Hari
anjing-anjing menghilang merupakan salah satu judul cerpen dalam buku kumpulan
cerpen pilihan kampus fiksi emas 2017 karya Umar Affiq. Cerpen ini mengisahkan
kejadian di Jakarta pada Mei 1998. “Jakarta kelam” masyarakat luas menyebutnya
begitu. Saat itu, saya masih duduk di bangku SLTP kelas 7.
Pertengahan
Mei sembilan-delapan. Jakarta berlari melintasi mimpi buruk yang belum juga
usai. Pintu-pintu tertutup, jalanan menjadi semacam koridor tanpa ujung yang
terus menerus menjerat orang-orang lemah dan lengah. Manusia adalah karya tuhan
yang paling sewenang-wenang, bahkan kepada sesamanya sendiri. Tak ada jalan
keluar. Tak ada messiah yang mampu menggugurkan kemelut, tidak juga Marie
(halaman 192).
Dunia
semakin gila, dan tak ada yang bisa dilakukan manusia. Manusia bisa apa jika
jumlah mereka yang berjuang kalah banyak dari mereka yang menyerang? Manusia
bisa apa jika pkirannya dimasuki setan-setan beringas, binatang paling buas
dengan polah yang kasar? Manusia bisa apa jika kemanusiaan diletakkan begitu
saja, sedangkan kebencian yang mengendap di bawa permukaan kemudian dilepaskan
di mana-mana seperti virus jahanam? Aku tidak tahu manusia bisa apa, selain
larut dalam ketakutan dan kesedihan (halaman 255).
Bermula
dari kejengahan rakyat pada masa orde baru. Di mana kekuasaan seakan menjadi
candu yang mengasyikkan. Dan rakyat merindukan hadirnya pemimpin baru. Harga
yang meroket membuat rakyat meringis. Demonstrasi terjadi di mana-mana.
Orang-orang bermata sipit dan berkulit putih pucat menjadi tumbal. Penjarahan mewarnai jakarta semakin kelam.
Bahkan manusia kehilangan rasa kemanusiaannya. Pemerkosaan pada wanita terjadi
di mana-mana.
Kalau
kamu datang lebih awal, kamu akan tahu bahwa pelaku penjarahan bisa digerakkan
dengan sebuah provokasi yang pintar. Provokasi yang memanfaatkan setitik rasa
kecemburuan sosial akibat kesenjangan penghidupan (halaman 134). Seorang wanita
dipaksa turun dari bus yang dinaikinya, oleh sekelompok massa. Bus itu dibakar.
Semua penumpang dimintai uang. Tidak ada uang banyak di dompet wanita itu
(halaman 143).
Efek
trumatis terjadi. Tidak hanya pada korban, tapi juga pelaku kerusuhan. Seperti
seseorang yang berkepribadian ganda. Dia seakan memasuki dimensi lain. Dimensi
yang memisahkan dirinya dengan kenyataan.
Anak
bungsunya diam. Mereka berdua menunggu penjelasan.
Ibunya
benar, semalam lelaki tua atau ayahnya itu tidak bermimpi karena ia memang
tidak tidur. Semalam pada tiga dini hari, ketika anak bungsunya sedang sibuk
menerjemahkan buku, ia melihat ayahnya ke luar rumah, berjalan bolak-balik di
teras rumahnya, menjatuhkan diri, bangkit lagi, menjatuhkan diri lagi, berjalan
bolak-balik, menjatuhkan diri
(halaman159).
Seperti
itu. Berulang-ulang. Anaknya mendekati dan mencoba menenangkan ayahnya yang
meracau pelan. Lelaki tua itu mengatakan tiga hal; maaf saya sudah membakar,
maaf saya sudah memperkosa, maaf saya sudah mengambil barang yang bukan milik
saya (halaman 160). Selain menyerang perempuan bermata sipit dan berkulit putih
pucat, pengacau itu juga menyerang laki-laki. Sebagaimana yang dialami oleh
Nyo. Dia kehilangan ayahnya di hari yang sama dia kehilangan anjing-anjingnya.
Tidak hanya itu. Yang dialami lebih parah.
Si
Kopet mendekat. Hal yang tak terbayangkan oleh Nyo, mereka menelanjangi
dirinya, melepaskan celanya Nyo yang setengah basah dan pesing, membiarkan
burung Nyo yang kecil semakin kecil berkerut karena takut, terpampang. Si Kopet
mengeluarkan pisau. Ia menyemprotkan sesuatu ke burung emprit Nyo lalu dengan
cepat memenggal paruh burung emprit itu. Satu-dua darah menetes. Burung pipit
itu menunjukkan kepala sesungguhnya. Dan prosesi selesai (halaman 269).
Buku
ini seakan melukiskan kondisi Jakarta yang teramat sangat mengerikan. Banyak
sekali kata-kata kasar dan umpatan di dalamnya. Seperti ; sial. Bangsat. Tengik!
Bajingan! (halaman 37), maka buku ini lebih cocok dibaca oleh mereka yang dapat
mengambil esensi sebuah buku, bukan sekadar membaca tanpa review.
Beberapa
cerpen memiliki kesalahan ejaan, seperti pada halaman 34, kata kaos apakah yang
dimaksud adalah chaos? (kaos ini cepat sekali menyebar, seperti api, seperti
cemburu, menjangkiti siapa saja layakya virus ganas.)
Buku
ini layak dibaca bagi mereka yang duduk minimal di bangku kelas menengah atas.
Penulis : Umar Affiq dkk
Judul : Hari Anjing-Anjing Menghilang
Penerbit : Diva Press
Cetakan : Pertama, 2017
Halaman : 312 halaman
ISBN : 978-602-391-406-7
- - Susi
Ummu Fatih -
0 komentar:
Posting Komentar