Saya setuju dengan pendapat Pak Padil, salah satu aktivis IM (dibaca:
Indonesia Membaca). Bahwa kita akan mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi melalui membaca. Bahkan sejarah masa lampau sebelum kita lahir
atau bahkan nenek moyang kita pun belum lahir, kita dapat mengetahui melalui
membaca. That’s right.
Membaca itu seperti partner yang membuat gairah jadi meningkat, apalagi
membacanya sambil mendengarkan lagu, terlebih lagu yang membuat gairah membaca
jadi meningkat. #alasanbiartakngantuk.
Salah satunya lagu yang saya dengarkan ini, a
sky full of stars, dari Coldplay. Keren sih, menurut saya, dengerin tuh lagu,
keren karena bahasanya. Ahaha. Tapi saying tidak mengertos.
OK, kembali ke laptop, eh, kok laptop? Ahiw, membaca maksudnya. Yupp,
melalui membaca juga saya jadi tahu Negara luar, salah satunya Negara tetangga
yang bermata sipit yakni Japan. Dan, buku yang saya baca terkait Negara itu.
Ngomong-ngomong
tentang negeri luar atau Japan seperti yang saya resume ini, sedikit banyak
saya jadi tahu gambaran negeri yang maju di Asia ini. Yakni tidak lain dari
membaca. Dan mungkin impian itu tumbuh, bisa jadi diawali dari membaca.
Sebenarnya sih, buku ini sudah diresume sebelumnya oleh teman IM kita,
tapi tak apa lah
saya resume again. Buku ini ditulis
oleh Hani Yamashita. Hani adalah orang Yogya, lalu ia menikah dengan pria
berkebangsaan Japan. Setelah menikah Hani memutuskan untuk mengikuti suaminya
ke Japan, dan menetap di sana. Walau Hani WNI, tapi wajahnya oriental banget,
khas Japan banget, sehingga saudara suaminya, tidak ngeh kalau Hani bukan orang Japan alias orang Indonesia. Tapi walau
begitu, logat jawanya medok, awal-awal ia menginjakkan kaki di negeri sakura
itu. Yah, karena orang lebih melihat tampilan wajah daripada logatnya, jadinya
ya tak hirau.
Yang lebih seru lagi saat ia mencoba kereta modern di station Ikebukuro.
Ia dengan percaya diri karena berbekal bahasa mandarin yang ia kuasai. Ia
mendekati penumpang kereta. Ia berkenalan dengan bahasa mandarin, dan ternyata
penumpang tersebut berasal dari Taipei. Cocok. Tapi, lagi-lagi sang penumpang
tertipu, dan menyangka kalau Hani adalah orang Taiwan, OMG, apalagi ini. Lalu,
sang penumpang menanyakan marga kepada Hani. Jelas saja, Hani kikuk, tidak tahu
musti jawab apa. Ternyata, tidak hanya berbekal penguasaan bahasa saja, namun
juga pemaknaan dalam berkomunikasi tiap Negara juga berbeda. Begitulah, dalam
pikiran Hani.
Walau membuat Hani kesal, tapi ia tetap ingin memperlihatkan
identitasnya sebagai warga Indonesia, dan kebetulan Hani bertemu dengan warga
Indonesia, ia pun dengan senang berkomunikasi dengannya. Kekesalan kembali ia
telan, saat Hani ‘dikira’ orang Japan yang pintar bahasa Indonesia. Sebenarnya
bukan salah ibu mengandung, tapi suratan takdir. Waduh.
Ternyata, bukan hanya rupa-nya yang membuat banyak orang tertipu, tapi
juga namanya yang terkesan aneh dan tabu bagi orang Japan,
ditambah lagi dengan kata mangkok, yang merupakan sebuah benda yang biasa
dipakai untuk wadah bakso di Indonesia. Dan di Japan lain lagi artinya bahkan
sensitif sekali.
Pun, demikian dengan kata cincin. Benda sakral yang dijadikan simbol
pengikat antara dua sejoli, atau arti umumnya tunangan. Sedang, di Japan cincin
dengan mangkok, dua sejolinya, yang juga teramat sensitif.
Perbedaan makna tersebut jadi mengingatkan saya pada kata ‘butuh’. Kalau
di Indonesia, kata butuh fine fine saja digunakan oleh khalayak ramai.
Berbeda kalau dipakai di Malaysia yang tidak boleh sembarangan mengucapkan.
Ketika membaca lembar demi lembar, saya kagum dengan sosok Hani terutama
semangatnya. Ganbate ne! Zettai makenaide. Begitulah kata Akihiro.
