Masih meresume salah satu bab
dari seri kitab Fiqih Sunah, kali ini pilihan saya jatuh pada bab munakahat
atau masalah-masalah yang berkaitan seputar pernikahan. Salah satu pokok
bahasan terpanjang pada buku Jilid 2.
Membuka pembahasan ini, ustadz
mengungkapkan firman Allah pada surat Adz Dzariyat ayat 49, Dan segala sesuatu
Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah.
Demikianlah, bahwa tujuan dari diciptakannya suatu pernikahan adalah agar
seseorang semakin dekat pada Allah, agar tampak kekuasaan dan kekuatan Allah,
agar seseorang semakin mudah bertemu dengan Allah, agar seseorang semakin
mengingat kebesaran Allah.
Sehingga sebelum membahas detil
segala sesuatu menyangkut pernikahan ini, pembaca diajak merenungi apa saja
hikmah diciptakannya pernikahan.
Beberapa hadits yang disebut pada
buku ini menunjukkan bahwa dalam Islam, menikah adalah salah satu cara agar
anak keturunan Adam dapat bahagia, menikah adalah keuntungan yang baik, menikah
adalah sebaik-baik kesenangan. #jadi sebahagia apapun pengakuan para jomblo,
sebenarnya mereka tetap belum merasakan kebahagiaan yang sejati.
Dari pernikahan, seorang manusia
akan dilatih rasa tanggung jawabnya, akan muncul naluri kebapakkan atau keibuannya. Menikah akan memunculkan naluri mendidik,
melindungi, mengasuh, dan pada akhirnya memunculkan naluri menafkahi, dan
menghebatkan kemampuan untuk mencari nafkah. Maka benarlah firman Allah
“menikahlah, jika ia miskin, akan Aku kayakan”, surat An Nur ayat 32. Siapa
yang mau kaya, menikahlah, demikian kesimpulan sederhananya.
Bahkan menikah disebut sebagai
ibadah yang lebih wajib didahulukan daripada menunaikan ibadah haji. Karena
manfaat berhaji hanyalah bertambahnya keimanan pada diri sendiri, sementara
menikah membawa manfaat pada lebih banyak orang. Setelah termotifasi menikah,
maka masuklah pada pembahasan kriteria memilih suami dan istri.
Hal yang menarik perhatian saya
adalah bahwa pembahasan memilih calon
istri lebih banyak daripada pembahasan memilih calon suami. Kriteria
calon suami hanya disebutkan “nikahilah
putrimu dengan lelaki yang takut pada Allah, jika mencintainya, ia akan
memuliakannya. Dan jika ia tidak menyukainya, ia tidak akan menzaliminya”.
Bersikap hati-hati dalam
menikahkan sang buah hati harus sangat dilakukan, sebagaimana sabda Nabi: “siapa yang menikahkan buah hatinya dengan
lelaki fasik, berarti ia telah memutuskan
hubungan kekeluargaannya”. Dari
hadits ini tersirat, menikahkan atau mencarikan jodoh sang putri si buah hati
adalah tugas dan tanggung jawab wali/orang tua si wanita.
Sementara wanita dinikahi karena
4 hal, yaitu kecantikannya, keturunannya, kekayaannya dan karena agamanya. Jika
tidak ada ke-empatnya, maka nikahilah wanita karena agamanya. Dikatakan dalam
hadits lainnya, wanita yang agamanya baik tidak akan membuat jatuh miskin.
Rasulullah saw mengungkapkan
ciri-ciri wanita sholih yang layak
dinikahi, yaitu: cantik menurut suaminya, patuh dan berbakti pada suaminya
serta taat menjaga amanah suaminya. Dalam
riwayat yang lain, wanita yang sholih adalah wanita yang subur dan besar rasa
sayangnya pada anak-anak.
Rasulullah saw, mengungkapkan “wanita paling baik yang menunggang kuda
adalah wanita-wanita Quraish yang sholih. Mereka lebih menyayangi anak yang
ditinggal mati ayahnya semasa kecil dan lebih pandai menjaga harta suaminya”.
Hal ini beliau ungkapkan ketika pinangannya ditolak seorang wanita Quraish
dengan alasan: saya punya anak yang banyak.
Hal lainnya yang tak kalah
penting ketika memilih calon suami atau istri adalah perlunya memperhatikan
kesenjangan yang tidak terlalu besar. Ketika Abu Bakar serta Umar hendak
meminang Fatimah, Rosulullah menolak dengan alasan Fatimah masih terlalu kecil.
Namun Rosul menerima pinangan Ali dan menikahkannya.
Demikianlah, memilih calon suami
berarti memilih calon pemimpin dalam keluarga, pemimpin sebuah generasi. Dan
sebaik-baik pemimpin adalah yang taat pada agamanya serta besar takutnya pada
Allah. Sementara istri memiliki fungsi sebagai pemberi ketenangan pada suami,
menjadi ladang yang subur bagi suaminya. Istri merupakan belahan jiwa suaminya,
pemimpin rumah tangga suaminya, tempat penyimpanan rahasia suaminya, pakaian
bagi suaminya serta ibu atau sekolah yang utama bagi anak-anak suaminya.
Menikah adalah ibadah yang
dilakukan bersama sama antara suami dan istri, namun dengan pembagian tugas
yang berbeda.
Setidaknya itulah pondasi dasar
bab pernikahan dalam kitab Fiqih Sunnah ini. Adapun beragam permasalahan pokok
lainnya terkait munakahat ini, juga diuraikan secara detil, yang akan lebih
enak dibaca sesuai kebutuhan permasalahan yang dihadapi.
^^^^
Judul Buku : Fiqih Sunnah Jilid 2
Penulis : Sayyid Sabiq
Penerbit : Al Itishom
- - Trisa
-
0 komentar:
Posting Komentar