkan teknologi canggih kepada
anak agar dia dapat mengikuti perkembangan zaman dengan lebih cepat.
Shin menuliskan, "anda perlu mengingat baik-baik bahwa semua alasan itu
membuat masa depan anak-anak menjadi suram." (hlm. 133)
Ada 2 akibat serangan perangkat digital terhadap otak anak :
1⃣ Popcorn Brain
PB → kondisi otak anak yg terbiasa dengan layar perangkat digital yg senantiasa merespons stimulus kuat hingga otak seperti meletup-letup. (hlm. 112)
Daya konsentrasi anak akan menurun akibat PB karena otaknya hanya akan mencari stimulus yang kuat. Hal ini melahirkan efek samping, yaitu melemahnya daya ingat anak. Ini menjadi dampak yang merusak karena otak hanya selalu mencari stimulus yang mengesankan saja. Jika kita amati karakteristik anak PB secara teliti, anak itu tidak bisa mengikuti pelajaran dengan sempurna karena dia tidak sanggup berkonsentrasi membaca. (hlm. 113)
2⃣ ADHD
Riset di luar negeri menyebutkan bahwa setiap bertambah satu jam anak menonton TV maka akan bertambah 10% risiko anak terkena ADHD. Perangkat digital merangsang bagian detail otak secara intensif sehingga hal tersebut mengganggu keseimbangan fungsi otak. Daya konsentrasi anak yg terkena ADHD pun menjadi singkat & impuls menjadi tidak terkontrol dengan baik. (hlm. 115)
Riset di luar negeri menyebutkan bahwa setiap bertambah satu jam anak menonton TV maka akan bertambah 10% risiko anak terkena ADHD. Perangkat digital merangsang bagian detail otak secara intensif sehingga hal tersebut mengganggu keseimbangan fungsi otak. Daya konsentrasi anak yg terkena ADHD pun menjadi singkat & impuls menjadi tidak terkontrol dengan baik. (hlm. 115)
Jika anak sejak kecil menerima stimulus visual yg bergerak
dengan kecepatan tinggi dari perangkat digital, akan muncul masalah pada
kematangan lobus frontalis anak. (hlm. 116)
Semakin sering anak terpapar perangkat digital, semakin
besar kemungkinan anak mengalami kesulitan dalam perkembangan emosi,
daya konsentrasi, & daya pikirnya. Pada kasus orang dewasa, sirkuit
saraf otak yg tumbuh sempurna akan mengalami gangguan karena mendapat
stimulus dari perangkat digital. (hlm. 119)
Lalu, bagaimana dengan anak-anak generasi sekarang? Sejak
kecil mereka belajar menggunakan video & bermain komputer. Di saat
seharusnya mereka mengalami perkembangan emosi & kemampuan
bersosialisasi, justru anak-anak tersebut tumbuh dengan diganggu oleh
perangkat-perangkat itu. (hlm. 120)
Pada halaman 124-125, Shin menjelaskan ttg para pegawai
perusahaan-perusahaan TI di Silicon Valley menyekolahkan anak-anak
mereka di Waldorf yg tidak menyediakan komputer kecuali sudah kelas 3
SMP & itu pun secara perlahan.
Pada halaman 134-151, Shin memaparkan hal-hal apa saja yg
dapat terjadi jika anak-anak lebih memilih perangkat digital ketimbang
aktifitas fisik yg lebih produktif. Salah satunya adalah kesulitan
menyerap pelajaran di sekolah & malas membaca. Dampaknya, daya nalar
& kemampuan berpikir abstraknya menurun, termasuk rusaknya
kecerdasan emosi si anak.
Khusus anak-anak yg kecanduan game, mereka akan selalu
mencari hal-hal baru yg provokatif. Hal ini disebabkan adanya dopamin.
Tidak ada stimulasi yg lebih kuat drpd game. Oleh karena itu, anak akan
lebih fokus bermain game baru untuk mendapatkan skor yg lebih tinggi
& item yg lebih banyak ketimbang bermain di luar rumah bersama
teman-temannya. Tentu mendapatkan skor yg lebih tinggi & item yg
lebih banyak bukanlah kebahagiaan. Itu hanyalah kegelisahan yg muncul
karena ingin mencapai target yg lebih tinggi lagi. (hlm. 151)
Ada 3 kelompok anak-anak yg rentan terhadap pengaruh perangkat digital :
1⃣ Anak-anak yg memiliki emosi negatif atau sedang memasuki masa puber;
2⃣ Anak-anak yg lebih senang menyendiri;
3⃣ Anak-anak yg mudah terdistraksi & impulsif.
(hlm. 156-164)
Ada 3 penyebab kecanduan perangkat digital pada anak :
1⃣ Orangtua yang lebih dulu kecanduan perangkat digital.
Aneh sekali jika orangtua tidak bisa mengurus anak-anak karena dirinya sendiri memiliki ketergantungan pada perangkat canggih. Shin berpendapat, jika anda tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh perangkat digital, walau sudah mengetahui dampak buruknya, itu sama saja dengan anda mengabaikan anak sendiri. (hlm. 166)
Anak yg tidak mendapatkan cukup pengasuhan akibat orangtua
mengalami ketergantungan perangkat digital tumbuh dengan emosi negatif
& tidak bisa mengendalikan kesedihan, kegelisahan, maupun amarah
dengan baik. (hlm. 168)
2⃣ Perangkat digital menggantikan guru dalam memberikan pelajaran. (hlm. 169-174)
3⃣ Masyarakat yg kompetitif & stres pada anak. (hlm. 175-184)
Pada 2 bagian akhir (hlm. 193-251), tulisan Yee-Jin Shin
dikhususkan bagi para orangtua yg terlanjur memberikan perangkat digital
kepada anak-anak mereka.
Yee-Jin Shin adalah Psikiater Kesehatan Jiwa Anak &
Remaja, mendapat gelar Doktor dari FK Univ Yonsei pada 1989. Saat ini
menjadi anggota Dewan Nasional Korea yg berfokus pada masalah-masalah
sosial khususnya anak.
0 komentar:
Posting Komentar