Judul: Bukan
Untuk Dibaca
Penulis:
Deassy M. Destiani
Penerbit:
Selaksa Publishing
Tebal: 402
halaman
Peresume:
Tri Widayanti
Buku ini
bercerita tentang kisah-kisah inspiratif dalam kehidupan. Beberapa disebutkan
bahwa cerita diambil dari kisah nyata. Namun ada juga yang tidak dituliskan,
mungkin hanya karangan fiktif. Terdiri dari 12 BAB. Kisah-kisah yang membuat
kita merenung, ternyata banyak sekali kejadian yang mungkin tidak kita sadari
hikmahnya. Buku ini tidak ditulis sendiri oleh Deassy. Beliau hanya pengumpul
kisah-kisah inspiratif, ada yang dari blog, catatan di facebook, group sosmed,
dll. Bahkan, beberapa cerita sudah pernah saya baca, dapat broadcast-an dari
whatsapp.
BAB 1 HIKMAH
DAN PENYESALAN. Ada 2 kisah yang menarik disini, semuanyamenceritakan
penyesalan orang tua terhadap perlakuannya kepada anaknya.
(1) Bacakanlah Segera Cerita untuk Anak
Sebelum Kita Menyesalinya
Diceritakan disini bahwa
ayah dan ibu si anak sangat sibuk dengan pekerjaan kantornya. Malam itu si anak
memiliki buku cerita baru. Dia sudah menghampiri ibunya untuk meminta dibacakan
cerita tersebut tetapi sang ibu meminta si anak untuk pergi dan meminta kepada
ayahnya. Si anak kemudian menghampiri ayahnya di meja kerjanya, tetapi
penolakan juga yang didapat dari ayahnya. Si anak terus merengek manja kepada
ayahnya untuk dibacakan buku cerita tersebut. Saya kutip percakapannya dikit
ya.. :D
Setelah beberapa kali merayu dan merengek kepada ayahnya, si anak si anak masih berdiri kaku di sebelah ayahnya sambil memgang erat bukunya. Lama sekali sang ayah itu mengacuhkan anaknya. Tiba-tiba si anak mulai lagi.
Setelah beberapa kali merayu dan merengek kepada ayahnya, si anak si anak masih berdiri kaku di sebelah ayahnya sambil memgang erat bukunya. Lama sekali sang ayah itu mengacuhkan anaknya. Tiba-tiba si anak mulai lagi.
“Tapi Papa, gambarnya
bagus sekali dan ceritanya pasti bagus! Papa pasti akan suka.”
“Magy, sekali lagi papa
bilang, lai kali!” dengan agak keras sang ayah membentak anaknya.
Hampir menangis si anak
mulai menjauh. “Iya deh, lain kaliya Papa, lain kali.” Tetapi kemudian si anak
kembali mendekati ayahnya dan menyentuh lembut tangan ayahnya, menaruh bukunya
di pangkuan sang ayah sambil berkata, “Kapan saja Papa ada waktu ya, Papa tidak
usah bacauntuk Magy, baca saja untuk Papa. Tapi kalau Papa bisa, bacanya yang
keras ya Pa, supaya Magy juga bisa ikut dengar.”
Tahukah teman-teman?
Ternyata kalimat itu yang membuat sang ayah sangat menyesal karena ia kemudian
hanya bisa membaca buku cerita itu sambil menangis, sambil berharap bahwa
suaranya cukup keras bagi Magy untuk dapat mendengar dari tempat
peristirahatannya yang terakhir. Ia sudah melupakan pekerjaan yang dulu amat
penting. Ia bahkan juga lupa akan kemarahan dan kebenciannya terhadap pemuda
mabuk yang dengan kencangnya menghantam tubuh putrinya di jalan depan rumah
hingga putrinya meninggal di depannya.
(2) Ayah Ibu Maafkan Dita
Sepasang suami istri –
seperti pasangan lain di kota-kota besar – meninggalkan anak-anak diasuh
pembantu sewaktu bekerja. Anak tunggal pasangan ini bernama Dita, cantik,
berusia tiga setengah tahun. Setiap hari Dita ditinggal di rumah dengan
pembantunya yang juga sibuk dengan pekerjaan dapur. Hari-hari Dita selalu
merasa kesepian.
Suatu hari Dita melihat
sebatang paku yang sudah berkarat. Diambilnya paku itu kemuadian ia mulai
mencoret lantai tempat mobil ayahnya terparkir. Tetapi karena lantainya terbuat
dari marmer, maka coretan tidak terlihat. Dicobanya lagi pada mobil baru
ayahnya. Ya… karena mobil itu berwarna gelap, maka coretannya tampak jelas.
Dita pun mulai membuat coretan sesuai kreativitasnya hingga penuh.
Pasangan suami istri ini
terkejut ketika pulang kerja dan mendapati mobil yang baru setahun dibeli
dengan bayaran angsuran yang masih lama lunasnya penuh dengan goresan. Sang
ayah yang belum lagi masuk rumah ini pun langsung berteriak keras, “Kerjaan
siapa ini!!!”
Si anak yang mendengar
suara ayahnya tiba-tiba berlari keluar dari kamar. Dengan penuh manja dia
berkata, “Dita yang membuat gambar itu Ayah. Cantik kan?” Katanya sambil
memeluk ayahnya sambil bermanja seperti biasa.
Sang ayah yang sudah
hilang kesabaran mengambil sebatang ranting dari pohon di depan rumah kemudian
memukulkannya ke telapak dan punggung tangan anaknya berkali-kali hingga lecetlecet
dan berdarah. Si istri mendiamkan apa yang dilakukan suaminya. Pembantu hanya
terbengong, tidak tahu harus berbuat apa. Si ayah cukup lama memukul-mukul
tangan kanan, kemudian ganti tangan kiri anaknya.
Belum puas dengan apa
yang dilakukan terhadap anaknya, malamnya pasangan suami istri ini membiarkan
anaknya tidur bersama pembantunya. Esok harinya si anak demam, orang tuanya
masih acuh, hingga akhirnya si anak dibawa ke RS karena demamnya tak kunjung
turun. Setelah diperiksa dokter, ternyata kedua tangan Dita harus diamputasi
karena inveksi. Setelah Dita sadar…
“Ayah… Ibu… Dita tidak
akan mengulanginya lagi… Dita tak mau lagi Ayah pukul. Dita tak mau jahat lagi…
Dita sayang Ayah… Sayang Ibu,” katanya berulang kali membuat si ibu gagal
menahan rasa sedihnya.
“Dita juga sayang Mbok
Narti…,” katanya memandang wajah pembantu rumah,sekaligus membuat wanita itu
meraung histeris.
“Ayah… Kembalikan tangan Dita. Untuk
apa diambil… Dita janji tidak akan mengulanginya lagi! Bagaiman caranya Dita
kan makan nanti? Bagaimana Dita akan bermain nanti? Dita janji tidak akan
mencoret-coret mobil lagi,” katanya berulang-ulang.
Perenungan:
Setan
penggoda ada dimana-mana. Jika kita tidak bisa mengendalikan diri, maka
setanlah yang menguasai kita. Apakah pekerjaan dan harta lebih berharga dari
keluarga? Jika jawabannya “iya”, maka penyesalan seumur hidup yang akan
disapatkan, seperti kedua kisah di atas. Begitu suci dan polosnya anak-anak
itu, tetapi mereka tetap menjadi korban emosi orang tuanya.
Sekian,
sebenarnya masih banyak yang ingin disampaikan, tetapi terlalu panjang, ntar
bosen temen-temen bacanya :D
0 komentar:
Posting Komentar