Judul buku : Pensiun Gaul
Penulis : Tessie setiabudi & Joshua Maruta
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama, Tahun 2012
Tebal halaman : 276
Pensiun?
Kata ini seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan
karena kita tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi kelak.
Tapi dengan tambahan kata GAUL, maka pensiun berarti menuju Gaya hidup
sehat dan bahagia, Aktifitasnya bermanfaat, Uangnya banyak dan Lupanya
sedikit.
Saya
tertarik membaca buku ini, karena suatu saat nanti kita akan mencapai
masa itu. Perlu dipersiapkan karena dia adalah bagian dari perjalanan
hidup. Persiapan mengelola perubahan dan mengubah paradigma, sehingga
kita bisa fokus untuk mengembangkan apa yang kita miliki secara positif
bukan kepada apa yang hilang dari diri kita. "Untuk berkembang berarti
harus berubah. Untuk menjadi sempurna berarti harus sering berubah"
begitu kata Winston Churchill.
Pensiun
dan depresi adalah kesan yang biasa melekat erat, selain mensiasati
dengan persiapan mental yang matang untuk diri sendiri sediakanlah waktu
untuk membicarakannya dengan keluarga tanpa interupsi. Lalu lakukan
tindakan bersama untuk melakukan perubahan. Pengertian dan ketulusan
keluarga menerima kondisi apapun mengenai diri kita akan melepas rantai
depresi tersebut.
Selanjutnya,
memilih aktivitas sesudah pensiun yang cocok dengan kemampuan dan
pengalaman kita, apakah itu bekerja lagi, membuka usaha, menjadi pekerja
sosial ataupun bekerja sendiri, lakukanlah pilihan itu dengan optimal
agar aktivitasnya bermanfaat. Mengutip apa yang dikatakan Abert Einstein
"Kegilaan adalah melakukan hal yang sama berulang-ulang, namun
mengharapkan hasil yang berbeda".
Pekerjaan
membawa kepuasan tersendiri karena disamping mendatangkan uang dan
fasilitas, dapat juga memberikan nilai dan kebanggaan pada diri sendiri
(karena berprestasi atau pun kebebasan menuangkan kreativitas). Namun
ada catatan, orang yang mengalami problem saat pensiun biasanya justru
mereka yang pada dasarnya sudah memiliki kondisi mental yang tidak
stabil, konsep diri yang negatif dan rasa kurang percaya diri terutama
berkaitan dengan kompetensi diri dan keuangan/penghasilan. Selain itu,
masalah harga diri memang sering menjadi akar depresi semasa pensiun
karena orang-orang dengan harga diri yang rendah semasa produktifnya
cenderung akan jadi overachiever semata-mata
untuk membuktikan dirinya sehingga mereka habis-habisan dalam bekerja
sehingga mengabaikan sosialisasi dengan sesamanya pula. Pada saat
pensiun, mereka merasa kehilangan harga diri dan ditambah kesepian
karena tidak punya teman-teman.
Pada
orang dengan kondisi kejiwaan yang stabil, konsep diri positif, rasa
percaya diri kuat serta didukung oleh keuangan yang cukup, maka orang
tersebut akan lebih dapat menyesuaikan diri dengan kondisi pensiun
tersebut karena selama tahun-tahun ia bekerja, ia "menabung" pengalaman,
keahlian serta keuangan untuk menghadapi masa pensiun. Bagaimana
pun juga, perencanaan untuk masa pensiun bukanlah sesuatu yang
berlebihan karena banyak aspek kehidupan yang harus disiapkan, dan
dipertahankan seperti keuangan, menjaga kesehatan, spiritualitas
(mempunyai kehidupan rohani yang sehat dan tetap memiliki hubungan yang
erat dengan Tuhan) dan kehidupan sosial.
Sementara
usia kita makin lanjut, kita harus mendisiplinkan diri untuk berkembang
, meluas, belajar, menjaga pikiran kita aktif dan terbuka. Berkinerja
dengan semangat sampai akhir masa kerja. Berikan warisan yang terbaik
berupa sumbangsih dan pencapaian pada perusahaan dan jejak-jejak manis
dengan rekan-rekan kerja kita.
0 komentar:
Posting Komentar