Kali ini
saya meresume kumpulan cerpen yang saya kenal dekat dengan penulisnya, dan
pernah ngerjain proyek bareng saat kuliah dulu. Pernah juga menjadi narsum di
bincang bintang Indonesia Membaca beberapa tahun lalu.
Sekilas
dari judul, kumcer ini mungkin terinspirasi dari cerpennya SGA dengan tokoh
utama bernama Alina. Ya, memang benar. Tapi sebenarnya bukan itu yang ingin
saya munculkan. Kumcer ini membawa nafas yang kurang lebih sama dengan cerpen
SGA tersebut. Romantis, puitis, liris, dan penuh dengan keindahan. Suatu
konsepsi premis yang sedang nge-trend sekarang ini.
Meski
kebanyakan cerpennya bergenre romantis, ada pula diselipkan sisi jenakanya.
Tentu tidak secara eksplisit, namun tetap dapat dinikmati. Sering saya
tersenyum simpul kala membaca beberapa cerpen di buku ini.
Simbiosa
Alina terdiri dari 20 cerpen yang diporsikan rata ke dua orang penulis yang
karakter penulisannya amat berbeda. Mari bahas cerpen yang dikedepankan oleh
Sungging Raga terlebih dahulu. Membaca tulisan Sungging, artinya kita harus
menyiapkan diri menyelam ke dalam dunia baru, dunia dengan perpaduan dunia
nyata dan imajinasi yang terkadang memaksa otak untuk bekerja ekstra
memahaminya. Cerpen Sungging, kadang tak terlalu banyak dialog. Kebanyakan
berupa untaian naratif panjang yang menjelaskan percakapan. Namun, kesan saya,
konsepsi seperti inilah yang justru membius alam pikiran pembaca, untuk diam
sejenak, menerawang dan menghayati benar apa yang terkandung dalam ceritanya.
Meski
begitu, di beberapa cerpennya juga terselip kisah-kisah dengan premis sederhana
nan manis. Sungging Raga sangat lihai mengolah diksi. Kisah yang dituturkan
sebetulnya sederhana, tetapi sifatnya yang humoris, mampu membuat
kisah-kisahnya menjadi romantis sekaligus menggemaskan.
Inilah
salah satunya dari cerpen “Slania”:
“Asalkan
bersamamu, Slania, kita kita tak perlu ke mana-mana lagi.”
“Tapi,
kadang aku bosan.”
“Besok
kubawakan akuarium biar tidak bosan.”
“Aku
ingin ke Garahan, makan pecel.”
“Aduh,
kamu seperti wanita hamil yang lagi ngidam. Permintaanmu susah-susah.”
“Terus?”
“Kubelikan
telur puyuh saja bagaimana?”
(Cerpen
“Slania”, Sungging Raga)
Tidak
perlu kata-kata gombal untuk menyujuhkan hal yang romantis. Percakapan di atas
adalah sesuatu yang sederhana, namun sekaligus juga romantis. Jika anda pernah
membaca trilogi novel Dilan karya Pidibaiq, seperti begitulah kira-kira kesan
yang akan dibangun.
Cerita
favorit saya, “Senja di Taman Ewood” dan “Sebatang pohon di Loftus Road” yang
bercerita tentang pengorbanan cinta dan kerelaan menunggu. Sungging buat saya,
sungguh cerdas memainkan perasaan para pembaca. Selidik punya selidik, cerpen
yang disebut terakhir kemudian dibalas oleh Bernard Batubara (Ben) di Kumcernya
“Jatuh Cinta adalah Cara Terbaik untuk Bunuh Diri”. Namun saya lupa apa judul
cerpen Ben yang dibuat untuk membalas cerpen “Sebatang Pohon di Loftus Road”
ini.
Ada
cerpen yang berjudul “Bangku, Anjing dan Dua Anak Kecil” yang membuat pembaca
berpikir keras untuk membedakan antara kejadian nyata dan khayalan. But as I
said before, cerpen-cerpen Sungging Raga di buku ini memiliki benang merah
dengan sisi jenaka yang terselip di antara ceritanya.
Mari saya
kutipkan sedikit:
Sekarang
Anjing melihat bangku itu melamun. Tentu saja, sepasang anak kecil yang duduk
di atasnya pun akan menghadap ke arah matahari merah yang tak lagi menyilaukan.
Dua anak itu tidak akan ke mana-mana lagi, sebab mereka diciptakan dan
dikehendaki oleh halusinasi si bangku tua agar selalu berada di sana dan tidak
berpindah sedikit pun sampai senja selesai.
Berulang
kali membayangkan hal itu, anjing tersebut menggeleng-gelengkan kepalanya.
Saya
tidak akan terlalu banyak untuk membahas cerpen-cerpen karya Pringadi. Beberapa
cerpennya di buku ini, sudah pernah saya baca sebelumnya. Hampir semua
cerpennya berkisah tentang cinta yang berakhir tidak seperti yang diharapkan.
Presentasi premis dalam cerpen-cerpennya juga minim variasi. Hanya saja saya
harus akui bahwa sisi puitis beliau sangat-sangat memukau. Anda akan menjumpai
cinta berakhir tidak seperti yang diharapkan pada hampir semua
cerpen-cerpennya. Hanya cerpen yang berjudul “Mi Querido” yang berbumbu
perselingkuhan dan karakterk aneh dan “Malam di Cataluna” yang sedikit ada sisi
humor di dalamnya.
Ini
kumpulan cerpen yang dibaca saat senja di sore hari, sembari menyeruput
secangkir secangkir teh atau kopi. Memandang sekawanan burung yang riang
berlarian. Untuk kemudian di tiap akhir cerpen ditutup dengan gerakan
menerawang ke langit sambil bergumam ‘tragisnya’. Atau mungkin malah membuat
anda merasa bahwa tragedi itu adalah pengalaman anda sehari-hari.
Judul : Simbiosa Alina (kumpulan cerpen)
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Penulis : Pringadi Abdi Surya dan Sungging Raga
Jml
Hlm : 189 (20 cerpen)
Th
terbit : 2014
- Deri IM -
0 komentar:
Posting Komentar