Judul : Fiqih
Politik Perempuan
Penulis : Cahyadi
Takariawan
Penerbit : Era Intermedia
Tebal : 196
Halaman
Peresume : Nanik Wijayanti
Buku ini menurut penulis
digunakan untuk merubah kultur. Kultur tentang perempuan dan politik yang belum
terbiasa diterima oleh masyarakat umum. Buku ini terdiri dari empat bagian.
Bagian pertama berisi pandangan Islam
terhadap politik, partai politik, serta keterlibatan kaum muslimah didalamnya.
Bagian kedua menceritakan lembaran-lembaran sirah tentang peristiwa penting dan
menarik bahwa kaum perempuan muslimah di zaman keemasan Islam telah bekerja dan
berkhidmat untuk Islam. Bagian ketiga bercerita tentang peran sosial dan
politik muslimah kontemporer. Bagian keempat tentang pedoman syar’i bagi
perempuan di sektor publik.
Dari keempat bagian yang ada
didalam buku ini sudah sangat cukup menjawab pertanyaan-pertanyaan penting
seputar peran perempuan dalam bidang sosial politik. Kita mulai menukil ilmu
dari buku ini.
Pada pendahuluan penulis
memberikan pengantar tentang kondisi dan data perpolitikan di negara-negara
termasuk Indonesia yang masih minim peran perempuan dalam bidang sosial
politik. Di Indonesia sendiri tuntutan 30% kuota untuk legislatif perempuan masih
belum mampu terpenuhi. Salah satu kendalanya adalah paradigma berpikir tentang
perempuan. Perempuan dianggap tidak layak memasuki wilayah politik karena akan
menghilangkan kemuliaan dan kehormatan dirinya.
Masuk pada bagian pertama
tentang politik dalam Islam. Islam mengatur seluruh sendi-sendi kehidupan
secara detail tanpa terlewatkan. Islam tidak datang dengan ajaran sekular
(urusan negara dan agama dibedakan) sembari membedakan antara hablun minallah
dan hablun minanas secara keliru : sholat dan puasa adalah hablun minallah yang
oleh karena itu aturannya terserah Allah, sedangkan bisnis, mengurus politik,
pemerintahan, dan negara adalah hablun minanas yang aturannya diserahkan kepada
manusia. Bukan seperti itu, bahwa ladang politik itu amatlah luas tetapi
“sederhana”, tidak seperti yang dibayangkan banyak kalagan yang phobi politik.
Tentang muslimah dalam politik, dinukil dari ayat-ayat Al-Qur’an tentang
kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam hal menerima taklif keberagaman dan
ibadah, menerima kewajiban amar makruf nahi munkar, keimanan dan beramal
shaleh. Disertai riwayat tentang interaksi antara laki-laki dan perempuan di
zaman nabi-nabi terdahulu serta zaman Rosullullah SAW.
Bagian kedua ditunjukkan bahwa
para shahabiyat Nabi terlihat pula dalam berbagai bidang kehidupan di luar
rumah mereka, sebagiannya bersama dengan kaum laki-laki. Pada bagian kedua ini
dijelaskan beberapa fakta keterlibatan kaum perempuan dalam bidang sosial dan
politik di zaman kenabian. Inilah landasan memahami peran politik bagi kaum
perempuan kontemporer. Tidak ditemukan suatu sunah nabi yang berlaku secara
umum bagi kaum perempuan pada waktu itu, bahwa mereka tidak memiliki peran dan
hak-hak sosial maupun politik. Bahkan sejarah mencatat, generasi keemasan Islam
telah meletakkan kaum perempuan pada posisi amat terhormat.
Bagian ketiga, bahwa bentuk
pemerintahan telah mengalami banyak perubahan, masing-masing negara memiliki
bentuk pemerintahannya sendiri. Realitas lain yang tegas dan jelas adalah kaum
muslimin tidak lagi hidup dibawah sebuah sistem merujuk pada Islam. Oleh karena
itu, pertanyaan yang sering muncul terkait dengan peran sosial politik muslimah
adalah hal-hal pembaharuan,dimana zaman Nabi dan sahabat tidak ditemukan
rujukannya secara langsung. Perbedaan yang ada pada zaman kenabian dan zaman
saat ini memang banyak, akan tetapi dalam melakukan peran pada ranah kegiatan
muamalah di luar ibadah mahdhah, prinsip utamanya adalah menjauhi hal-hal yang
dilarang syara’, sedangkan hal-hal yang didiamkan syara’ terbuka pintu ijtihad.
Bagian ketiga ini menjelaskan lahan-lahan apa saja yang masuk fardhu kifayah,
tidak saja berhukum sunah, untuk dikerjakan kaum perempuan bersama kaum
laki-laki dalam ranah politik.
Bagian keempat menjelaskan
pedoman syar’i keterlibatan perempuan muslimah di ranah politik beserta etika
interaksi laki-laki dan perempuan dalam kegiatan sosial dan politik. Pedoman
syar’i yang dijelaskan dalam buku ini antara lain keseriusan agenda interaksi,
menutup aurat, menjaga pandangan, menghindari jabat tangan pada situasi umum,
menghidari berdesak-desakan antara laki-laki dan perempuan, menghindari
khalwat, wajar dalam berbicara dan menjauhi perbuatan dosa.
Tidak didapatkan ide tentang
sterilisasi peran muslimah dalam agenda dakwah, amar makruf nahi munkar,
ataupun dalam kancah politik secara umum. Yang kita dapatkan dari sirah
shahabiyah justru potret jati diri muslimah yang utuh, lengkap, dengan segala
pera yang merja lakukan di bidang
sosial, profesi maupun politik.
Wallahu a’lam bi ash-shawab.
0 komentar:
Posting Komentar