Artikel Ilmiah:
1)
Borah,
R. R. (2013). Slow Learners: Role of Teachers and Guardians in Honing Their
Hidden Skills. International Journal of Educational Planning &
Administration, Volume 3, No 2 , 139-143.
2)
Chauhan,
M. S. (2011). Slow Learners: Their Psychology and Educational Programmes. International
Journal of Multidisciplinary Research, Vol.1 Issue 8 , 279-289.
3)
Shaw,
S., Grimes, D., & Bulman, J. (2005). Educating Slow Learners: Are Charter
Schools the Last, Best Hope for Their Educational Success? The Charter
Schools Resource Journal, Vol 1, No 1 , 10-19.
Resume ini saya buat
dengan mengkaji 3 artikel ilmiah yang membahas tentang lambat belajar (slow learners). Hal ini dilatarbelakangi
minat saya di dunia pendidikan dan saya melihat ada beberapa pendidik atau yang
concern pada dunia pendidikan disini.
Para guru tentunya sering mendapati bahwa ada siswanya di dalam kelas yang
dirasa sulit memahami pelajaran, bahkan guru sampai harus mengulang-ulang
instruksinya agar siswa menjadi paham. Kondisi tersebut terjadi hampir di semua
kelas, ada saja siswa yang dinilai demikian berdasarkan hasil amatan guru di
dalam kelas. Chauhan (2011) menyebutkan dalam penelitiannya ada 8% populasi
anak-anak tersebut di dalam kelas. Tapi penelitian tersebut tidak dilakukan di
Indonesia, sehingga perlu pengkajian lebih dalam untuk memperkirakan populasi
tersebut di Indonesia.
Menurut Shaw, dkk (2005) anak-anak lambat belajar adalah anak-anak yang mengalami kesulitan di sekolah, namun belum memenuhi kriteria untuk pendidikan khusus. Jadi tidak bijaksana apabila bapak/ibu guru merekomendasikan anak-anak tersebut masuk ke SLB hanya karena ia lambat dalam memahami sesuatu. Hal tersebut disebabkan karena taraf intelegensi mereka masih terlalu tinggi untuk dikategorikan sebagai siswa yang harus menempuh pendidikan khusus di SLB. Kriteria anak lambat belajar ini diantaranya adalah: (1) taraf intelegensi antara 76-89 (Chauhan, 2011); (2) lambat dalam menangkap pelajaran terutama yang melibatkan simbol atau sesuatu yang bersifat abstrak dan konseptual (Shaw, 2005); (3) lemah dalam konsentrasi; (4) lemah dalam daya ingat; (5) sulit mengikuti pelajaran sesuai dengan usianya (Malik, 2009).
Bila saya bahasakan dalam bahasa saya, untuk mengidentifikasi apakah seorang siswa tersebut masuk dalam kategori lambat belajar atau tidak, pertama-tama guru dapat melakukan pengamatan terhadap siswa. Apakah siswa tersebut sering mendapatkan nilai yang jelek di SEMUA mata pelajaran (jika hanya pada pelajaran tertentu/spesifik, bisa jadi diagnosanya berbeda); apakah anak menjadi kurang konsentrasi (pertimbangkan bahwa anak menjadi tidak konsentrasi karena tidak paham pada materi, atau memang karena ia memiliki masalah perilaku); apakah anak perlu penjelasan berulang untuk memahami sesuatu?; apakah anak sulit mengekspresikan idenya secara verbal?; apakah anak mudah lupa pada sebuah materi?. Selanjutnya memang pengetesan intelegensi MUTLAK diperlukan untuk menjatuhkan diagnosa ini.
Bila intelegensi anak masuk dalam kategori normal atau rata-rata maka ia tidak dapat dikategorikan dalam lambat belajar. Demikian juga bila intelegensinya dibawah 70, ia tidak dapat dimasukkan dalam kategori ini. Langkah selanjutnya adalah mengumpulkan data-data lain yang mendukung seperti rekaman riwayat kesehatan anak. Oh iya, untuk anak-anak yang mengalami hambatan fisik seperti tunanetra atau tunarungu juga tidak dapat dikategorikan sebagai lambat belajar.
