Minggu, 06 Desember 2015

Cinta di Ujung Sajadah

 Cinta di Ujung Sajadah
Oleh : Asma Nadia
Tahun : 2008

Merupakan sebuah novel bergenre remaja dengan alur maju mundur, yang menceritakan kisah sederhana seorang gadis bernama Cinta. Ia menjalani hari-hari nya tanpa merasakan kehangatan belaian kasih seorang ibu. Ia tak tahu apa-apa soal ibunya, kecuali sebuah fakta bahwa: ibunya telah meninggal. 

Ia hidup bersama ayah yang dingin, sayangnya sering tak berpihak padanya, bersama Mama Alia, ibu tirinya yang cuek dan dua saudara tirinya, Anggun dan Cantik. Mereka selalu menghembuskan kebencian dan sering menyulut pertengkaran dengannya. Hanya Mbok Nah, seorang ibu tua sang pembantu rumah, yang menjadi sandaran, pelindung, dan juga ibu kedua baginya.

Bersyukur ia memiliki dua sahabat yang baik sejak kecil, Neta dan Aisyah . Hanya saja rasa rindu akan sosok ibu selalu saja membuatnya sedih, terlebih ketika ia melihat betapa besar cinta Ibu dari teman-temannya kepada anak-anak mereka. Iapun melampiaskan kerinduannya dengan mulai memotret semua ibu. Mulai dari ibu teman-temannya hingga ibu-ibu kantin di sekolahnya. 

Hidupnya mulai berwarna, ketika seorang pria bernama Makki Matahari Muhammad menyapa nya. Keramahanya, belagu-nya, kebiasaannya yang tak pernah meninggalkan shalat jum'at serta ketertarikannya pada dunia potografi.. 

Ketika sebuah babak baru dimulai, berawal dari niatnya untuk menjadi anak yang membanggakan bagi ibunya, disusul saudara tirinya yang tega mengerjainya dengan menggunting jelek rambut indahnya saat ia tengah tidur, Makki yang pergi meninggalkannya tanpa satu patah katapun dihari ulang tahunnya, keputusannya untuk berhijab, kebahagiaannya menemukan foto ibu nya, hingga pengakuan Mbok Nah bahwa ia pernah berkirim surat dengan ibunya 7 tahun lalu, pada saat itulah sebuah fakta terungkap, Ibunya masih hidup. 

Cinta akhirnya memutuskan untuk menemukan sendiri ibunya. Berbekal sebuah alamat yang tertera di amplop usang . Pencarian panjang nan melelahkan itu dimulai. Mengenalkannya pada sosok Adji-pemuda sok akrab yang ditemuinya di kereta. 

"Apapun kata orang, ibumu tetap ibu. Sosok yang lebih dari berhak untuk mendapatkan bakti dan kasih sayang anaknya-juga perhatianmu", begitu kata Adji.

Amplop itu membawanya ke Jakarta, Bandung hingga Jogja. Harapan-harapan akan bertemu ibunya kian besar, rindunya membuncah. Namun ketika pencariannya telah sampai, hanya pusara ibu yang dapat ia temui. Memiliki masa lalu yang kelam, membuat ibu nya memilih untuk tidak menemui sang anak, tak ingin anaknya terluka dan membiarkan dirinya menanggung rindu hingga akhir hayatnya. 

Kisahnya juga berakhir manis. Cinta akhirnya berjodoh dengan lelaki yang selalu menjaga nasihat akhir ayahnya, untuk menjaga diri dari hal-hal yg dilarang Allah.

"Seburuk apapun yang kamu lakukan, nak, ingatlah kamu menyandang nama Muhammad." Ya. Dialah Makki suaminya kini, teman masa muda-tetangga sebelah rumahnya.

Terima Kasih Telah Mengunjungi Blog Indonesi Membaca.

0 komentar: