Judul buku :
Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali (KMGP)
Penulis :
Helvy Tiana Rosa
Penerbit :
AsmaNadia Publishing House
Tahun :
2011
Jenis :
Novelet
Tebal :
245 halaman
Cerpen “Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali” merupakan
karya fenomenal dari Helvy Tiana Rosa, dan dianggap sebagai pelopor dari sastra
islami kontemporer di Indonesia pada era 1990-an, karena dianggap sebagai
cerpen yang turut mempengaruhi perkembangan semangat belajar tentang islam
dikalangan anak muda Indonesia. KMGP merupakan satu-satunya karya Helvy yang
habis 10.000 eksemplar bahkan sebelum buku tersebut dicetak tahun 1997 oleh
pustaka Aninda.
KMGP pertama kali dipublikasikan di Majalah Annida,
tahun 1993, lalu diterbitkan oleh pustaka Aninda dalam bentuk kumpulan cerpen
tahun 1997. KMGP terus dicetak hingga lebih dari 15kali pada tahun 2000 oleh
Syaamil Cipta Media. Dan di tahun 2011 Buku ini kembali diterbitkan oleh
Asmanadia Publishing House dengan perubahan dari cerpen menjadi novelet. Selain
dari cerita “Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali” diakhir
buku ini, juga memuat beberapa karya Helvy lainnya yang pernah mendapat banyak
tanggapan ketika dimuat di majalah Annida.
KMGP bercerita
tentang perjalanan gadis remaja bernama Gita cewek tomboy yang memiliki seorang
kakak laki-laki bernama Gagah atau biasa di panggil Mas Gagah. Sosok Mas Gagah
diceritakan sebagai mahasiswa tingkat akhir teknik sipil UI, seorang pemuda
yang cerdas, baik hati, humoris dan tampan. Sejak SMP dan SMA Mas Gagah sudah
mampu membiayai hidupnya sendiri dengan menjadi model majalah dan guru privat
matematika dan karate. Sebagai seorang perempuan menurutku tokoh Mas Gagah dalam cerita ini
adalah sosok yang ideal. Memiliki kombinasi unik dari banyak talenta , memiliki
rancangan masa depan tapi tak takut menikmati hidup. Ia moderat tapi tak pernah
meninggalkan shalat. He’s a very easy going person. Almost perfect!
Sejak kecil Gita
dan Mas Gagah sangat akrab, tidak ada rahasia diantara mereka. Mas Gagah kakak
yang luar biasa. Tidak ada yang tidak menyukainya, dari keluarga, tetangga,
anak kecil sampai kakek-nenek semua menyukai Mas Gagah. Tentu saja karena
selain baik hati Mas Gagah juga keren, cute, macho dan humoris. Namun, Mas
Gagah berubah drastis seusai ia pulang dari Madura. Mas Gagah berubah menjadi
lebay dalam hal agama yang membuat Gita menjadi sedih, ia kehilangan sosok Mas
Gagah keren yang selama ini dia kenal. Mas gagah tidak lagi modis seperti dulu,
ia kini lebih suka pakai baju koko dan celana panjang longgar. Mas Gagah
menjadi tambah alim, Shalat tepat waktu, mengaji, membaca buku-buku agama, dan
yang paling parah menurut Gita, Mas Gagah menolak berjabatan tangan, ngobrol
lama atau bercanda dengan perempuan.
Suatu hari Mas
Gagah mengajak Gita ke acara seminar umum tentang generasi muda islam. Kebetulan
salah satu pembicaranya adalah Mas Gagah dan Mbak Nadia yang memutuskan
berhijab justru ketika tinggal di Amerika. Ketika sesi tanya jawab Gita
mengajukan pertanyaan ke Mbak Nadia tentang hukum memakai jilbab yang menurut
Gita sunah karena ia sendiri ingin pakai jilbab ketika sudah menikah, sudah tua
dan sudah pensiun, karena yang terpentingkan jilbabin hati dulu. Mbak Nadia
menjawab dengan memberi 8 alasan kenapa muslimah harus berjilbab, (ini bagian
yang paling saya suka dari isi buku ini)
Alasan saya memakai
jilbab
1. Berjilbab adalah perintah Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 59 dan An-Nur
ayat 31.