Menurut Shaw, dkk (2005) anak-anak lambat belajar adalah anak-anak yang mengalami kesulitan di sekolah, namun belum memenuhi kriteria untuk pendidikan khusus. Jadi tidak bijaksana apabila bapak/ibu guru merekomendasikan anak-anak tersebut masuk ke SLB hanya karena ia lambat dalam memahami sesuatu. Hal tersebut disebabkan karena taraf intelegensi mereka masih terlalu tinggi untuk dikategorikan sebagai siswa yang harus menempuh pendidikan khusus di SLB. Kriteria anak lambat belajar ini diantaranya adalah: (1) taraf intelegensi antara 76-89 (Chauhan, 2011); (2) lambat dalam menangkap pelajaran terutama yang melibatkan simbol atau sesuatu yang bersifat abstrak dan konseptual (Shaw, 2005); (3) lemah dalam konsentrasi; (4) lemah dalam daya ingat; (5) sulit mengikuti pelajaran sesuai dengan usianya (Malik, 2009).
Bila saya bahasakan dalam bahasa saya, untuk mengidentifikasi apakah seorang siswa tersebut masuk dalam kategori lambat belajar atau tidak, pertama-tama guru dapat melakukan pengamatan terhadap siswa. Apakah siswa tersebut sering mendapatkan nilai yang jelek di SEMUA mata pelajaran (jika hanya pada pelajaran tertentu/spesifik, bisa jadi diagnosanya berbeda); apakah anak menjadi kurang konsentrasi (pertimbangkan bahwa anak menjadi tidak konsentrasi karena tidak paham pada materi, atau memang karena ia memiliki masalah perilaku); apakah anak perlu penjelasan berulang untuk memahami sesuatu?; apakah anak sulit mengekspresikan idenya secara verbal?; apakah anak mudah lupa pada sebuah materi?. Selanjutnya memang pengetesan intelegensi MUTLAK diperlukan untuk menjatuhkan diagnosa ini.
Bila intelegensi anak masuk dalam kategori normal atau rata-rata maka ia tidak dapat dikategorikan dalam lambat belajar. Demikian juga bila intelegensinya dibawah 70, ia tidak dapat dimasukkan dalam kategori ini. Langkah selanjutnya adalah mengumpulkan data-data lain yang mendukung seperti rekaman riwayat kesehatan anak. Oh iya, untuk anak-anak yang mengalami hambatan fisik seperti tunanetra atau tunarungu juga tidak dapat dikategorikan sebagai lambat belajar.
Nah anak-anak dengan lambat belajar ini bisa dibantu dengan (saya paparkan berdasarkan usulan penulis per artikel):
(1)
Borah (2013) à
remediasi, nutrisi dan istirahat yang cukup.
(2)
Borah (2013) juga
menjabarkan bahwa bantuan dapat meliputi beberapa aspek, yaitu:
·
Lingkungan: mengurangi
gangguan; merubah setting untuk meningkatkan konsentrasi (misal dengan meminta
siswa duduk di depan); memilih peer tutor.
·
Penugasan: memberikan
tugas yang lebih singkat dan bervariasi; mengulangi tugas dalam bentuk yang
variatif; berikan bimbingan dalam mengerjakan tugas; memastikan siswa memiliki
salinan tugas untuk dapat dipelajari di rumah.
·
Penilaian: gunakan tes
yang lebih singkat; tes lisan; tes dengan pengulangan pengerjaan tugas; berikan
feedback dengan singkat dan jangan membuat siswa berkompetisi.
Intinya
untuk membantu anak-anak lambat belajar ini guru perlu turun tangan untuk
memberikan instruksi yang lebih konkrit dan berulang serta bimbingan dalam
mengerjakan tugas. Jangan hanya diam dan mengharapkan “kapan anak ini akan
mampu mengejar ketertinggalannya?”.
0 komentar:
Posting Komentar