Baik sebagai warga Indonesia, maupun sebagai isteri dari suami
berkebangsaan Japan.
‘Kame no kou yori toshi no kou’. Ini
adalah pepatah jepang, yang memiliki arti sama dengan pepatah Indonesia.
Artinya Pengalaman adalah guru terbaik.
Wah, masih ada persamaan ternyata.
Saya suka novel yang mengisahkan dua sejoli, seperti berbunga-bunga
begitu bacanya. Senyum-senyum sendiri, asyik sendiri deh jadinya. Saat wanita
bermanja-manja ria sama prianya, cemberut lucu kala dikoreksi prianya, wanita
yang berharap dipuji oleh pasangannya dan kepolosannya saat ber-statment pada prianya. Itu pula yang
dikisahkan oleh Hani-san saat bersama pria (suami)nya Akihiro-san.
Dari kisah Hani-san, saya jadi tahu kalau orang Japan itu mandiri dan rajin-rajin.
Bahkan
sedari kecil sudah dibekali kemandirian oleh para orangtua. Bukan hanya itu,
tapi juga agar supaya tidak merepotkan oranglain. Seperti
Akihiro, suaminya, yang selalu bangun pagi. Lalu menyiapkan sarapan pagi dan
beres-beres. Bahkan, ketika masak, dapur tetap tertata rapi, tidak acak-acakan.
Padahal Akihiro laki-laki, belum lagi apartemen yang ditempati tidak cukup luas
tapi tertata rapi. Bukan hanya Akihiro, papa-nya atau mertua Hani juga rajin
bangun pagi. Wah, ini pecut banget buat saya, yang harus lebih rajin bangun sedini
mungkin. Mengingat ada kewajiban yang harus ditunaikan sebagai muslimah.
Kegesitan yang dimiliki oleh orang Japan ternyata dipengaruhi oleh keadaan alam
yang sering terjadi bencana. Sehingga menjadi imbas positif bagi masyarakatnya
untuk selalu waspada juga.
Sake
adalah minuman arak khas Jepang. Biasa disajikan saat berkumpul dengan sanak
family. Begitu pula dengan Hani saat berkumpul sanak family Akihiro. Dari
cerita Hani, saya juga, jadi tahu kalau orang Japan ramah, kekeluargaan dan
sopan. Tergambar pada saat paman Akihiro yang tengah mabuk berat meminta maaf
pada isterinya kalau ia tidak bisa mengemudikan mobil saat mabuk dan menyuruh isterinya
untuk membawa mobil. Lain lagi paman Akihiro yang lain. Ia membantu membereskan
peralatan makan yang telah dipakai ke dapur. Dengan tubuh sempoyongan ia
mencoba menjaga keseimbangan agar tidak jatuh. Namun, pada akhirnya setelah
bersusah payah bertahan, gedebrag jatuh jua di dapur. Tak kalah sopan, juga
ditampakkan oleh papa-nya Akihiro dan adik papanya yang sama-sama suka merokok.
Dengan tanpa disuruh, mereka tahudiri dan langsung menuju ke luar. Sambil
merokok, mereka melanjutkan perbincangan yang sempat terputus. Dan, anak-anak
serta para perempuan tetap asyik bermain dan bercengkrama di dalam ruangan
tanpa merasa terganggu dengan bau asap rokok yang memang tidak baik pada
pernapasan terutama anak-anak.
Walau
negara maju, namun adat istiadat tetap dipertahankan dengan baik termasuk
kepercayaan pada ramalan tetap menjadi tradisi. Dari membaca juga saya jadi
tahu garis besar sejarah geisha. Dan bukan hanya itu saja, ada juga berbagai
hal yang menurut saya penting untuk diketahui bahkan diteladani. Berikut Quotes-nya.
@ orang
jepang menanamkan sikap moral. Bahwa lebih baik miskin harta daripada miskin
moral
@ shippai wa seikou no motto, bahwa
kegagalan adalah awal dari keberhasilan
@ bahwa
orang jepang selalu mencoba mentransferkan semangat bukan men-judge yang bukan-bukan
@
keteraturan di Jepang sangat bagus dan disiplin baik kepada waktu, pekerjaan,
lingkungan dan lainnya.
Judul : Aishiteimasu
Penulis : Hani Yamashita
Penerbit,
th. Terbit : Percetakan Galangpress,
2013
Hal : 206 hal.
ISBN :978-602-267-016-2
0 komentar:
Posting Komentar