Judul : Didiklah Anakmu seperti Sayyidina Ali bin Abi Thalib
Penulis : Yusuf A. Rahman
Penerbit : Diva Press
Jml. Halaman : 182
Buku ini dibagi menjadi 4 bab, yaitu mendidik anak usia 0-6 tahun ala Sayyidina Ali RA, mendidik anak usia 6-12 tahun, mendidik anak usia 12-17 tahun, dan mendidik anak usia 17 tahun ke atas. Mengapa pembahasannya harus dikelompok-kelompokkan berdasarkan usia? Menurut penulis, setiap jenjang usia anak memiliki karakteristik masing-masing sehingga diperlukan pengasuhan yang berbeda-beda pula.
Fase usia 0-6 tahun disebut sebagai fase
kanak-kanak yang merupakan fase pondasi. Fase ini sangat penting untuk
menjalani kehidupan pada fase-fase berikutnya karena rangsangan apapun yang
diterima, baik dari orangtua maupun lingkungan akan membekas kuat dalam ingatan
anak. Kesalahan sedikit saja dapat menimbulkan efek negatif pada diri anak.
Fase usia 0-6 tahun juga sangat menentukan pertumbuhan kecerdasan anak dalam
semua aspek kehidupan.
Pola pengasuhan anak usia 0-6 tahun yang
dapat dicontoh dari Sayyidina Ali RA di antaranya adalah dengan mencurahkan
kasih sayang karena dengan kasih sayang, pendidikan dan nasihat yang
disampaikan orangtua dapat diterima dengan lebih baik, selain itu kasih sayang
juga menjadi stimulasi bagi anak untuk menyayangi orangtua dan lainnya. Yang
kedua adalah dengan memuliakan anak dengan keteladanan sifat-sifat terpuji.
Pada fase ini, anak memiliki kemampuan luar biasa untuk meniru orang dewasa,
terlebih lagi orangtuanya. Oleh karena itu, orangtua harus memprioritaskan
tindakan nyata penuh keteladanan daripada sekedar nasihat.
Ajarkan pada anak perilaku-perilaku
terpuji yang bermanfaat dan dapat memuliakan diri mereka sendiri. Yang ketiga
adalah dengan membentuk kepribadian anak sejak dini karena jika akhlak yang baik
merupakan cerminan kesempurnaan iman, maka membentuk karakter anak menjadi hal
mutlak yang harus dilakukan oleh orangtua. Yang keempat adalah tanamkan
kejujuran karena kejujuran adalah kemuliaan, sedangkan dusta adalah kehinaan.
Yang kelima dengan merangsang imajinasi anak agar semakin kreatif. Salah satu
cara merangsang imajinasi adalah dengan mendongeng atau bercerita mengenai
kisah-kisah keteladanan. Dongeng atau cerita merupakan salah satu seni untuk
merangsang imajinasi agar anak semakin kreatif.
Usia 6-12 tahun disebut sebagai fase
kanak-kanak lanjut. Pada fase ini, anak sudah mulai merasa memiliki hak
sehingga terkadang anak sudah berani bertindak atau merespon perilaku atau
tindakan yang merugikan dirinya. Fase ini sangat penting dalam perkembangan
intelektual dan emosi terhadap hal baru. Pola asuh ala Sayyidina Ali pada fase
ini meliputi pengajaran kedisiplinan yang berarti melatih diri untuk membentuk,
meluruskan atau menyempurnakan sesuatu sebagai kemampuan mental atau karakter moral.
Yang kedua adalah dengan memberikan
pendidikan agama yang baik dan benar. Pendidikan agama dalam konteks ini tidak
hanya mengenai ibadah mahdhah saja tapi juga meliputi akhlak Islam. Yang ketiga
adalah dengan memberikan hukuman dan hadiah sebagai motivasi. Hukuman penting
jika anak melakukan kesalahan dengan catatan hukuman yang diberikan bersifat
edukatif dan tidak menciderai hak-hak anak. Hukuman diberikan agar anak tidak
mengulangi kesalahan dan dapat mengambil hikmah dari kesalahan tersebut. Sedangkan
hadiah diberikan sebagai penghargaan atas prestasi atau keberhasilan anak agar
anak termotivasi untuk terus berkembang.
Yang keempat adalah memberikan
nasihat tanpa menyebut kesalahan. Hal ini penting karena menurut
Sayyidina Ali, memberikan nasihat dengan menyebut kesalahan berulang-ulang
justru akan membuat anak keras kepala. Yang kelima adalah memberikan pendidikan
yang diperlukan anak ketika dewasa. Dalam hal ini, orangtua harus mengetahui
bakat anak sehingga bakat tersebut dapat dikembangkan dan bisa berguna bagi
anak ketika dewasa. Yang keenam adalah mengajarkan untuk berbakti kepada
orangtua dengan cara-cara yang baik.
Selanjutnya adalah fase remaja yaitu usia
12-17 tahun. Pada fase ini tampak perubahan-perubahan mendasar dari fase
sebelumnya sehingga orangtua harus lebih berhati-hati dalam mendidik anak. Pola
asuh yang dapat diterapkan di antaranya yang pertama dengan mengajarkan
toleransi dan rasa hormat. Anak harus diajarkan untuk menghargai perbedaan yang
ada sehingga tidak muncul sifat-sifat kedirian dan mementingkan diri sendiri.
Yang kedua adalah jangan memaksa anak menjadi seperti kita (orangtua). Orangtua
harus menghargai pilihan anak dengan terus memberikan arahan yang baik. Yang
ketiga adalah dengan menjadi kawan yang baik bagi anak karena dengan menjalin
kedekatan dengan anak menjadikan mereka lebih nyaman bercerita dengan
orangtuanya. Yang keempat adalah dengan memberikan ruang bebas kepada anak.
Tentunya disertai dengan keteladanan, arahan, dan batas-batas tertentu. Yang
kelima adalah memotivasi anak agar dewasa dalam berfikir sehingga anak tidak
terus menerus manja dan bergantung pada orangtua. Dan yang keenam adalah dengan
mengajarkan etika yang baik kepada anak sehingga anak dapat berlaku baik di
masyarakat dan tahu batasan norma-norma yang berlaku.
Fase selanjutnya adalah usia di atas 17
tahun. Usia ini sudah mendekati dewasa sehingga pola asuh ala Sayyidina Ali
yang dapat diterapkan di antaranya mengajarkan anak untuk tidak terpukau pada
dunia sebab dunia hanya bersifat sementara. Sikap zuhud ini yang dapat
mengantarkan anak pada kesuksesan baik di dunia maupun akhirat. Yang kedua
adalah anak diajarkan hidup sederhana. Sayyidina Ali selalu meneladankan
kesederhanaan dalam hidup karena kesederhanaan merupakan pintu kebahagiaan.
Kesederhanaan dapat dilatih dengan menekankan pada anak untuk selalu bersyukur
atas karunia Allah SWT sehingga anak tidak akan banyak mengeluh tentang hidup.
Demikianlah resume mengenai keteladanan
Sayyidina Ali dalam pola pengasuhan anak. Semoga memberikan manfaat.
Terimakasih.
Yogyakarta, 5
Maret 2015
Dyah Ayu
Widyastuti
0 komentar:
Posting Komentar