Peresensi : Yurista Yohasari (IM 2)
Kategori Bacaan : Non-Fiksi, Agama
Judul : Rahasia Nikmatnya Menghafal Al-Qur’an –
Siapa pun Anda, Anda adalah Penghafal AL-Qur’an (Berdasarkan Pengalaman Penulis
yang Hafal Al-Qur’an dalam 56 Hari)
Halaman : 288
Penulis : DM Makhyaruddin (Juara 1 Tahfiz dan
Tafsir 30 Juz Musabaqah Internasional)
Penerbit : Noura Books (PT Mizan Publika)
Sekitar tahun 2008, Alhamdulillaah kegiatan menghafal Al-Qur’an mulai
booming di Indonesia. Sampai tahun 2015
sekarang, sudah terbit puluhan buku yang membahas mengenai kegiatan menghafal
Al-Qur’an yang memotivasi pembaca untuk melakukan hal yang sama : menghafal
Al-Qur’an.
Diantara sekian banyak buku tersebut, buku yang ditulis oleh Juara 1
Tahfiz dan Tafsir 30 Juz Musabaqah Internasional Tahun 2011 di Casablanca,
Maroko ini memiliki sejumlah keunikan tersendiri yaitu :
1)
menceritakan
dengan cukup rinci bagaimana perjalanannya menghafal Al-Qur’an 30 Juz dalam
waktu 56 hari;
2)
tips
sukses menjadi penghafal Al Qur’an 30 Juz;
3)
menjelaskan
banyak ayat Al-Qur’an, hadits Rasulullaah, dan nasihat Ulama berkenaan dengan
menghafal Al-Qur’an;
4)
bagaimana
perjalanan setelah seorang penghafal Al-Qur’an meraih hafalannya utuh 30 Juz.
Kembali kepada buku. Penulis juga menjelaskan 3 metode pengulangan
yang penulis pakai untuk menjaga hafalan, yaitu : Tadzkîr, Talfîzh, dan Tanzhîr. Penjelasan lebih detail mengenai
ketiga metode tersebut dijelaskan penulis dalam halaman 13.
Setelah penulis, dengan izin Allah, sukses menghafalkan 30 Juz
Al-Qur’an, penulis mengganggap bahwa jihad yang besar tengah menanti penulis di
depan sana, yaitu jihad menjaga hafalan dalam hati sampai ajal menjemput. (hlm.
17)
Karena sebenarnya, bagi penulis, diberikan kemampuan cepat menghafal
itu tidak hebat, tetapi yang hebat itu adalah orang yang diberikan kemampuan
untuk terus menjaga hafalannya dengan istiqamah dan mengamalkannya dengan baik,
sehingga Al-Qur’an itu melekat kuat dalam hatinya dan mampu berakhlak dengan
akhlak Al-Qur’an. (hlm. 18)
Karena sejatinya seorang penghafal Al-Qur’an, sebagaimana ungkapan
Hasan Al-Bashri, bukanlah sekedar menghafal huruf-hurufnya, melainkan juga menegakkan
hukum-hukumnya. (hlm. 42)
Buku ini dibagi dalam 3 bagian, yang ketiganya, sesuai dengan
pengalaman penulis, adalah hal penting yang harus dipenuhi dengan maksimal oleh
calon penghafal Al-Qur’an. Bagian pertama adalah “I’dad: Persiapan Mengarungi Keindahan Wahana Al-Qur’an”.
Salah satu yang dibahas dalam bagian pertama adalah mengenai Tahsin Al-Qirâ’at (memperindah bacaan). Apabila
niat menghafal Al-Qur’an sudah benar, siapa pun akan bersedia belajar tahsînul qirâ’at terlebih dahulu.
Menghafal Al-Qur’an bukan sekedar mengumpulkan huruf-huruf dalam hati,
melainkan ibadah yang melahirkan pahala, memberikan kemudahan hidup, dan
kesejahteraan. Oleh karena itu, bacaan yang baik menjadi penting untuk
menggapai kesempurnaan itu. Apabila penghafal Al-Qur’an hanya ingin menghafal,
tetapi tidak mau memperbaiki bacaannya, niatnya perlu dipertanyakan, apakah
mencari pahala atau ingin disebut hafal Al-Qur’an? (hlm. 50)
Bagian kedua adalah “Kaifiyyah:
Nikmat Menghafal Al-Qur’an, Hidangan Terlezat dari Allah Swt.” Dalam bagian
ini, salah satunya dijelaskan penulis bahwa ketika menghafal Al-Qur’an, hindari
mengejar khatam. Kenapa mengulang hafalan terasa lebih berat dari menambah?
Jawabannya, karena ingin cepat selesai. Memang mau kemana? Apakah setelah
selesai itu menjadi tidak perlu membaca Al-Aur’an? Hafal Al-Qur’an untuk dibaca
seumur hidup. Selesainya itu nanti, saat kembali menghadap Allah Swt. Dengan membawa
hafalan Al-Qur’an. (hlm. 108)
Dengan kemudahannya untuk dihafal, Al-Qur’an mempunyai cara
tersendiri untuk menguji keikhlasan para pembaca dan penghafalnya. Di
celah-celah ujian itu, setan menyingsingkan “lengan baju” untuk menggoda mereka
agar tak mampu bersabar. Peran lembaga tahfîzh terkadang tak mampu lagi
membantu mereka, bahkan berbagai macam tips dan metode dalam ratusan buku pun
terkadang tak lagi berpengaruh bagi mereka. (hlm. 2)
Menghafal Al-Qur’an akan melatih kesabaran. Orang yang sudah hafal
Al-Qur’an dengan benar adalah orang yang kesabarannya telah teruji. Kesabaran
yang dibentuk Al-Qur’an mempertebal pengharapan kepada Allah Swt. Oleh karena
itu, pertolongan Allah Swt. tak menunggu waktu untuk datang. Al-Qur’an akan
menuntun penghafalnya kepada akhlak-akhlak terpuji atau disebut akhlak Al-Qur’an.
(hlm. 182)
Bagian ketiga adalah “Muhâfazhah:
Menghafal Sepanjang Hayat”.
Penulis berpendapat dalam bukunya bahwa, “… cepat hafal Al-Qur’an
bukan jaminan menjadikan seluruh waktu ter-Al-Qur’an-kan. Itu penyebab
kemunduran umat setelah generasi pertama Islam. … Ujian sejati bagi penghafal
Al-Qur’an adalah ketika menjelang kematiannya. Selama belum meninggal dunia,
siapa pun berpeluang untuk lupa atau dilupakan. Kehormatan penghafal Al-Qur’an
itu bukan hafalannya, melainkan kualitas hidup dan peradabannya. …” (hlm.
63-64)
Karena sebenarnya, bagi penulis, diberikan kemampuan cepat menghafal
itu tidak hebat, tetapi yang hebat itu adalah orang yang diberikan kemampuan
untuk terus menjaga hafalannya dengan istiqamah dan mengamalkannya dengan baik,
sehingga Al-Qur’an itu melekat kuat dalam hatinya dan mampu berakhlak dengan
akhlak Al-Qur’an. (hlm. 17-18)
Faktanya, sebagaimana dikemukakan Al-Syâfi’I, terjadi penurunan
kualitas para penghafal Al-Qur’an, karena banyak penghafal Al-Qur’an, yang
setelah hafal, malah berhenti menghafal, hingga tidak mampu memahami dan
mengamalkannya. (hlm. 114)
Semoga bermanfaat.