Menurut
Sun Tzu, kemenangan ada Lima;
Mengetahui
kapan seseorang dapat dan tidak dapat bertempur, adalah kemenangan
Mengetahui
cara menggunakan yang banyak dan yang sedikit, adalah kemenangan
Atasan
dan bawahan menghasratkan hal yang sama, adalah kemenangan
Siap dan
memastikan yang tidak siap, adalah kemenangan
Sang
Jenderal yang mampu sementara sang Raja tidak campur tangan, adalah kemenangan
(Halaman
196)
Siapa
yang tidak mengenal Sun Tzu? Terlebih para aktifis politik praktis, sejarawan,
pegiat literasi, penasehat militer, konsultan, bahkan hingga praktisi kesehatan
pun mulai menerapkan strategi yang diciptakan Sun Tzu sekitar 4 abad SM dalam
hampir semua masalah yang dihadapi. Dan terbukti, bahwa bukan hanya dalam
militer saja strategi Sun Tzu dapat digunakan, namun berbagai bentuk masalah
dan problematika kehidupan dapat terselesaikan, minimal didapatkan solusinya.
Dalam
buku ini, fokus utama para penerjemah dalam Denma Translation Group adalah pada
sudut pandang Sun Tzu, yakni 'Mengambil Seutuhnya', yang jika secara singkat
dapat dibilang adalah kemampuan Sun Tzu untuk melihat keseluruhan hal yang dihadapinya.
Dijelaskan Sun Tzu, “mengambil seutuhnya” terbagi dalam 4 faktor yang saling
terkait. Pertama, memahami sifat segalanya, dimana sifat segalanya ini
berpatokan pada hal-hal kecil relevan yang membentuk pola keseluruhan. Kedua,
mengenai hubungan-hubungan. Sun Tzu dalam hal ini menekankan pada interaksi,
interaksi manusia dengan alam, manusia dengan manusia, dan manusia dengan
penciptanya. Ketiga, adalah mempelajari Shih, atau dalam buku ini Shih dipahami
sebagai kekuatan. Kekuatan yang dimaksud berada pada semua hal. Seperti energi.
Keempat adalah mengenal Tao. Memahami Shih sebagai kekuatan, maka Tao
menekankan pada bergesernya konfigurasi Shih atau perubahan energi. Tao juga
bermakna cara kerja segalanya, pola-pola dalam waktu dan ruang.
Sebelum
melanjutkan pada resume, membaca hasil terjemahan kitab-kitab Sun Tzu ini, saya
menyadari beberapa kesamaan antara Sun Tzu dan Rasulullah SAW. Adanya faktor
keimanan/agama dalam metode “mengambil seutuhnya” Sun Tzu semakin memperjelas
bahwa sistem manajerial dalam hal ini politik ataupun militerisasi tidak dapat
dipisahkan dari agama. Pengaruh Tao dalam bagaimana Sun Tzu memahami sebab
akibat setiap pola dan hubungan dalam kehidupan dengan yang cakupan luas yakni
kesejahteraan negara dan rakyat, disempurnakan oleh Rasulullah SAW 2.000 tahun
setelahnya di Madinah. Ok, lanjut ke resume ya..:)
Buku ini
dibagi dalam 4 bagian, yakni Pendahuluan, Bagian Satu, Bagian Dua dan Bagian
Tiga. Masing-masing Bab saling berhubungan, dimana sepintas membaca, terkesan
diulang-ulang. Namun saya memahaminya sebagai analisa dan penafsiran
berbeda-beda yang dikumpulkan Tim ini dalam kumpulan literasi Sun Tzu. Hal ini
pun dijelaskan diawal Bab, yakni bagian pertama.
Lebih
lanjut, pembacaan pun akan disuguhi naskah asli Sun Tzu yang diterjemahkan ke
bahasa Indonesia. Sebagian besar memiliki rima dengan susunan yang apik, ciri
khas bangsa Tionghoa ini untuk mewariskan ilmu kepada penerusnya, atau disebut
disini tradisi lisan. Dalam penjabaran dalam menerjemahkan dan menafsirkan,
beberapa kali dibandingkan dengan redaksi lain naskah Sun Tzu. Hal ini diakui
Tim penerjemah Denma bahwa, naskah konkritnya yang berupa gulungan bilah-bilah
papan pun terkadang saling berbeda redaksi dengan naskah lain yang ditemukan
dalam perpustakaan kerajaan dinasti Chou. Karena, ternyata cukup banyak yang
mendokumentasikan metode Sun Tzu, baik koleganya, kalangan pelajar, dll
disebabkan metode ini awalnya pun disebarkan dengan lisan Abad 4 SM. Cara
pandang Sun Tzu ini pun baru tersebar di Masa perang negara bagian yang
terkenal sekarang dengan perang 3 kerajaan, atau Romance of Three Kingdom. Walaupun
terdapat perbedaan, analisis dan penafsiran yang diberikan dijelaskan dengan
cukup baik dan logis. Salah satunya, setelah dinasti Chou digulingkan oleh
negara-negara bagian yang dibentuknya, negara-negara bagian ini saling
berperang satu sama lain untuk memperebutkan tahta kekaisaran. Sehingga,
dipastikan metode Sun Tzu ini berkembang menyesuaikan dengan kebutuhan
masing-masing negara bagian ini.
Sebelum
mengakhiri,
Membaca
buku ini, bagi saya merupakan sebuah kebutuhan, khususnya dalam menghadapi komunikasi
politik dimana banyak intrik-intrik tersembunyi yang perlu penerawangan,
hehehe... Selain itu cukup banyak frasa-frasa motivasi yang ada, sehingga
seperti membaca buku motivasi. Seperti dua paparan Sun Tzu ini;
Tindakan
terampil timbul hanya dari pengetahuan akan segala detail dalam situasinya atau
Sun Tzu menyebutnya "mengambil seutuhnya", yakni dimulai dengan
hal-hal yang biasa dari kehidupan kita.
Kemenangan
sejati adalah kemenangan yang atas agresi, kemenangan yang menghargai
kemanusiaan dasar musuh sehingga menganggap konflik lebih lanjut sebagai tidak
perlu.
Untuk
yang terakhir, saya jabarkan sedikit. Dengan sudut pandang yang luas, dan
menyebutkan dirinya Sang Komandan Bijak, saat perang, Sun Tzu menjelaskan bahwa
dirinya bukan menyerang objek milik lawan, seperti prajurit, menara pengawas,
kereta perang, kavaleri, dll. Tapi yang dihadapinya adalah strategi lawan.
Salah satunya karena dalam beberapa bentuk perang yang dijabarkannya,
memanfaatkan sumberdaya milik lawan (prajurit, kereta perang, logistik, dkk)
setelah perang merupakan target utamanya. Olehnya, sebagian besar strategi Sun
Tzu diawal, adalah menyerang titik terlemah lawan tanpa lawan menyadarinya.
The last,
seperti yang dijelaskan Sun Tzu kemudian, yakni; metode, strategi, dan sudut
pandangnya bukan hanya soal militer dan perang, but mencakup banyak hal dalam
banyak segi kehidupan.
Judul
Buku : The Art of War, Sun Tzu
Penulis
: Denma Translation Group
Penerbit
: Binarupa Aksara
Jml
Hal : 320 halaman
Raja
Ampat, 02 September 2018
- - Arsul
-
0 komentar:
Posting Komentar