Pernikahan
adalah peristiwa sakral dan seharusnya merupakan sebuah momen indah yang tak
terlupakan. Tapi hal ini tidak berlaku bagi Wini. Di hari perkawinannya, dia
malah ingin mati. Dengan kekecewaan yang mendalam, Wini menangis dan meronta
dalam pelukan saudarinya, Marta.
Betapa
tidak, pria yang akan menjadi suaminya adalah laki-laki pilihan keluarga.
Laki-laki yang berasal dari keluarga terhormat dan kaya di kampungnya Wawewa,
Sumba Barat. Banyaknya harta menjadi tolak ukur terhormatnya sebuah pernikahan
di kampung ini. Demi gengsi, kekayaan, dan harga diri keluarga, Wini dinikahkan
dengan Bili, laki-laki yang bahkan tidak menamatkan sekolah pada level
wajib belajar dan terkenal dengan perilakunya yang kurang baik.
Meskipun
Wini adalah seorang terpelajar, Sarjana tamatan universitas swasta yang
terkenal di Yogyakarta, statusnya sebagai wanita menjadikannya berada pada
posisi yang lemah dalam setiap keputusan adat dan keluarga. Wanita Wawewa
diwajibkan untuk menikah dengan pria Wawewa. Wini tidak punya hak untuk memilih
siapa yang akan menjadi pasangan hidupnya, bapanya menjadi hakim dalam
keluarga. Bahkan mamanya hanya bisa menangis dan pingsan saat pernikahan Wini.
Beliau sangat bersedih dan merasa bertanggung jawab atas derita Wini yang
kehilangan kekasih hati karena tidak punya daya dan upaya untuk menentang
keputusan bapanya. Kegundahan batin para wanita dalam keluarga Wini menjadi
ironi jika dibandingkan dengan hiruk-pikuk dan gemerlapnya pernikahan Wini dan
Bili.
Dalam
pusaran kultur Wawewa yang memposisikan wanita sebagai kaum marginal, derita
Wini seolah tak kunjung berakhir. Di saat Wini sedang hamil, mamanya meninggal
dunia. Di sisi lain, Dia harus bertahan
dengan suaminya yang berperangai buruk dan
pemalas akibat didikan yang sangat permisif oleh orang tua dan dimanjakkan
dengan uang sejak kecil. Suaminya selalu mabuk-mabukan, dan tidak bertanggung
jawab, bahkan setelah Belva (anak Wini dan Bili) beranjak SD. Wini tak punya
kuasa untuk berpisah dengan Bili, meskipun secara nyata dia tahu jika suaminya
telah punya wanita idaman lain di luar sana. Selain tidak dibolehkan secara
adat, Wini dan keluarganya tidak akan mampu untuk mengembalikan setiap sen
seserahan yang diterima saat pernikahan dulu. Bahkan setelah Bili harus menikah
lagi karena selingkuhannya telah berbadan dua.
Membaca
lembar demi lembar kisah wanita Wawewa yang diwakilkan oleh Wini dalam novel
ini sungguh menimbulkan rasa iba yang mendalam. Apalagi ini adalah novel yang
diangkat dari kisah nyata.
Adat
dalam masyarakat kita memang masih menjadi salah satu rujukan utama dalam
aturan berkehidupan masyarakat. Kuasa adat selalu menghadirkan pihak-pihak yang
berkedudukan dominan dan lainnya marginal. Dalam konteks Wawewa, laki-laki
berada pada posisi yang mendominasi. Seolah membaca kisah Siti Nurbaya dan
Datuk Maringgih dalam setting yang berbeda.
Sebagai
seorang yang mendalami ilmu sosial, penulis dengan apik menggarap kisah ini
dengan membumbuinya dengan beragam teori-teori sosial tentang kuasa dan budaya.
Teori-teori ini berseliweran di setiap bab di antara kisah cinta dan keluarga
Wini. Sebut saja Raymond Williams dengan Culture and Society, Foucalt dengan
kuasa wacana adalah sebagian teori yang diacu dalam membedah adat di Sumba
Barat.
Dampak
adat Wawewa dalam kehidupan wanitanya yang diurai dalam novel Kabola ini tidak
hanya berhenti sampai pada kisah Wini (Mama Belva) tetapi berlanjut hingga
Belva dewasa dan memasuki usia untuk berumah tangga. Takdir membawa kisah ini
pada muaranya. Mama Belva dan Belva akhirnya memilih untuk memposisikan adat
dan menjalani hidupnya dengan cara berbeda. Hanya dengan membacanya secara
keseluruhan kita akan memahami pilihan sikap dari setiap tokoh yang dihadirkan
dalam kisah ini.
Jika
tertarik membaca buku ini, saya sarankan agar tidak memulainya dengan membaca
pengantar yang dituliskan oleh Prof. Dr. Alo Liliweri karena akan segera
menghapus rasa penasaran tentang ending kisah ini. Beliau terlalu terbuka dan
saya menyesal membaca komentarnya paling mula.
Judul
: Kabola
Penulis
: Dony Kleden
Penerbit
: Lintang Pustaka Utama
Th
terbit : 2016
- -
Saidah
R -
0 komentar:
Posting Komentar