2. Karena jilbab merupakan identitas utama untuk dikenali sebagai seorang
muslimah. Astri Ivo, seorang artis justru mulai menggunakan jilbab saat kuliah
di Jerman.
3. Karena dengan berjilbab saya merasa lebih aman dari ganguan. Dengan
berjilbab orang akan menyapa saya dengan”Assalamualaikum”, atau memanggil saya”Bu
Haji” yang juga merupakan doa. Jadi selain aman bonusnya mendapat doa.
4. Dengan berjilbab seorang muslimah akan merasa lebih merdeka dalam
artian yang sebenarnya. Perempuan yang memakai rok mini dalam angkot misalnya
akan resah menutupi bagian tertentu ditubuhnya. Berbeda dengan yang berbusana
muslim dapat duduk dengan seenaknya. Hayo lebih merdeka mana?
5. Dengan berjilbab seorang muslimah tidak dinilai dari ukuran fisiknya.
Melainkan dari kecerdasan, karya dan kebaikan hati kita
6. Dengan berjilbab kontrol ada ditangan perempuan, bukan lelaki.
Perempuan itu yang berhak menentukan pria mana yang berhak dan tidak berhak melihatnya.
7. Dengan berjilbab pada dasarnya wanita telah melakukan seleksi terhadap
calon suaminya. Orang yang tidak memiliki dasar agama yang kuat akan enggan
untuk melamar gadis berjilbab, bukan?
8. Berjilbab tak pernah menghalangi muslimah untuk maju dalam kebaikan.
Berjilbab memang bukan satu-satunya indikator ketakwaan , namun
berjilbabmerupakan realisasi amal dari keimanan seorang muslimah. Jadi lakukan
semampunya. Tak perlu ada pernyataan-pernyataan negatif “kalau aku hati dulu
yang dijilbabin”. Hati kan urusan Allah, tugas kita beramal saja yang ikhlas.
Bukan cuma tokoh
Gita yang terbius mendengar alasan yang diungkap Mbak Nadia, tapi saya pun
sebagai pembaca ikut terbius membacanya. Percaya atau tidak saya memutuskan
berjilbab beberapa hari setelah membaca buku ini. Alhamdulillah sudah hampir
4tahun, dan tidak pernah sekalipun ada niatan untuk membukanya. Semoga
istiqamah. Amin...
Dipertengahan
cerita pembaca dibuat berduka karena sosok Mas Gagah harus menjemput ajal dalam
sebuah kerusuhan rumah peribadatan di Bogor. Mas Gagah pergi untuk selamanya.
Meski akhirnya sosok Mas Gagah kembali hidup lewat kemunculan lelaki berkemeja
kotak-kotak. Siapa dia? Lelaki berkemeja kotak-kotak yang kembali meghidupkan
sosok Mas Gagah? Mau tahu? Yo weis.. sekarang pergi ke toko buku dan cari
bukunya mudah-mudhan masih ada ya, maklum buku lama. Selamat membaca..!! ^_^
NB : kalau punya
adik, teman, saudara, atau ibu yang belum berhijab kasih buku ini deh suruh
baca 8 alasan kenapa pakai jilbab. Siapa tahu dia tersentuh dan langsung
berjilbab. Jangan diceramahin belum tentu dia suka! Mau bukti?? Aku buktinya..
heee =)
O
ya, pesannya Mas Gagah
“Ingat Islam itu indah...
Islam itu cinta...
Kalau kau tak setuju pada
suatu kebaikan,
Yang mungkin belum kau pahami,
Kau selau bisa menghargainya...”
Bogor,
19 Januari 2015
Nurjanah
0 komentar:
Posting Komentar